Sudah menjadi rahasia umum jika kamu adalah seorang murid di Sekolah Menengah Negeri 10, dan kamu berbicara dengan Nara, maka kamu akan ikut terseret ke dalam permainan "Joker" nya King.
Alias, ikut menjadi manusia yang di anggap paling rendah derajatnya di sekolah. Ini terdengar menjijikan, tapi memang begitu adanya. Nara tidak mengerti sebenarnya, hanya dengan titel "seorang anak dari ayah pembunuh dan ibu pemabuk" membuatnya dikucilkan di sekolah.
Oke! Sebenarnya itu tidak masalah sama sekali karena ia memang lebih suka sendirian. Cukup ditemani dengan buku, musik, dan makanan, itu membuatnya benar-benaaar merasa hidup.
Ia tumbuh dengan stereotip buruk karena orang tuanya, mereka menganggap "apa yang akan di hasilkan dari seorang anak yang orang tuanya saja tidak becus?" ditambah dengan kasus bunuh diri kakaknya, itu menambah buruk kesan orang-orang pada Nara yang lagi-lagi di cap karena memiliki keluarga dengan sejarah yang buruk.
Hei!! Memangnya ini salah Nara?! Tidak, tentu saja tidak. Kita tidak bisa meminta pada Tuhan di mana kita akan di lahirkan, kan? Oke, sebenarnya ia sempat marah pada Tuhannya karena merasa tidak adil. Kenapa ketika ia sedang kesulitan, Tuhan tidak datang membantu? Kenapa ketika ibunya mabuk dan mengamuk, Tuhan tidak datang membantunya? Kenapa? Kenapa ia di lahirkan sebagai gadis yang di kucilkan tanpa ada orang yang menyayanginya?
Begitulah kira-kira, dan sekarang ia berusaha tegar menjalani kehidupannya yang sangat asyik. Iya, sangat asyik karena hidupnya penuh dengan huru-hara di sekolah.
Hari ini, seperti biasa gadis dengan rambut lurus sebahu ini duduk di bangku taman, berusaha sebaik mungkin menikmati makan siangnya sebelum guncangan datang menimpanya.
Tadi pagi ia baru saja membersihkan mejanya yang di penuhi coretan spidol berisikan kata-kata sampah dan air bekas pel yang menggenangi kursinya.
Serius, Nara jadi berpikir apakah mereka tidak capek? Mereka terlihat seperti orang yang tidak punya pekerjaan yang lebih penting karena melakukan hal yang sebenarnya sangat tidak bermoral seniat itu. Bahkan tadinya, Nara ingin memberikan standing applause pada siapa saja yang melakukan itu pada mejanya. Karena woy, kamu niat banget!
Selagi memakan rotinya, ia sibuk men-scroll laman instagram milik artis terkenal Keen, yang memposting sebuah buku berjudul How Could? yang tentu saja, Nara tunggu-tunggu perilisan filmnya.
Plak!
"Bangs*t!" Nara mengumpat, pukulan di kepalanya membuat dirinya tanpa sadar menjatuhkan ponsel dan rotinya ke tanah.
Ia kesal setengah mati, mungkin nanti ia akan meminta kompensasi untuk tidak mengganggunya saat jam makan siang. Karena demi apapun, kapan sih Trio Brengsek ini akan membiarkannya istirahat? Ia lebih senang didiamkan daripada diajak bergerak begini. Untung saja hari ini sekolah mereka diliburkan dan hanya setengah hari.
"Heh! Kamu baru aja bilang bangs*at?!" Aeji berseru tak terima, kemudian menarik rambut Nara dengan satu tangannya yang bebas.
"Yak!Yak! Berhenti menarik rambutku sialan! Bisa tidak sih biarkan aku makan makananku dengan tenang??! Aku sedang tidak mood di ganggu tau!!!" Nara balas berseru, kemudian menarik lepas tangan Aeji yang menjambak rambutnya sampai beberapa helai rambut tercabut.
"Besok lagi saja!" Nara memunguti barangnya yang berjatuhan, dan mengacungkan jari tengah pada mereka yang baru saja mengganggunya.
"Yak! Nara sialan, berhenti!" Sena ikut berseru, kemudian ketiganya berlari menyusul Nara yang sudah keluar dari area sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
sky purple isn't like pain?
FanfictionDi sekolah Nara, dia anggap seperti Joker dalam permainan kartu. Alias orang yang di pastikan punya nasib malang. Orang yang dianggap paling rendah derajatnya di sekolah menengah 10 hanya karena sebuah titel yang melingkupi dirinya sedari kecil. Tap...