Cinta yang kupikir akan abadi, kini aku melihatnya semakin menjauh, dia pergi dan aku tak bisa berbuat apa-apa.
Aku seharusnya memperlakukanmu dengan baik saat aku masih memilikimu. Penyesalanku seakan menjadi akhir kisah ini dan aku harus kehilangan dirimu. Jika kau merindukanku, aku tidak perlu rasa ragu untuk menerima pesanmu sebab itulah yang aku tunggu, tapi itu hanyalah sebuah 'jika'.
Ribuan pertanyaan menyerangku. Dari mana aku harus memulai saat hidupku benar-benar kehilangan dirimu? Haruskah aku terbangun tanpa mendengar suaramu atau haruskah aku membuat kopi untukku sendiri? Aku bingung. Kenangan yang berputar diingatanku tentangnya seakan mampu mengalahkan derasnya hujan yang berjatuhan.
Aku belum terbiasa tanpamu.
🌸
"Ini tidak benar Lisa, seharusnya aku tidak mengenalmu sebelum adikku yang memberitahu."
Mataku bahkan tidak sanggup hanya untuk melihat wajahnya. Mengapa aku harus membuat air matanya mengalir saat merasa diriku tak berhak untuk ditangisi?
"Aku harap pertemuan denganmu tidak pernah terjadi, tapi aku terlalu bodoh dan berakhir mencintaimu Lisa-ssi."
"Ruby Jane..."
Pencundang seperti ku bahkan tak sanggup hanya untuk mengucapkan kata maaf padanya. Yang kulakukan hanya menatap lantai putih menitikkan air mataku di sana, mendengar isakan kecil yang terus memohon atas keselamatan kakaknya.
Inikah perpisahan yang mereka maksud? Kepergiannya yang tidak kusadari akan terjadi begitu cepat sejak awal pertemuanku dengannya.
"Kau tidak perlu mengucapkan maaf padanya atau mungkin lebih baik tidak bertemu lagi dengan adikku."
Aku, Lalisa yang awalnya menginginkan keduanya kini harus menerima pahitnya kehilangan keduanya.
Apakah dia akan baik-baik saja? Maksudku kami terlalu lama bersama dan kini harus berpisah karena keegoisanku.
💍
Mataku tak beranjak memandanginya. Ia tersenyum ramah pada siapa saja yang ia temui. Senyumnya yang melengkung dan matanya yang mendadak sipit, sungguh membuatku semakin merindukannya. Matanya terus menatap ramah seseorang di hadapannya, bibirnya...
"I will be back with your order, Miss."
Kemudian ia melangkah pergi dari seseorang yang ia tatap beberapa detik yang lalu. Entah sampai mana mataku terus mengikutinya melangkah jauh ke dalam sana. Ingin menemuinya menjadi alasan mengapa aku berada di tempat yang tak pernah kukunjungi. Kurasa ia benar-benar ingin menjauh dariku sampai aku harus kesulitan untuk mencarinya.
Bagaimana bisa ia tidak menyadari bahwa ia hampir saja membunuhku sebab terlalu merindukannya. Aku berdiri tepat di depan kafe miliknya sedari tadi dan ia sama sekali tidak melihatku? Seharusnya yang ia lakukan memandangiku kemudian tersenyum lalu berlari kearahku dan memelukku dengan sangat erat.
Bukan melayani orang asing lalu membawakan mereka makanan yang mereka inginkan. Haruskah aku yang menyapanya lebih dulu? Apakah dia akan terkejut lalu tersenyum padaku atau yang terjadi hanyalah sebaliknya.
Bisakah aku seberani dua anak laki-laki kembar yang sedang berlari kearahnya dengan penuh semangat sembari berseru "Mommy!"
Aku melihatnya tertawa, mengecup dua anak laki-laki itu... Tapi kemudian suhu tubuhku mendadak dingin, sedingin salju yang jatuh mengenai pakaian dan rambutku.
"Mommy?"
Sebenci itukah ia padaku sampai mengubah namanya? Ani.., apakah namanya benar-benar mommy?
KAMU SEDANG MEMBACA
Last of Our Love
RomanceKesalahan terbesarku adalah membiarkannya pergi dan menyia-nyiakan waktuku.