"Vi, jadi gimana?lo nerima Darren ga?kesian itu anak lo gantungin melulu,"Carla membuka lembaran-lembaran komik anak-anak kesukaannya. Carla telah mengganti pakaian sekolahnya dengan piyama berwarna pastel, milik Vivi, begitupun dengan Vivi yang saat ini sedang tengkurap di kasur empuknya, sambil memainkan handphonenya.
Saat pulang sekolah, Vivi sengaja memaksa Carla untuk menginap di rumahnya, menemaninya semalaman, karena mama dan papanya sedang ada urusan dan terpaksa meninggalkannya sendirian di rumah.
Tak lama, setelah Vivi meminta waktu untuk mempertimbangkan perasaannya pada Darren, menyuruhnya pulang dengan rasa kecewa. Vivi menelpon Carla, dan bercerita padanya.
"Yah gimana dong, gue juga ga tau harus gimana, gue cuma ngerasa semua itu terlalu mendadak, lagian dia aneh, masa belum lama kenal udah ngajak pacaran, udah gitu gue itu sebel sama sifatnya yang ngeselin, bikin gue darah tinggi melulu,"celoteh Vivi, bukan menanggapi dengan serius, Carla justru tertawa terbahak-bahak.
"Ih...gue cerita ke lo bukan untuk dengerin ketawa lo ya, tapi buat kasih solusi,"Vivi mencubit pipi Carla yang duduk di bawah kasurnya. Yang dicubit tentu saja mengaduh kesakitan.
"Aduh...sakit woy...gue ketawa itu karena lo lucu, yang punya perasaan kan lo, yah...keputusan ada di tangan lo lah, nih...gini ya...gue kasih tau sama lo..."Carla menutup komiknya, lalu memutar tubuhnya menghadap Vivi yang sekarang sudah duduk di tepi kasurnya.
"Yang namanya cinta, itu ga mengenal kata aneh, dan bener kan yang gue bilang, kalian berdua itu jangan terlalu saling membenci, nanti lama-lama jadi suka, see...terbukti kan omongan gue, sekarang semua keputusan ada di tangan lo Vi, lo terima atau ga...jangan gantungin perasaan orang, kesian tau,"lanjutnya, tak berhenti sampai disitu, dengan sedikit berdehem, Carla kembali melanjutkan nasehatnya persis seperti dokter cinta yang sedang menasehati pasiennya.
"Lagian yah...kalo lo emang ada rasa, ya udah terima aja sih cintanya Darren, tapi kalo ga ada yah...lo tolak, sesimple itu Vi, ga perlu lo ambil pusing,"Carla kembali memgambil komiknya, dan membacanya lagi.
"Ngomong sih gampang, lo pikir prakteknya segampang itu apa, huh..."dumel Vivi merapikan bantal dan melebarkan selimut tebalnya.
"Udahlah...gue mau tidur, kalo lo uda kelar baca, matiin lampunya,"pesan Vivi sambil membaringkan tubuhnya, yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Carla.
Keesokan paginya, Carla dan Vivi tiba bersama di sekolah. Sesampainya di kelas Carla menyeret Gio, agar mengikutinya keluar kelas. Gio yang sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya pun protes dengan tarikan Carla.
"Apaan sih lo, dateng-dateng ganggu orang aja,"protes Gio melepas lengannya dari tangan Carla.
"Lo harus bantu gue,"ucap Carla penuh penekanan
"Bantu apaan?"Gio menaikan kedua alisnya, membuat lipatan kecil di dahinya.
"Bantu gue menyatukan Vivi dan Darren, hm...gue ga bisa cerita sama lo sekarang, tapi lo harus janji dulu bakal bantu gue, nanti gue chat lo,"tegas Carla setengah berbisik, sambil menyelipkan beberapa helai rambut panjangnya ke belakang telinga.
"Kenapa gue harus bantu lo?"tanya Gio semakin bingung.
"Aduh...udah deh pokoknya lo harus bantu gue, lo kan temennya Darren, dan gue temennya Vivi, jadi gue harus minta bantuan sama siapa kalo bukan lo,"Carla memutar bola matanya dan melipat kedua tangannya di dada.
"Yah...kan ada Kenny sama Boy, lagian Boy paling dekat sama Darren, terus kenapa harus gue,"kali ini Gio memasang wajah polosnya
"Gue kan ga deket sama mereka, udah deh...lo banyak protes, jadi lo sebenernya mau ga sih bantuin gue, lagian yah...lo ga capek apa liat temen lo sih Darren yang cinta sama Vivi itu, berlagak seolah-olah ga suka sama Vivi, padahal orang buta juga tau, kalo mereka itu saling suka, cuma gengsi aja,"jelas Carla, membuat Gio mengangguk-anggukan kepalanya.
"Iya juga sih, gue dari awal ngeliat mereka juga, udah tau kalo mereka itu saling suka cuma gengsi aja ungkapin, eh...tapi orang buta mana bisa liat, ah...gimana sih lo,"Gio menyandarkan tubuhnya ke tembok, tak lagi menghadap Carla.
"Iya juga sih...ah ya udahlah...intinya lo mau kan bantuin gue?"tanya Carla memastikan. Gio kembali menganggukan kepalanya dua kali lebih cepat.
"Nanti gue minta bantuan yang lain juga,"putus Gio melanjutkan.
"Ga...ga usah...nanti kalo kebanyakan orang yang tau, bakal susah yang ada,"balas Carla, melipat lengan dan menggoyang-goyangkan kedua telapak tangannya, seperti sedang melambaikan tangan.
"Ya udah, ayo masuk kelas, udah mau bel,"tanpa sadar Gio mengenggam tangan Carla, menariknya kembali ke dalam kelas.
Saling mengenal sejak masa pengenalan sekolah SMA, membuat Carla Dhea Liandra dan Givanno Stefanus menjadi teman yang saling berbagi cerita, berawal dari berburu tanda tangan OSIS, sampai obrolan mengenai game yang sedang ramai diperbincangkan, hingga akhirnya mereka bermain bersama, dan obrolan itu berlanjut ke berbagai hal lainnya.
***
Vivi sedang menyelesaikan tuga sekolahnya, tiba-tiba saja handphonenya berdering, tertera nama Carla di layar kaca handphonenya. Vivi menggeser layar handphonenya, mengangkat dari Carla.
"Halo,"sapa Vivi.
"Vi, gue di depan rumah lo nih, ikut gue sekarang ya,"sahut Carla begitu terdengar suara Vivi
"Kemana?"Vivi menekan tombol loudspeaker di layar handphonenya, sambil merapikan buku-bukunya.
"Udah, ayo cepetan...ga usah banyak tanya, nanti gue jelasin di mobil, lo keluar sekarang ya,"
"Ya udah, bentar tunggu lima menit,"Vivi menutup telpon dan mengganti pakaiannya.
Tak lama kemudian, dia sudah berada di dalam mobil Carla."Mau kemana sih?"tanya Vivi di sela-sela perjalanan mereka.
"Nanti juga lo tau, nih sekarang lo pake penutup mata yang ada di dashbord tuh,"balas Carla, tanpa menoleh
"La, lo ga aneh-aneh kan?uda malem nih, jangan jauh-jauh ya,"pesan Vivi sambil menuruti Carla, mengambil kain penutup mata di dasbord mobil
"Ya, tenang aja,"
Carla membawa Vivi ke suatu tempat dengan mobilnya. Sesampainya di tempat itu, Vivi dituntun oleh Carla, menuju sebuah taman minimalis, yang sudah didekor oleh Gio dan Carla.
"Nah sekarang buka penutup mata lo,"perintah Carla. Vivi melepas penutup matanya, membuka mata, melihat sebuah taman bertuliskan namanya dengan balon huruf, yang ditempel di sudut ruangan, sebuah sepeda tua, beserta rangkaian bunga di depan dan di belakangnya. Ditambah dengan lampu hias berbentuk bintang dan bulan berukuran kecil, yang menjuntai seperti tirai, dengan atap dari kayu-kayu yang berjarak, dan satu meja taman yang diapit oleh dua buah bangku taman berwarna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy (COMPLETE)
Novela JuvenilDarren seorang siswa SMA yang terkenal tampan, pintar, dan berprestasi, namun tak pernah disangka saat di luar jam sekolah, dia sering membully bersama teman-temannya, merokok bahkan mabuk-mabukan, meski begitu dia tidak pernah mempermainkan wanita...