61 . A New Variation Of Draught Of The Living Death

1K 123 3
                                    

Severus menyeringai masam dan memutar matanya saat mengingat pertama kali dia membuat ramuan khusus ini. Dia berumur enam belas tahun saat itu, dan masih berada di tahun keenamnya di sini, di Hogwarts. Di saat setiap orang di kelasnya telah memilih untuk mengikuti arahan dari dalam buku. Dia telah lama belajar cara yang lebih baik dan lebih efektif untuk membuat ramuan. Tidak hanya untuk meningkatkan sedikit kegunaan Ramuannya, tetapi untuk benar-benar membuatnya menjadi lebih baik. Itulah yang dilakukannya selama liburan, saat dia menunggu dengan tidak sabar untuk kembali ke Hogwarts. Dia menggunakan itu untuk bisa menjauh dari orang tuanya, yang dengan sangat menyesal dia harus menghabiskan musim panas bersama mereka. Dia menyingkirkan pikirannya yang mengganggu, karena dia jarang memikirkan apa pun yang terjadi pada masa kecilnya, bahkan kenangannya yang bercampur dengan Lily.

Memperhatikan waktu, yang menurutnya seperti tak bergerak, tapi bukan itu masalahnya karena jam masih berdetak pelan di pergelangan tangannya. Menyaksikan dengan sungguh-sungguh dan berdoa semoga itu akan berhasil, meskipun dia tentu saja memiliki Ramuan cadangan, tetapi dia tidak yakin dengan cadangannya seperti keyakinannya dengan yang pertama. Euforia melanda dirinya ketika ramuan itu menjadi jernih, dia tidak hanya mengubahnya (dia berharap) tetapi juga mempertahankan penampilan aslinya, tak berwarna dan tak berbau yang bahkan Dumbledore dapat dipastikan tidak akan bisa mendeteksinya dalam makanannya.

"Sempurna," gumam Severus dengan kepuasan tertinggi, tidak ada yang bisa membuatnya terburu-buru seperti ini.

"Bisakah Dobby membantu Master Severus?" tanya Dobby yang muncul secara tiba-tiba di lab, terlihat sangat ingin membantu meski sebenarnya saat itu sudah memasuki tengah malam.

"Baiklah, masukkan ramuan itu ke dalam botol," kata Severus, yang sudah mulai melakukannya sendiri. Sesungguhnya yang dia butuhkan hanya satu, dan kemudian dia akan kembali ke rumahnya dan mengujinya. Dia tidak bisa melakukannya di sini, karena Dumbledore bisa mendeteksi kutukan kuat yang dikeluarkan Ramuan itu.

Mata Dobby membelalak, dia benar-benar telah dipercaya oleh Master Ramuan Severus? Itu hampir membuatnya menangis. Dia nyaris tidak bisa menghentikan dirinya sendiri karena terlalu senang, mengetahui Master Severusnya selalu tidak suka jika ada emosi ditampilkan secara terbuka. Setelah menenangkan diri, dia naik ke bangku dan mulai membantu.

"Kau tahu di mana harus menaruhnya, Dobby." kata Severus, mengambil satu ramuan yang dia butuhkan sebelum menyelinap keluar dari labnya, hanya ada satu tujuan dalam pikirannya. Sambil meluncur ke perapian, dia melemparkan bubuk yang dia kumpulkan dari pot keramik di sisi perapian untuk keadaan seperti ini. Dia tidak pernah membiasakan diri untuk meninggalkan Hogwarts di tengah malam, namun, jika dia harus melakukannya, sekaranglah waktu yang tepat.

Menginjakkan kakinya dengan kokoh di Prince Manor, topengnya terlepas saat dia membiarkan dirinya bersantai. Tidak ada mata potret untuk melacak setiap gerakannya di sini; tidak perlu bertanya-tanya, di Hogwarts seseorang masih bisa memasuki Ruangannya tanpa diundang. Dan itu membuatnya semakin tidak mempercayai tempat itu setelah Minerva berhasil masuk tanpa izinnya. Satu-satunya penghibur adalah kenyataan bahwa dia tidak mengadu pada siapa pun, dia bahkan tidak berani untuk memikirkan anggapannya tentang hubungannya dengan Harry. Itu sudah cukup untuk membuatnya ingin muntah hanya dengan memikirkannya. Dia mencintai ibu dari anak itu demi Tuhan, dan dia hanya menganggap Harry sebagai seorang putra.

Memikirkan tentang Harry, membuatnya mengingat apa yang terjadi lebih dari sebulan lalu. Harry sangat marah mendengar tentang rencananya; karena dia tidak bereaksi apa pun sampai rencananya terungkap bahwa dia yang akan melakukan 'pembunuhan' itu. Dia seharusnya tidak terkejut melihat betapa terkejutnya Harry. Dia tidak pernah memiliki kehidupan rumah yang stabil, atau siapa pun yang peduli padanya. Kemarahan Harry pada situasi itu benar-benar menyatakan lebih dari yang bisa diungkapkannya. Harry tidak bisa terus marah, meskipun dia masih membiarkan penolakannya diketahui tetapi dia tidak marah setiap kali itu dibicarakan. Terutama karena dia tahu dia tidak akan menang, dia juga menyebutkan bagaimana itu adalah bagian dari sikap Gryffindor, yang tentu saja membuat Harry lebih gusar.

A New Place To Stay (Terjemah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang