⚘ Tiga Belas

323 74 9
                                    





Minhee mengerjap dua kali, lalu mendongak dan menatap Yunseong yang baru saja meletakan segelas besar susu di hadapannya—setelah tadi meletakan sepiring penuh roti dengan beragam varian. Sementara yang ia tatap hanya acuh dan kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Yoonbin dan Yoshi yang duduk di depannya tidak dapat menahan diri untuk terkekeh kecil—apalagi ditambah dengan wajah Jihoon yang sudah julid minta ampun di sebalah Minhee.

“Enak bener ya lo, dilayanin sama Yunseong. Sampe dibikinin susu segelas gede ini. Gue megang sendok aja gak dibolehin sama dia.” Bukan Jihoon namanya jika tidak banyak komentar. Setelah mengatakan itu, ia bahkan jadi menatap Yunseong dengan tatapan sok tak habis pikirnya. “Seong, pemilihan kasih macam apa ini?”

“Lo kata ini pemilu pake pemilihan?”

“Chi, lo gak usah nyaut bisa gak sih?”

“Gak bisa tuh.”

Mereka ribut lagi, Yoonbin sudah tertawa melihat mereka. Sementara Minhee hanya menggeleng tak habis pikir sebelum melempar tatapannya pada Yunseong yang masih sibuk di meja kasir sana.

“Kak, gue gak kuat minum susu sebanyak ini.”

Minhee berucap kemudian, sukses membuat Yunseong menoleh dan menatapnya.

“Sama gue.”

“Hah?”

“Itu berdua sama gue. Lo minum aja dulu, sisanya nanti gue.”

Jawaban Yunseong kambali mengundang jiwa julid Jihoon untuk bangun. Si Park itu hampir membuka mulutnya lagi, tapi tidak jadi karena Yoonbin sudah bergerak lebih dulu untuk menghalanginya.

Kembali lagi pada Minhee—yang kini masih diam, mengerjap beberapa kali sambil menatap gelas susu dan Yunseong bergantian—dan Yunseong yang kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Lalu, saat Minhee sudah mulai meraih salah satu roti di piring untuk makan—entah apa yang terjadi di luar sana—Yunseong tiba-tiba bergerak meninggalkan pekerjaannya dan berjalan keluar. Ia bahkan mengabaikan panggilan Yoshi. Yang ia lakukan hanya tetap melangkah dan keluar dari tokonya.

Sampai di luar, lelaki Hwang itu berbelok ke kanan hingga berhenti di depan sebuah gang kecil. Ia lalu menatap ke gang itu, tapi yang dilihatnya adalah tembok sebuah gedung—mengartikan bahwa itu jalan buntu. Tidak ada siapa-siapa di sana, membuatnya diam sesaat sebelum berbalik dan kembali ke tokonya.














 Tidak ada siapa-siapa di sana, membuatnya diam sesaat sebelum berbalik dan kembali ke tokonya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














“Jauh ya?”

Pertanyaan itu Minhee ajukan saat ia dan Yunseong sudah memasuki rumah yang menjadi tempat tinggalnya. Sedang lelaki Hwang yang berjalan di sampingnya itu hanya berdehem singkat tanpa menjawab apapun. Minhee sendiri tetap tersenyum dan berjalan dengan riang, membawa Yunseong ke ruang keluarga.

“Kak, ntar pulangnya diantar sama supir aja ya.”

“Emangnya gak apa-apa? Lo bilang dia bukan supir lo.”

“Nanti gue minta tolong.”

“Emang dia mau?”

“Pasti mau. Kan gue minta tolong, gak nyuruh.”

“Minta tolong berarti bisa nolak dong.”

“Masa tega sih nolak permintaan gue? Lagian selama ini kan gue juga gak pernah minta tolong.”

Ucapan Minhee setelah itu tidak dijawab Yunseong. Lelaki Hwang itu memilih diam di posisi yang sama dan menatap ke depan dengan tatapan datarnya. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini, Minhee yang melihatnya juga tidak akan paham.

“Btw kak, mau makan apa? Biar gue pesenin.”

Lalu, saat pertanyaan itu Minhee ajukan, barulah lelaki Hwang itu menoleh dan menatap si manis.

“Emang di rumah ini gak ada makanan?”

Dijawab dengan gelengan oleh si manis. “Ada sih, bahannya doang tapi. Kalo bibi masak, buat gue gak ada.”

“Kenapa gak ada?”

“Gue gak mau.”

“Mewah banget ya hidup lo. Pasti lo tiap hari makannya di luar terus.”

“Kalo mewah, gue gak mungkin makan di warung tenda pinggir jalan.” Menjawab ucapan Yunseong dengan santai, Minhee lantas meraih ponselnya dan bersiap untuk memesan makanannya. “Dan gue juga gak tiap hari kali makan di luar. Kadang di rumah kak Ben atau gak di rumah Asahi. Btw, lo mau apa nih? Gue mau pesen fast food aja.”

“Gue masak.”

“Apa?”

“Lo bilang ada bahan kan? Gue masak kalo gitu.”

“Eh, lo serius, kak?” Minhee jelas tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apalagi ketika ia melihat Yunseong sudah beranjak dari duduknya. “Ngerepotin nanti.”

“Gak ngerepotin. Lagian, lo jangan keseringan makan makanan yang kita gak tahu gimana cara masaknya. Biar enak dan dibilang terjamin, tetap aja kita gak tahu. Bisa aja gak sehat.”

“Kak, tapi bahan yang didapur itu bukan punya gue. Kalo lo mau masak kita harus belanja dulu.”

“Gimana?”

“Ya, itu bukan buat gue.”

Ucapan Minhee setelah itu sukses membuat Yunseong menatapnya dengan tatapan tidak habis pikir. “Lo sebenarnya tinggal dimana sih sampe semuanya lo bilang bukan punya lo? Gak ada makanan buat lo, gak ada bahan punya lo, gak ada buat lo...”

“Gak tahu.” Minhee tidak tahu, tapi semua ucapan Yunseong itu membuatnya merasakan kembali sesuatu yang sudah lama sekali tidak ia rasakan. Rasanya tidak menyenangkan sehingga hanya dua kata itu yang ia ucapkan sebagai jawaban untuk pertanyaan Yunseong.

“Gak tahu? Terus ini rumah siapa? Rumah lo, kan?”

“Bukan.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





















Thank you...

Boys be Ambitious || HwangMiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang