4. ABJ - Love Hurt 2

4 1 0
                                    

Lanjutan part I...

Pemindahan jenazah Nindy dari rumah sakit dilakukan dengan cepat. Nindy menghembuskan napas terakhirnya di lokasi kejadian. Pihak keluarga mengerti dan tak sekalipun menyalahkanku mau pun Mas Bagus.

Aku benar-benar hancur. Aku beberapa kali pingsan melihat Nindy yang sudah berbujur lemah di tengah rumah dan dikerubungi orang-orang yang ingin mengucapkan selamat tinggal untuknya yang terakhir kali.

Sinta datang menguatkanku. Orang tuaku datang dan ingin membawaku pulang. Namun, aku bersikeras ingin menemani Nindy hingga ke peristirahatan terakhirnya.

Mas Bagus sama terpukulnya denganku. Ia merasa gagal melindungi kekasihnya. Laki-laki itu menangis dalam diam. Matanya merah dan membengkak karena menangisi kepergian sang kekasih hatinya.

"Seharusnya aku bisa menyelamatkan Nindy. Aku gagal melindunginya, Sin. Aku... Aku yang salah," lirihku pada Sinta yang sedang memelukku.

"Semua ini takdir Tuhan Nada. Kamu tidak boleh begini. Nindy sudah tenang. Kita doakan agar dia bahagia di sana. Kamu tidak boleh menyalahkan diri kamu seperti ini," ujar Sinta.

"Ini sudah jalannya. Tuhan lebih menyayangi Nindy. Kamu harus sabar. Kamu harus kuat," sambungnya.

"Yang harus kamu lakukan bukan menyalahkan diri kamu. Tapi kamu harus mewujudkan semua keinginan terakhir dari Nindy. Berbahagialah. Jangan dengan kepergiannya hidupmu juga jadi hancur. Nindy juga sangat berarti untukku. Aku paham. Aku juga kehilangan, aku juga sedih," ucap Sinta.

Ucapan Sinta mengingatkanku akan permintaan terakhir dari Nindy. Tapi, aku tak ingin mengingatnya dan aku juga tak ingin melakukannya. Aku tak ingin jahat dengan mengambil kekasihnya darinya.

'Kamu boleh marah padaku. Tapi aku tak akan sanggup berbahagia, apa lagi dengan kekasih hatimu,' lirihku dalam hati.

...

Pemakaman berlangsung lancar dan khidmat. Nindy beristirahat dengan tenang di peristirahatan terakhirnya. Aku mencoba berjalan dengan satu tongkat yang menopang tubuhku karena tulang kaki kananku patah akibat jatuh bersama dengan Nindy.

Ketika aku berjalan ke halaman belakang rumah Nindy yang terbilang luas. Aku melihat Mas Bagus sedang merokok, ini pertama kalinya aku melihatnya menghisap tembakau yang menagih itu selama ia berpacaran dengan Nindy.

Aku akhirnya memutuskan mendekati kekasih sahabatku itu. Sedikit lagi aku akan sampai. Aku kehilangan keseimbangan karena tongkatku menginjak batu.

Aakh!

Hap! Sebuah tangan menahan tubuhku yang tadinya hendak menyentuh tanah. Perlahan ku buka mataku. Netraku sontak bertemu dengan netra sendu milik Mas Bagus.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Mas Bagus.

"Iyah, aku baik-baik saja Mas." Mas Bagus membantuku berdiri lagi dengan tongkatku yang tadi sempat ku jatuhkan.

Dia memperhatikan langkahku hingga aku benar-benar duduk di tempat yang awalnya ia duduki.

"Maaf aku merokok," ujarnya.

Aku mengangguk memberi tanda tidak apa-apa padanya. Kami sangat canggung.

"Aku tadi tidak sengaja melihat kamu dengan Sinta. Aku ingin mengatakan bahwa kamu tidak perlu menyalahkan diri kamu sendiri. Kamu juga terluka karena berusaha ingin menyelamatkan Nindy. Ini semua sudah takdir. Jadi, berhenti menyalahkan dirimu atas kepergian Nindy," tutur Mas Bagus lembut.

"Mas, tentang ucapan Nindy. Aku tidak ingin menganggapnya serius. Jadi aku harap Mas juga begitu," kataku sangat pelan.

"Soal itu. Entahlah, biar waktu saja yang menjawab. Yang pasti saat ini. Aku atau pun kamu butuh waktu untuk menata semua kembali bukan? Jujur, aku juga ingin kamu bahagia. Tapi aku tidak siap jika aku yang harus membuat kamu bahagia. Jadi, mari kita berusaha bangkit dengan cara kita masing-masing," sahutnya.

Aku Bertemu JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang