[13]

2.9K 278 8
                                    

Hino menggenggam jemari Tania menuju mobilnya. Meskipun perasaan Hino saat ini tidak baik, ia memperlakukan Tania dengan lembut. Hino tidak ingin mereka semua celaka hanya karena emosinya.
Hino membuka pintu mobil untuk Tania begitu mereka tiba di baseman. Lalu Hino masuk ke sisi pengemudi.

“Nggak bisa chat atau telepon aku dulu sebelum pergi?”

“Maaf. Aku tadi nonton terus—”

“Iya. Kamu bisa bilang kan kalau pengen apa itu yang kamu lihat di tv dan minta aku belikan,” sela Hino.

“Aku lupa,” bela Tania. “Aku pengen makan itu. Kamu nggak di apartemen, kamu nggak bisa langsung datang,” kata Tania.

“Kamu kan tahu, aku kuliah,” ucap Hino gusar.

“Aku bosan di apartemen, Hino. Aku mau jalan-jalan!” ucap Tania jengkel.

“Iya. Kan bisa sama aku. Kalau sendirian, bahaya buat kalian,” ucap Hino menasihati dengan sabar.

“Itu yang lebih bahaya lagi,” ucap Tania. Dia melipat tangan di depan dada dan bersungut-sungut.

“Kok kamu yang marah sih?” tanya Hino bingung.

“Aku nggak jadi makan itu,” ucap Tania dengan mengembuskan napas.

“Makan?”

“Iya. Aku kan pengen makan puding yang di tv tadi. Sial. Kok kamu bawa anak itu ke sana sih?” tanya Tania.

“Anak sia—Nagita?”

Tania mengangguk.

“Kamu mau jelasin apa ke dia?” tanya Hino.

Tania menyandarkan tubuhnya di jok mobil. Apa yang harus dia katakan kepada Nagita? Tania belum bisa jujur kepada Tania.

“Aku percaya sama Kak Tania.”

Perkataan Nagita kembali terngiang di kepala Tania. Untuk saat ini, Tania belum bisa bertemu dengan Nagita. Tidak sanggup jika ia harus membohongi Nagita.

“Dia nggak akan ketemu aku,” jawab Tania singkat.

“Kamu ngindarin dia?”

“Aku nggak mau bohong sama dia,” jawab Tania.

***

Argio kehilangan Tania. Setelah mengatakan bahwa ia sudah menikah, Tania pergi begitu saja. Tidak ada yang mengetahui ke mana Tania pergi. Bunda di panti apalagi, beliau tidak mengetahui kabar pernikahan Tania. Argio sudah bertanya kepada Nagita soal pernikahan Tania, tetapi gadis itu yang lebih syok mendengar kabar tersebut. Jadi tidak ada yang bisa memberikan kebenarannya.

“Nagita nggak mungkin nggak tahu apa-apa.”

Argio bergegas menemui Nagita di Bandung. Tempat tinggal Nagita sudah ia kantongi dari Bunda Panti Melayu. Beberapa bulan yang lalu saat Argio menghubungi lewat telepon, Nagita mengatakan tidak tahu, tapi suara bisa saja berbohong. Argio akan menggunakan cara satu-satunya dengan menekan Nagita untuk mengaku.

Argio sampai di sebuah jalan kecil. Mobilnya tidak bisa masuk ke gang sempit ini, sehingga Argio meninggalkan mobilnya di jalan besar dan memilih berjalan kaki. Sepanjang jalan Argio merasakan tatapan ingin tahu dan takjub dari orang-orang yang dilewatinya. Bahkan ada yang mengintip dari pintu kamar mandi umum.

Lima belas menit kemudian Argio sampai di sebuah rumah bertingkat dua. Di pagar rumah ada kertas bertuliskan menerima kost putri. Argio menggeser pagar yang tidak terkunci. Setelah berada di dalam, ia menutup pagar kembali. Ketika ia berbalik menghadap ke rumah, saat itulah Argio melihat Nagita yang tampak terkejut. Gadis itu cepat-cepat berlari ke dalam rumah.

Hino (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang