XVII - TUJUH BELAS

108 28 2
                                    

Sehun menatap layar handphone-nya lagi, tapi tidak melihat apa yang diinginkannya. Ia merasa orang di seberang telepon itu salah sambung.

Karena tidak segera mendapatkan balasan, orang di seberang telepon berkata lagi, "You don't know me? Like ... how can you forget me? Haah, aku sangat kecewa Hyung-nim."

Laki-laki yang dipanggil 'Hyung-nim' itu langsung menyadari siapa yang memanggilnya seperti itu.

"Guanlin?"

Guanlin tergelak. "Akhirnya ingat juga. Walaupun kita tidak bertemu selama setahun, setidaknya kamu tidak boleh melupakanku."

Sehun dicekam keheningan. Ia sampai harus berusaha keras memaksa suaranya keluar dari tenggorokan.

"Hah? Yang benar? Kemana saja kamu tiba-tiba menghilang begitu saja setahun belakangan ini?" Sehun masih dikuasai oleh keterkejutannya.

Guanlin adalah satu-satunya teman dekat yang memanggilnya dengan 'Hyung-nim'. Mereka bersekolah di SMP yang sama. Namun, tahun lalu laki-laki itu menghilang tanpa kabar dan tanpa mengatakan apa pun.

Sehun sudah berusaha menghubungi Guanlin berkali-kali, tapi laki-laki itu langsung mengganti nomornya begitu menghilang. Karena masih berkabung akibat kematian kakaknya, Sehun tidak terlalu berfokus mencarinya.

Selama setahun belakangan, sesekali ia terpikir pada laki-laki itu. Akan tetapi, masalah dalam hidupnya sudah sangat menguras pikiran, waktu, dan tenaga.

"Akan aku ceritakan saat kita bertemu nanti. Jadi, Hyung-nim. Kamu akan menjemputku kan besok? Ingat, pukul tujuh malam di Bandara Incheon."

Sehun berpura-pura mendecakkan lidah. "Aku ingat. Kamu tidak perlu menyebutkannya dua kali. Ngomong-ngomong, sebenarnya aku sangat sibuk."

Guanlin tergelak lagi. "Kamu sangat payah untuk urusan berbohong. Harusnya, banyak belajarlah padaku. Aku sangat ahli untuk urusan itu. Baiklah, sampai ketemu besok! Aku harus menyiapkan barang-barangku. Dah!"

Klik.

"Ya! Guanlin!"

Panggilan itu terputus. Sehun mengerutkan kening. Ia menatap layar handphone seolah melihat wajah Guanlin.

Sehun memutuskan untuk melakukan panggilan lagi, tetapi ia justru disambut operator telepon yang memberitahukan bahwa nomor tersebut sedang tidak aktif. Sehun mendengkus dan menatap layar handphone-nya dengan tatapan tak percaya.

"Langsung dimatikan?" Sehun mematikan layar. "Sama sekali tidak berubah. Suka sekali mematikan telepon semena-mena," katanya sembari menggelengkan kepala.

Sehun lalu teringat pada Chanyeol dan Sejeong. Ia mengalihkan pandangan pada bangku yang sebelumnya mereka duduki. Nihil. Mereka berdua sudah tidak ada di sana. Sehun mengangkat alis.

"Oh, dramanya sudah selesai?"

***

"Chanyeol-ah, apa benar kamu pacaran dengan Sejeong?"

Seorang gadis berseragam Skyline, menanyakan itu langsung padanya ketika Chanyeol mengantarkan pesanan. Gadis berambut gelombang yang terlihat sangat terawat itu terlihat sangat percaya diri.

Ia mengenali kedua gadis itu sebagai sesama anggota klub dance. Sayangnya, ia tidak begitu mengingat nama mereka karena mereka tidak pernah mengobrol secara langsung dan Chanyeol juga tak pernah terlibat urusan apa pun dengan mereka.

Chanyeol menghentikan sejenak aktivitasnya memindahkan piring-piring berisi nasi ayam dari nampan ke atas meja. Gadis itu datang berdua dengan seorang teman yang kini juga tengah menunggu jawabannya.

Vanila - SejeongxSehun [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang