Siang itu setelah selesai mengikuti mata kuliah umum yang membuat kepalanya hampir pecah, Bumantara Candri Lesmana atau yang lebih akrab di panggil Dri mengendap-endap pergi ke daerah samping kampus untuk menemui pujaan hatinya yang selama seminggu ini tidak boleh ia temui. Laki-laki berusia 21 tahun itu rasanya ingin mati saja jika tidak cepat-cepat bertemu dengan permaisurinya. Beruntung Venilla Gardenia, sepupu terbawel yang maminya suruh untuk memata-matai Dri sedang tidak ada di kampus siang ini karena harus turun ke lapangan.
Dri melompat kegirangan begitu melihat Kang Yayan tengah meracik bumbu di balik etalase kaca yang berisi sayur sawi dan kawan-kawannya. Akhirnya dia bisa bertemu dengan sang pujaan hati lagi. Iya, pujaan hati yang dimaksudnya adalah semangkuk seblak ceker pedas dengan kepedasan yang tidak main-main. Dri menyukai segala macam makanan pedas, dan sangat mencintai yang namanya seblak. Apa lagi seblak buatan Kang Yayan, tidak ada duanya bagi Dri.
“Akang! Seblaknya satu kayak biasa, eh.. jangan deh cabenya 3 aja.” Ralat Dri, ketika mengingat bahwa dia tidak boleh mengonsumsi makanan pedas sampai batas waktu yang belum ditentukan oleh sang dokter. Dri ingin memerotes saja rasanya, tetapi karena tahu dia akan di omeli sampai tujuh turunan membuatnya memilih untuk diam dan menganggukkan kepala saja.
“Siap, den!” sahut Kang Yayan bersemangat, pasalnya selama seminggu ini pelanggan VVIP-nya itu tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali. Padahal Kang Yayan tahu sendiri, Dri tidak pernah bolos kuliah apalagi sampai bolos makan seblak sehari saja. Bahkan pada hari libur Dri dengan khusus mendatangi kediaman Kang Yayan hanya untuk minta dibuatkan makanan dengan bahan utama krupuk itu.
“Kemana saja atuh, Den? Kok baru kelihatan.” Tanya Kang Yayan begitu mengantar semangkuk seblak ceker pedas ke meja Dri.
“Biasa Kang, kunjungan.” Sahutnya sambil terkekeh. Kang Yayan mengangguk mengerti, karena bukan hanya sekali dua kali Dri berkata ada kunjungan setelah beberapa hari absen dari warungnya. Kunjungan yang Dri maksud adalah dirawatnya di rumah sakit karena penyakit maag akut yang dideritanya. Terkadang Kang Yayan jadi tidak enak hati dan belakangan ini selalu mengurangi jumlah cabe yang akan dikonsumsi Dri dalam semangkuk seblaknya.
“Sudahlah Den, jangan bandel. Kang Yayan gak mau ditangkep polisi loh kalau sampai terjadi sesuatu sama Den Dri.”
Dri tertawa terbahak, bahkan sampai seblak dimulutnya muncrat kemana-mana. “Aduh, Akang ini lucu banget. Hubungannya apa saya kenapa-napa sama Kang Yayan ditangkep polisi?” ucapnya setelah menandas habis segelas es jeruk.
Kang Yayan menggaruk kepalanya, berpikir. “Kan Aden, sakit gara-gara makan seblak saya.”
“Kata siapa?” tanya Dri.
“Kata saya lah.”
“Aduh, Kang Yayan ini terlalu banyak mengonsumsi sinetron, jadi lebay gini. Udah ah, saya mau menikmati pujaan hati saya ini.”
“Hehehe, iya Den, maaf. Saya permisi dulu.” Pamit Kang Yayan.
Dri menatap seblak di hadapannya dengan berbinar, perlahan menggerakkan sendoknya untuk mengambil baso yang terlihat begitu menggoda. Tetapi belum sampai baso itu berlayar menuju perutnya, suara cempreng yang sangat ia hindari hari ini, mengintrupsi semua kegiatan yang ada di warung itu. Kang Yayan bahkan sampai bersembungi di balik gerobak, karena takut terkena dampaknya.
“BUMANTARAAA! SINI LO!” teriak Venilla Gardenia, sepupu paling durhaka kalau kata Dri karena biar pun umur mereka hanya selisih 2 bulan tapi tetap saja lebih tua Dri.
Tidak mengindahkan perintah Venil, Dri cepat-cepat menyendokkan seblak ke mulutnya namun sayang hal itu membuatnya tersedak. Sialnya lagi es jeruk miliknya sudah tandas. Dri mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja dan segera melompat menuju pintu samping, berlari dari Venil yang akhinya ikut mengejar.