Di sore hari ia kembali lagi. Kali ini dengan persiapan penuh. Dan topeng yang telah hancur. Ia tak lagi bisa mempertahankan senyumnya. Ia tak bisa lagi memasang topeng itu.
Tepat dibelakangnya, ia menggenggam erat koper abu-abu berisi segala barang-barang nya. Terlalu erat hingga kuku-kuku jarinya menusuk telapak tangan.
Yah... Kali ini ia bertaruh, sebuah pertaruhan yang tentunya akan menentukan ke arah mana perjalanan hidupnya akan dimulai.
Bunyi roda yang bergesekan dengan rel terdengar dari kejauhan. Kereta terakhir di hari Rabu yang cerah. Tangannya dingin gemetar. Hingga suara langkah dan ketukan tongkat itu membuatnya kaget. Ia memutar tubuhnya, menatap lurus kakek tua yang balik menatapnya. Kali ini dengan wajah datar, tanpa senyum.
Kakek tua itu sempat kaget namun ia tersenyum sembari tertawa lebar. "Akhirnya, kau menunjukkan wajah aslimu, Yerin"kekeh kakek tua itu namun tak sanggup mendapatkan reaksi dari gadis itu. Membuat lagi-lagi helaan nafas panjang keluar dari mulutnya.
Tongkat kakek tua itu tiba-tiba terangkat, menunjuk satu keluarga kecil yang turun tepat di pintu gerbong sebelah mereka.
"Itu mereka"ucapnya, namun gadis itu belum juga memutar arah pandangnya.
Ia lantas menarik nafas dalam dan langsung menoleh. Rasa rindu dan sakit mengalir di seluruh pembuluh darah nya. Matanya bertemu dengan seorang ibu-ibu. Namun ibu itu hanya tersenyum formalitas dan tampak kembali berbincang dengan putra kecilnya.
"Lihat itu!, Dia tidak mengingatmu Yerin! Dia tidak mengenali wajah kecilmu yang tidak pernah berubah ini, ia tidak mengingat rok merah pemberiannya yang saat ini kau kenakan, lalu apa yang ingin kau pertahankan lagi Yerin?, kau hanya akan semakin terluka bila terus melihatnya"
Kakek tua itu mendengus kesal saat gadis itu tak merespon apapun. Namun kekesalannya itu langsung berubah menjadi tatapan iba, begitu menyadari bahu gadis itu bergetar.
"Kek, aku tau itu tanpa perlu kau katakan, aku tau apa yang kau katakan itu benar adanya, aku tak akan mempertahankan nya saat tidak satupun dari mereka mengingatku, mengingat janji mereka, dan sesuai perjanjian, aku akan pergi, karena aku tidak akan mengingkari janjiku seperti mereka. Karena ketidakpastian dalam penantian ku selama ini, kini telah menemukan ujungnya, dan itu menyakitkan.."
Dan atas segala penantiannya ia berhenti. Kini ia melangkah tegap, memilih maju untuk meninggalkan masa lalu. Kini ia lepaskan segala beban masa lalu.
Ia lepaskan ikatan yang merantainya.
Ia menyerah."Tuhan, aku kecewa"
#End#
KAMU SEDANG MEMBACA
Kereta Penantian [END]
Short StoryIni tentang seorang gadis Dan kereta penantian