Terhitung dua minggu Jungkook mengamati seorang gadis yang tampak selalu diam, murung. Dia anak baru di kelas ini. Terhitung sejak hari kepindahannya, Jungkook tidak pernah melihatnya berinteraksi selayaknya punya teman. Atau memang benar dia belum memiliki teman? Bisa jadi ini semua ulah Yunji yang bahkan di hari pertama sudah mengganggunya.
Bahkan di jam istirahat ia memilih diam di tempat duduknya—terlihat asyik membolak-balikkan halaman novel, dibanding mengantre panjang di kantin sekolah. Melihat buku setebal itu dengan huruf-hurufnya yang kecil seperti remahan mi kering, bisa-bisa Jungkook mabuk darat dibuatnya.
"Halo, Jisa. Sedang membaca apa?" tanya Jungkook berusaha seramah mungkin. "Kulihat seru sekali, boleh tidak aku meminjam buku itu?"
"Jangan menggangguku. Aku hanya ingin bersekolah dengan tenang ditempat ini." sahut Jisa.
"Aku bisa menjadi temanmu. Kulihat kau tampak kesepian disini."
"Tidak perlu!"
Jisa menutup buku kasar dan pergi dari kelasnya.
"Sudahlah, Kook. Percuma saja kau mendekatinya. Dia itu tak tersentuh! Dan tak seharusnya kau peduli padanya!"
Ucapan Yunji dibarengi gelak tawa teman-temannya membuat Jungkook naik pitam. Yunji memang terkenal arogan, kerap kali membuat masalah di sekolah, tapi ya karena berasal dari keluarga yang berada jadi pihak sekolah seakan tuli dan buta.
Jungkook menatap Yunji penuh peringatan. "Jika anak baru bersikap seperti itu ternyata karenamu, lihat sendiri apa yang akan kulakukan padamu!"
Seperti sore ini, dari koridor lantai dua Jungkook mengamati Jisa yang berjalan pulang sendirian melewati lapangan. Tampak Yunji dan teman-temannya berjalan sejajar dengan Jisa—entah disengaja atau tidak, terlihat menatap merendahkan bahkan sempat berbisik pada Jisa dan mereka tertawa.
Tiba-tiba saja Jungkook berlari turun dan merangkul Jisa dari belakang. Bersiap jadi pahlawan kesiangan.
"Ya ampun Jisa, aku cari kemana-mana ternyata disini. Ayo, aku antar pulang." ujar Jungkook.
Yunji melongo, sedangkan Jisa menatap Jungkook tidak suka. Tidak menunggu lebih lama lagi gadis itu menyentak tangan Jungkook yang merangkulnya.
"Sudah cukup, Jungkook! Jangan mendekatiku! Aku muak denganmu!" Jisa berteriak didepan wajah Jungkook. Setelahnya dia berlari kecil meninggalkan mereka yang terpaku ditempatnya.
Apa salahku? Bukannya terima kasih sudah di tolong, malah berteriak didepan mukaku. Dasar tidak sopan. Batin Jungkook.
Jungkook merasa Jisa seakan menjauhinya. Eh tunggu, bukannya mereka tidak pernah dekat ya? Benar juga, ya pokoknya menghindari Jungkooklah. Seolah Jisa bisa terkena alergi saat melihat wajah Jungkook.
Mungkin sebuah keberuntungan bagi Jungkook, ketika dirinya sekelompok dengan Jisa. Seketika pula tugas praktik kimia terlihat sangat menyebalkan di mata Jisa. Gadis itu melirik Jungkook yang mengembangkan senyumnya seolah berkata, Bagaimana? Masih berniat menjauhiku? Ingin protes? Punya nyawa berapa menentang keputusan Yeon-ssaem?
"Jisa, pulang sekolah nanti ayo belajar dirumahku. Ingat, kita sekelompok!"
Jungkook rela menghabiskan waktu istirahatnya berbicara dengan Jisa, tidak memperdulikan cacing dalam perutnya yang berteriak kelaparan.
Sementara yang diajak bicara malah tetap fokus dengan bukunya. "Tidak bisa. Lagipula praktiknya minggu depan. Masih ada banyak waktu. Aku juga bisa belajar sendiri." ketus Jisa.