“Ben, pelan-pelan kek nyetirnya. Ini kita mau kemana?”
“Jemput Minhee.”
“Jemput Minhee?”
Jihoon tidak dapat menahan dirinya untuk bertanya tidak senang saat pertanyaan kesekian yang ia ajukan sejak mobil yang dikemudikan Yoonbin itu keluar bandara akhirnya dijawab oleh lelaki itu. Kenapa harus Minhee lagi?
“Hm.”
“Anjir, jadi lo nyuruh gue buru-buru ke rumah lo, ambil mobil lo terus jemput lo tuh karna lo mau jemput Minhee? Ben, lo tuh jingan banget tahu gak sih? Gue udah khawatir mikir lo pasti kecapaian karna habis kerja, tapi lo malah ngelakuin ini? Lo mikir gak kalo gue bisa aja lagi sibuk ngelakuin sesuatu yang penting gitu? Ini lo malah nyuruh gue ngelakuin sesuatu yang gak penting.”
“Minhee penting, Ji. Berapa kali gue bilang sama lo kalo Minhee adek gue, dia penting buat gue.”
“Tapi gak gini caranya. Lo mikir gak kalo tadi gue hampir kecelakaan karna buru-buru jemput lo. Kenapa yang lo pikirin tuh selalu Minhee Minhee Minhee terus? Gue apa sih di mata lo?”
“Ji...”
“Turunin gue!”
Jihoon sudah kesal luar biasa. Ia bahkan sudah melepas sabuk pengamannya setelah mengatakan kalimat tadi.
“Gak.”
“Turunin gue, Ben!” Yoonbin jelas menolak, tapi Jihoon tetap pada pendiriannya. “Kalo lo mau jemput Minhee, lo pergi aja sendiri. Gue gak mau ketemu sama dia.”
“Gak. Mama mau ketemu sama lo, jadi habis jemput Minhee, kita harus ke tempat mama.”
“Gue bisa ketemu mama lo sendiri.”
“Gue bilang gak ya gak.”
Jawaban acuh Yoonbin setelah itu membuat Jihoon mendengus. Ia tidak tahu harus mengatakan apa karena ia tahu Yoonbin benar-benar serius dengan ucapannya saat ini. Jadi, yang ia pilih setelah itu adalah menatap keluar jendela—bersamaan dengan mobil Yoonbin yang akhirnya berbelok memasuki area sebuah kantor.
“B-bentar, Ben... Kita ngapain di sini?” Pertanyaan itu lalu ia ajukan dengan mata yang masih menatap ke sekitar tempat itu.
“Jemput Minhee. Kan tadi gue udah bilang kalo kita mau jemput Minhee.” Jawaban itu baru Yoonbin berikan setelah mobilnya berhenti tepat di pintu utama kantor.
“Maksud lo, Minhee kerja di sini?”
“Dia yang punya tempat ini.”
“Hah?”
Jihoon tidak memberikan jawaban lebih untuk apa yang Yoonbin katakan selain rasa kaget luar biasa. Ia lalu kembali menatap keluar sambil menggeleng kuat. Detik berikutnya, ia langsung membuka pintu mobil dan keluar dari sana setelah mengatakan sesuatu pada Yoonbin.
“Gue pulang, Ben. Nanti biar gue ketemu sendiri sama mama lo.”
“Mau minum?”
Minhee menggeleng.
“Pulang?”
“Tunggu kak Ben.”
“Ya udah, tapi lo tenang ya. Gak ada yang bakal nyari lo sampe ke sini.”
“Tapi gue takut, Jun.”
“Iya, gue tahu. Tapi, kan ada gue di sini. Seengaknya kalo orang itu berhasil sampe ke sini, ada gue yang jagain lo.”
Minhee tidak menjawab ucapan Junho. Yang ia lakukan hanya mengeratkan pelukannya pada pinggang sahabatnya itu sambil mengatur napasnya yang memburu.
Junho sendiri hanya bisa mengelus pelan punggung pemilik marga Kang itu. Dalam diamnya, ia juga berpikir tentang orang asing yang tadi hampir menculik Minhee—jika ia tidak datang tepat waktu.
Sebenarnya, ia sudah melihat orang asing itu—orang yang sama yang ia lihat mengikuti Minhee saat mereka rapat di luar kemarin—sejak Minhee baru meninggalkan tempat makan mereka tadi. Dan saat ia melihat itu, ia langsung pamit pada Asahi untuk mengikuti orang itu. Hasilnya, ia mendapati orang itu hampir menculik Minhee. Beruntung ia bisa bergerak cepat sehingga si manis bisa ia bawa pergi dari orang itu.
“Hee?”
“Iya?”
“Orang itu, munculnya sejak kapan?”
“Sejak gue pindah ke sini. Makin parahnya setelah ayah sama bunda meninggal.”
“Kenapa dia ngelakuin itu?”
“Gue gak tahu. Tapi dia selalu bilang kalo gara-gara gue, hidup temannya hancur. Jadi, gue harus ngerasain kehancuran yang sama. Dia bilang, gue gak boleh hidup.”
“Lo kenal sama dia?”
“Gue gak kenal.”
“Minhee...!”
Junho belum membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu lagi, tapi kedatangan seseorang yang tiba-tiba di ruangan itu membuatnya urung. Minhee sendiri kaget luar biasa karena kehadiran orang itu.
“Kak Yunseong?”
“Lo gak apa-apa?”
Minhee dapat melihat raut khawatir yang menghiasi wajah Yunseong saat lelaki Hwang itu berjalan menghampirinya. Hingga saat lelaki itu berjongkok di hadapannya—yang kini duduk di sofa—dengan tangan yang bergerak meraih wajahnya, ia dapat melihat betapa Yunseong takut dan khawatir.
“Dia gak apa-apain lo kan? Dia gak nyakitin lo kan?”
Minhee hampir meneteskan air matanya saat mendengar pertanyaan berbalut khawatir itu. Seumur hidupnya, Yunseong adalah orang lain yang mengajukan pertanyaan seperti itu padanya. Bahkan sekhawatir-khawatirnya Yoonbin, pertanyaan sang kakak tidak sekhawatir pertanyaan Yunseong sekarang.
Hal itu membuatnya segera melepaskan pelukannya dari Junho dan langsung berpindah memeluk Yunseong. Yunseong sendiri langsung menyambutnya, bahkan memeluknya lebih erat—seakan dengan pelukan itu ia bisa memastikan Minhee tidak akan ke tempat yang membuatnya khawatir luar biasa lagi.
“Gue gak apa-apa, kak.”
“Jangan kemana-mana sendirian lagi. Gue udah bilang, gue gak mau ditinggal.”
Thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys be Ambitious || HwangMini
FanfictionAwalnya, hidup keduanya terlampau biasa saja, terlalu datar dan hanya berjalan apa adanya. Tapi tidak lagi setelah mereka bertemu. Karena setelah hari itu, ada ambisi rahasia di diri masing-masing, membuat hidup yang awalnya biasa-biasa saja, menjad...