EMPAT

79 43 84
                                    

Sambil berjalan tanpa arah, air mata Ashalina terus mengalir deras, ia selalu berharap semoga keadaan ini cepat membaik, tapi tiba-tiba ia ingat dengan adik nya, Ciara. Bagaimana kondisinya sekaranf?

Ashalina segera mencari ruang kelas adiknya itu, satu per satu ia mencari hingga pada akhirnya ia menemukan sebuah kelas yang begitu ramai dengan sorak an siswa-siswi, pada saat Ashalina melihat kelas itu, seluruh isi kelas sedang melemparkan kertas kepada salah satu siswi yang sedang terpaku diam di depan, dan Ashalina pun tersadar bahwa itu ternyata adalah adik nya.

"Cia!" Ucap Ashalina bergegas melindungi Ciara dan membawa nya pergi dari tempat itu.

Ashalina membawa Ciara ke toilet supaya ia bisa menenangkan adik nya itu dulu.

"Ciara, kamu gak papa kan?"

Ciara masih menangis tersedak, Ashalina tidak pernah melihat Ciara sesedih ini sebelumnya.

"Cia, kamu harus kuat ya, kakak akan cari cara supaya kita bisa seperti dulu lagi,"

"Apa kakak bilang? Cari cara?" Tanya Ciara. "Udah terlambat kak, udah terlambat, semuanya udah kejadian, dan gak akan bisa kembali seperti dulu lagi,"

"Ngomong apa kamu, kamu harus bersyukur kita masih punya Oma yang bisa merawat kita, bayangin kalau nggak ada Oma, kita bisa-bisa mati kelaparan dijalan Cia,"

"Aku gak akan pernah bisa bersyukur sebelum semua yang aku punya dulu, bisa kembali sama aku," Ucap Ciara. "Kakak harus inget, hidup itu perlu harta, aku capek terus dipermalukan kayak gini,"

"Kamu aja yang selalu menganggap harta itu segalanya," Ucap Ashalina. "Sampai kamu lupa bahwa ada yang lebih penting dari itu."

"Apa? Apa yang lebih penting?" Tanya Ciara. "Kalau ada uang, Ciara bisa ganti sepatu yang bolong ini sama sepatu yang baru kak, Ciara bisa ganti pakaian yang rusuh ini sama pakaian baru, Ciara bisa jajan, shopping, jalan-jalan sama temen-temen, Ciara gak akan pernah dipermalukan kayak gini, Ciara kesekolah ini itu udah kayak pengemis yang minta sumbangan kakak!"

"PLAK.c Suara itu terdengar sampai di luar. Ashalina menampar adik nya dengan telapak tangannya sendiri, menurutnya adik nya itu sudah kekurangan akal, "Tutup mulut kamu!" Bentak nya. "Pake otak kamu kalo ngomong, masih ada yang kondisinya lebih parah dari kita, ubah sikap kamu yang kurang bersyukur ini, kakak gak suka," Pertegas nya.

Tanpa sengaja suara itu terdengar di telinga Dirga dan ke-3 temannya yang sedang melewati area toilet wanita.

"Dir, lo denger suara itu nggak?" Ucap Fendi menepuk punggung Dirga. "Kayak suara orang marah-marah deh."

Pradipa memeluk Gio yang ada disebelahnya, "jangan bilang indra ke 7 lo mulai kumat,"

"6 anjir," Balas Gio, malas.

Pradipa menatap Gio tajam, "ih bang Gio berhasil ngomong, keren siee gue,"

Baru beberapa menit kemudian, Ashalina keluar dari toilet dengan kondisi menangis tersedu, ia tidak memperdulikan sekitar, ia langsung berlari melewati Dirga dan teman-teman lainnya itu.

Dirga menunjuk ke arah Ashalina, "Loh, itu bukannya bocah yang marah-marah sama gue tadi? kenapa nangis?" Batin Dirga.

Baru beberapa detik kemudian disusul oleh Ciara yang keluar dari toilet wanita, tanpa lama Dirga menghetinkan Ciara untuk bertanya, "Eh tunggu, lo kenapa nangis juga kayak cewek tadi?"

Saat Ciara melihat Dirga, mata nya begitu terkejut seolah sedang melihat seorang pangeran, "Astaga, ganteng banget." Batin Ciara, seraya menghapus air mata nya dan melupakan kejadian tadi. "Ga-gapapa k-kok kak,"

ASHALINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang