Rise Up

67 8 3
                                    

Sebenarnya aku sangat malas pulang hari ini, tapi jika aku tidak pulang juga, bisa dipastikan ibuku akan mengamuk kepadaku. Seperti-- Kamu jadi anak harus nurut apa kata ibu, atau kamu sudah besar tapi masih jadi beban keluarga. Dan masih banyak lagi-- aku lelah sangat lelah, tapi aku tidak punya pilihan lain selain menuruti apa mau ibuku sekalipun itu akan menyakiti hatiku...lagi.

Aku sedikit menyeret langkah kakiku ketika memasuki rumah, yang mana hari ini terlihat ada mobil sedan hitam mengkilap terparkir dihalaman, dan jelas itu bukan mobil milik Ayah.

"Aku pulangggggg" teriakku seperti biasa ketika aku sampai dirumah

Hening.

Tapi kemudian secara serempak, semua mata di ruang tamu kompak menoleh kepadaku dengan sorot yang berbeda-beda.

Cepat duduk kata ibuku lewat isyarat matanya yang tajam

"Nah mumpung kamu sudah pulang, jadi mari kita langsung saja ke intinya" kata Ayahku yang hari ini terlihat lebih rapi dari biasanya

Aku diam saja, tapi mataku diam-diam memindai semua orang yang ada disini, hingga mataku berhenti pada satu orang yang dari tadi hanya diam dengan sorot matanya yang tajam dan terkesan dingin. Aku tidak tahu dia siapa, juga pasangan paruh baya disampingnya. Tapi aku bisa menyimpulkan mungkin itu adalah orang tuanya.

"Nak, kamu mau kan Ayah jodohkan?" Aku melotot kaget, tapi setelahnya aku berusaha bersikap biasa saja agar ibuku tidak marah "Ya? Ayah bilang apa?" Kataku pura-pura tidak mendengar, tapi justru aku rasa, aku salah bicara

"Mak--maksud aku, kenapa harus aku Yah? Aku nggak mau melangkahi kakak" elak ku

"Kakak kamu itu masih harus kerja, sambil ngejar S2-nya, sedangkan kamu kan belum kerja dan juga kerjaanmu cuman main, terus ngebucinin orang luar sambil teriak-teriak nggak jelas, terus juga kuliahmu gitu-gitu aja , jadi mending kamu ibu jodohkan"

"Bu, ibu nggak bisa gitu dong! Aku juga berhak menentukan pilihan hidupku sendiri" kataku emosi, sungguh ibu selalu pilih kasih terhadapku sejak dulu

Suasana mulai menegang, hingga deheman laki-laki--dengan sorot tajam dan terkesan dingin tadi--sedikit mencairkan suasana "saya rasa, saya juga tidak setuju dengan perjodohan ini"

Aku melengos, juga sedikit menarik nafas lega, tapi dalam hati aku merutuk "masa gue ditolak?" Kesalku


**


Dua minggu sudah sejak kejadian jodoh menjodohkan itu, selama itu pula ibu tidak mau berbicara kepadaku. Aku juga tidak ingin memulai pembicaraan karena aku rasa kali ini aku melakukan hal yang benar.

"Kenapa tuh muka lo kusut banget?"

"Gue lagi nggak mood, tapi lagi kepengen ngemil boba"

"Boba mulu, kembung tuh perut. Es doger aja kuylah"

"Bilang aja lo lagi seret"

"Aelah, anak rantau plus anak kost-an kayak gue mah bisa apa tanggal tua begini, lagian es doger nggak kalah enak" aku melengos tapi juga bangkit seraya memasukkan buku-buku dan binder ku ke dalam tas.

"Eh lo tau nggak? kenapa sih Ana selalu ngilang akhir-akhir ini? Kayak yang gue liat, agak suka menghindar gitu"

Iya juga, aku baru kepikiran tentang sahabatku yang satu lagi, namanya Lilyana tapi akrab dipanggil Ana "Gue rasa dia lagi sibuk, lo tau kan setelah ditinggal orang tuanya dia harus banting tulang buat menghidupi adiknya yang masih kecil"

Aku sangat salut juga kasihan melihat Ana, entah kenapa dia seperti menyimpan luka yang dalam, Aku bukan peramal, tapi sebagai sesama wanita aku bisa merasakannya

Rise UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang