[1]

43 10 0
                                    

Malam semakin larut. Hawa dingin yang perlahan merayapi tubuh, serta alat medis penyangga kehidupan seorang yang kini berbaring tak berdaya di atas kasur itu menjadi saksi atas kesedihan orang tua Zela.

Sudah masuk bulan ketiga ini, gadis cantik kesayangan mereka tertidur pulas disana. Dari pagi hingga pagi kembali, mereka lalui untuk menunggu putrinya sadar. Walaupun tanpa kepastian-dan dokter pun sudah berkata harapan mereka kecil-mereka sama sekali tak putus asa. Mereka yakin, akan ada saatnya Zela bangun, memancarkan kembali senyum manisnya yang telah lama meredup.

Sekarang pukul sebelas malam. Kelopak mata itu terasa sangat berat terbuka. Belum lagi ditambah kepalanya yang terasa dihujam ribuan belati.

"M-ma..."

Suaranya sangat lirih, mungkin lebih seperti dengungan nyamuk yang terdengar samar. Namun entah bagaimana bisa, mama yang semula sudah tertidur nyenyak di kursi dan merebahkan kepalanya pada ranjang Zela, dengan gerak cepat mengangkat kepalanya. Menatap putri kesayangannya dengan lekat, memastikan bahwa yang ia dengar tadi bukanlah sekedar halusinasi semata-yang selalu ia alami seperti biasa.

Tangan Zela bergerak pelan, berusaha meraih apapun di sana, seolah ingin memberi tahu bahwa ia telah kembali ke dunia ini.

"Papa... papa... Zela sadar, Pa..." Mama memanggil papa yang sedang tertidur dengan lirih. Dari nada bicaranya ia terdengar seperti seorang yang paling bahagia di dunia ini.

Papa terbangun dengan terkejut bercampur rasa sangat bahagia. Tak ada yang bisa mendeskripsikan bagaimana bahagianya dia ketika mendengar kalimat sederhana itu. 'Zela sadar'. Sungguh, itu kalimat yang ia selalu ia minta pada Tuhan.

Dengan cepat papa segera menekan tombol nurse call. Hanya butuh beberapa menit hingga seorang dokter beserta suster di belakangnya datang.

Setelah beberapa menit mereka menangani Zela, sang dokter bersuara.

"Selamat Bapak, putri anda telah berhasil melewati semuanya."

♬ ♩ ♪ ♩ ♩ ♪ ♩ ♬

Ini sudah hari ke tiga Zela dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. Keadaannya sudah mulai membaik. Tubuh-tubuhnya mulai bisa digerakkan kembali setelah kemarin terasa kaku digerakkan.

Zela menatap baju pasien yang ia kenakan sekarang. Oh, jadi begini ya rasanya dirawat di rumah sakit. Selama tujuh belas tahun ia hidup di dunia ini, baru dua kali ia merasakan rasanya diinfus. Waktu ia umur dua tahun dan sekarang.

Tapi lama-lama bosan juga, ya. Zela mulai tidak betah-apalagi dokter tadi bilang Zela masih harus dirawat di sini kira-kira sebulan lagi untuk benar-benar memulihkan tubuhnya. Maka dengan tampang malas, Zela memainkan makanan di depannya. Rasanya sangat hambar. Seketika ingin rasanya ia diam-diam order pizza. Ah, tapi pasti mama akan sangat marah.

Ngomong-ngomong, sekarang ini Zela sedang sendirian di sini. Mama dan papa harus kembali beraktivitas setelah berkali-kali absen kerja semasa Zela masih koma. Hanya suara dentingan sendok serta spongebob di layar telivisi saja yang terdengar.

Pintu berderit kecil, menampakkan seorang suster yang selalu datang setiap beberapa jam sekali untuk mengontrol keadaan Zela.

"Pagi, Kak Zela," sapa suster ramah. Ia langsung mengganti impus Zela yang sudah habis.

"Pagi juga, suster."

"Gimana keadaannya? Masih pusing? Badannya masih sakit buat digerakkin?"

"Kalau pusing udah enggak. Tinggal kaki aku aja yang masih kerasa agak kaku," kata Zela.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lentera Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang