🕊. ―twenty fifth

215 29 18
                                    

Seokjin langsung membuka pintu rumahnya tanpa mengucapkan salam. Dia langsung berjalan dengan langkah besar, tapi tiba-tiba berhenti saat sampai di depan tangga.

Bekas seretan darah, menyebar hampir di seluruh anak tangga. Dari sini Seokjin tahu, mungkin hal ini yang menjadi penyebab Sojung pendarahan. Hingga tak mau mengulur waktu lagi, Seokjin langsung naik dan buru-buru masuk ke kamarnya.

Saat pintu kamarnya terbuka, Seokjin dapat melihat Sojung terduduk di kursi depan cermin rias sambil menunduk, mengusap halus perutnya. Saat itu darah dalam tubuh Seokjin kembali berdesir dengan deras. Seokjin semakin gugup ketika melihat Sojung di depan matanya.

"Sojung? Gimana keadaan kamu?" tanya Seokjin.

Sojung spontan mengangkat kepalanya, dia menatap Seokjin dengan lekat yang perlahan berjalan ke arahnya. Dirinya dituntun untuk bangun oleh Seokjin. "Perutku tadi sakit banget."

"Aku ... aku takut bayi kita kenapa-napa," lanjut curah Sojung.

"Kita ke rumah sakit sekarang, ya?" Setelah berucap begitu, Seokjin langsung menuntun Sojung keluar kamar. Dengan hati-hati, dia menjaga Sojung, agar tidak jatuh lagi saat menuruni tangga.

Masa bodoh dengan bekas darah yang masih tersebar di seluruh anak tangga. Yang terpenting bagi Seokjin sekarang adalah bayinya segera mendapatkan pertolongan pertama.

Mereka sekarang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Mereka melupakan sejenak pertengkaran malam tadi yang membuat mereka jadi merenggang. Jemari Seokjin tak mau melepaskan tangan Sojung dan terus memberikan kekuatan pada wanita itu.

Sojung tidak boleh berpikiran macam-macam. Karena apa yang ada di pikiran Sojung, sangat berpengaruh bagi bayi yang ada dalam kandungannya.

― ♡ ―

"Nggak pa-pa, nggak ada sesuatu yang serius. Bayinya juga aman-aman aja," kata Dokter. "Tapi tetep, lain kali Ibu harus lebih hati-hati! Jangan sampai jatuh lagi!"

Sojung mengangguk, sambil menarik napas lega karena tidak ada sesuatu yang serius yang bayinya alami karena dia jatuh dari tangga tadi.

"Di kehamilan yang menginjak usia trisemester ketiga ini harusnya Ibu lebih relax, jangan pikirin hal-hal yang dianggap memberatkan," pesan Dokter.

"Tapi terlepas dari itu, saya ingin menyampaikan sesuatu," kata Dokter lagi.

Seokjin dengan sigap menjawab dengan pertanyaan, "Sesuatu apa?"

Dokter menunjukkan hasil USG pada Sojung dan Seokjin. "Posisi kepala bayi masih di atas. Padahal ini sudah masuk minggu ke tiga puluh."

"Masih di atas?" tanya Sojung.

Dokter menjelaskan lagi, "Kalau seperti ini terus sampai hari H melahirkan, maka kemungkinan kecil untuk Ibu Sojung melahirkan dengan cara normal."

"Maksudnya, mau nggak mau istri saya harus operasi?" tanya Seokjin.

Dokter menatap Sojung, kemudian kembali lagi menatap Seokjin. "Ya ... mau nggak mau harus begitu. Karena kalau dipaksa melahirkan secara normal, itu sangat berbahaya bagi Ibu dan bayinya."

Jemari Sojung reflek mengerat dan menekan jemari Seokjin yang daritadi digenggamnya, dia juga menggeleng sambil menggigit bibirnya. "Apa nggak ada cara lain? Saya harus banget dioperasi nanti?"

"Kalau mau lahiran secara normal bisa," kata Dokter. "Cuma ya itu tadi ... syaratnya, kepala bayi harus ada di bawah. Nggak bisa di atas."

Sojung menatap suaminya, matanya berkaca-kaca, dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengisyaratkan bahwa dia tidak mau melahirkan dengan cara operasi.

Seokjin yang iba, lantas mengajukan pertanyaan lagi pada dokter. "Usia kandungan istri saya masih tiga puluh minggu, masih ada waktu enam minggu lagi sebelum hari H melahirkan. Apa udah terlambat buat memutar bayi agar kepalanya di bawah?"

"Sebenarnya belum terlalu terlambat," kata Dokter. "Ibu masih bisa usaha kalau memang ingin melahirkan normal. Ibu harus rajin-rajin prenatal, senam untuk wanita hamil. Sering-sering diajak bicara juga bayinya, tapi jangan di perut bagian atas, bagian bawah. Kalau bisa malah sebelum tidur, Ibu bilang pada bayinya, suruh dia turun ke bawah, jangan lama-lama di atas."

Sojung mengangguk mengerti. Dalam hati dia berdoa, semoga nanti dia bisa melahirkan secara normal. Tidak seperti prediksi dokter, yang memvonisnya kemungkinan besar akan melahirkan dengan cara operasi. Di awal kehamilan saja Sojung sudah takut, apalagi dia harus menghadapi operasi demi melahirkan bayinya ke dunia.

Bukan dia tidak sayang dengan bayinya. Sojung sayang, sayang sekali. Cuma kalau untuk melakukan operasi caesar, yang nantinya pasti akan memberikan efek samping yang menakutkan baginya, Sojung belum siap.

Sampai kapanpun, keputusan Sojung tetaplah keputusan Sojung. Dia ... tidak mau ... melahirkan dengan cara operasi! Sojung menolak operasi, untuk yang kedua kalinya.

― ♡ ―

Ini masih satu jam sebelum Fany pulang sekolah. Jadi setelah mengirim surat resmi mengenai izinnya yang tidak bisa kembali mengajar hari ini kepada pihak kampus, Seokjin memilih masuk lagi ke dalam kamar. Menemani istrinya yang sudah terlelap dalam tidurnya sekarang.

Seokjin merebahkan diri di samping Sojung dengan hati-hati. Matanya memerhatikan dengan lekat wajah istrinya dari samping, kedua tangan ramping wanita itu juga rupanya berada di atas perut besarnya.

Mata Seokjin yang peka, langsung melihat ruam pada telapak tangan Sojung. Dia lantas sedikit mengangkat tubuhnya untuk melihat telapak tangan wanitanya yang mengalami ruam itu.

Dalam pikirannya, Seokjin menebak kalau ini akibat dari kejadian jatuhnya Sojung di tangga tadi. Mungkin wanitanya itu berusaha untuk tidak terjatuh sampai anak tangga paling bawah, jadi Sojung berusaha meraih dan bertahan pada salah satu besi tepian tangga namun, usahanya sia-sia. Nyatanya wanita itu tetap jatuh sampai bawah.

Hati Seokjin tiba-tiba terasa nyeri, dia iba, dia ... dia benar-benar tidak tahu hal apa yang membuat hatinya tak nyaman begini. Yang pasti dia tahu, Sojung sudah berusaha untuk bayi mereka. Hal itu membuktikan bahwa Sojung yang dulu belum menginginkan anak ... perlahan mulai mencintai bayi yang ada dalam kandungannya.

Seokjin ... benar-benar tersentuh. Dia mengulas senyum sebentar, lalu turun dari ranjang dan menyiapkan air dingin dan sapu tangan untuk mengompres ruam pada tangan Sojung.

Sekembalinya Seokjin, dia duduk di tepi ranjang di dekat kepala Sojung. Dia memeras sapu tangan yang sudah dicelupkan ke air dingin sebelumnya lalu menempelkan itu pada bagian ruam di tangan Sojung.

Saat itu sontak saja Sojung terbangun, sedikit melirih karena mungkin terasa perih. Seokjin dengan penuh kasih sayang lantas mengelus kepala Sojung. "Maaf ya, aku kompres lukanya biar nggak infeksi. Kamu tidur lagi, istirahat aja dulu. Aku mau jemput Fany."

Sojung mengangguk-anggukan kepalanya lemah, setelahnya dia mendapat kecupan manis di keningnya dari Seokjin. Lelakinya itu pamit untuk menjemput anaknya, sementara dia diperintahkan untuk istirahat lagi.

Sebagai wanita yang baik dan patuh pada suaminya, Sojung lantas kembali memejamkan matanya dan terlelap dalam tidurnya.

― ♡ ―

A/N:
hi, ayo kita ketemu di part 26! see you!</3

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang