35. Musim Gugur

61 12 29
                                    

"Abang akan dihukum Kakak, karena telat dua bulan," kata Tristan dengan senyumannya, seraya mendongakkan kepalanya ke wajah Bang Ajun.

Bang Ajun melirik Febri. "Kakakmu tidak akan berani melakukan itu."

Suara dingin menjawab, "Kata siapa?"

"Kan, Bang Ajun sudah datang. Jadi hari ini kami akan berlatih dengannya?" Tristan melirik Febri.

"Tentu saja," balas suara dingin itu.

"Tidak Gebby, Abang lelah. Abang ingin makan dan tidur," kata Bang Ajun.

"Ya sudah, selamat melakukan hal itu," jawab Febri, tenang dan datar, namun ada sedikit nada menyebalkan. "Hari ini kalian libur. Dan sebagai gantinya, besok kalian akan berlatih. Bersama guru yang telat ini." Lalu dia balik kanan dan berjalan pergi.

"Gebby, jangan pergi! Buatkan dulu Abang makanan! Gebby!" Bang Ajun berjalan cepat untuk mengejar Febri.

"Buat saja sendiri," balas Febri, datar dan sinis.

"Kau berani menyuruh Abang?!" Sekarang Bang Ajun sudah melewati kami.

"Kenapa tidak berani?" Febri sudah masuk ke villa.

"Gebby!!" Bang Ajun pun masuk ke villa.

Kami melihat kejadian itu dengan mimik wajah... entahlah, mereka berdua selalu seperti itu, seingatku.

"Tunggu, ini telingaku yang salah dengar, atau Bang Ajun memang memanggil Bang Febri dengan sebutan: Gebby?" tanya Nova, sambil melirikku.

Ketika aku ingin menjawab pertanyaannya, Tristan datang. Jadi biarkan saja dia yang menjawab. Toh mereka bersaudara. "Ya, itu panggilan Abang untuk Kakak," katanya.

"Tapi, 'Gebby', kan, nama perempuan?" tanya Nova, lagi. "Apa Bang Ajun berkata seperti itu untuk menghinanya?"

"Entahlah," jawab Tristan. "Kata Bang Ajun, Gebby itu artinya: 'Kekuatan Dari Tuhan'. Kadang-kadang mereka seperti musuh, seperti ujung magnet yang berlawanan——jadi mungkin saja itu sebuah hinaan. Tapi kadang-kadang mereka juga seperti... hhhmm... aku tidak tahu harus menjelaskannya seperti apa. Intinya hubungan mereka sulit aku gambarkan walaupun aku ini adik mereka."

Kami semua agak bingung. Tapi akhirnya mengangguk juga. Aku juga tidak tahu pasti hubungan mereka seperti apa. Setiap kali aku main di rumah Tristan saat kecil, aku jarang berinteraksi dengan Bang Ajun, dia juga jarang berada di rumahnya, jadi... ya, begitu.

Kak Gita, yang masih ada di sisi kami langsung berkata, "Karena Febri berkata seperti itu, jadi... selamat berlibur."

"Kak Gita tidak akan membantah atau... memiliki pendapat sendiri. Mungkin?" tanya Nova.

"Kau tidak lihat mereka berdua seperti apa?" Kak Gita malah bertanya balik. "Sekali lagi, selamat berlibur sehari." Sambil tersenyum lebar, kemudian berjalan pergi ke villa.

"Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanyaku, setelah Kak Gita tidak lagi terlihat.

"Aku tidak tahu dengan kalian, tapi aku ingin berendam air panas sambil luluran," kata Nova sambil berjalan pergi.

"Itu percuma saja, kulit buayamu tidak akan pernah menjadi mulus!" cibir Tristan, sambil tersenyum mengejek. Dia masih belum menerima jika Nova yang terbaik untuk urusan kepemilikan.

Nova berbalik dan memperlihatkan pelototan matanya. Tristan membalasnya dengan senyuman miring seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

"Tristan," kataku.

"Apa?"

"Febri bisa mendengarmu."

Tristan mengibaskan tangannya. "Tidak akan, dia sedang sibuk bertengkar dengan Abang."

Aran Alali #1: Hujan Darah IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang