Prolog

1.2K 82 8
                                    

"Aaaaaaaa............." Taeyong berteriak sekencang mungkin dan reflek menutup mata ketika sebuah mobil melaju kencang ke arahnya. Taeyong merasa tubuhnya seperti terdorong ke arah samping oleh seseorang hingga kepalanya tidak sengaja membentur aspal dengan sedikit keras.

Bruk.

Taeyong yang sebelumnya dalam posisi tersungkur segera membalikkan tubuhnya menghadap ke arah sumber suara. Ia menegang sempurna ketika melihat seseorang sudah tergeletak berlumuran darah dan di kelilingi banyak orang. Taeyong sangat terkejut sungguh, kejadian itu benar - benar terlalu cepat hingga ia bahkan tidak bisa menduganya. Tubuh Taeyong lemas hingga ia kehilangan kesadaran begitu saja.

Taeyong melenguh pelan begitu merasakan usapan lembut di punggung tangannya, mata Taeyong perlahan terbuka hingga menampakkan sosok ayu yang kini tengah terduduk sembari menggenggam erat tangannya.

"Bunda....." Panggil Taeyong pelan, wanita yang di panggil bunda itu segera menghentikan usapan tangannya dan memandang putra manisnya yang terbaring lemah dengan senyum tipis.

"Akhirnya kau sadar juga sayang, bunda sangat mencemaskan mu. Bagimana bisa kau menjadi seperti ini?. Hikkksss...."

"Aku tidak apa - apa, bunda jangan menangis tolong." Taeyong menyeka air mata di pipi Yoona dengan sangat lembut kemudian tersenyum manis seolah meyakinkan ibunya jika dia memang baik - baik saja.

Taeyong merubah posisinya dari yang semula terbaring kini menjadi duduk dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Taeyong mengarahkan pandangan dan menatap ke sekelilingnya. Ah rumah sakit ya?.

Deg.

"Bunda dimana Bibi Taeyon?. Aku ingin bertemu Bibi Taeyon sekarang bunda, tolong?!." Taeyong menggenggam tangan Yoona dengan mata yang berkaca - kaca. Taeyong ingat sekarang, kenapa dia ada di sini. Ingatan dimana Taeyong melihat tetangganya itu mengorbankan nyawa hanya untuk menolong dirinya agar terhindar dari celaka.

"Sayang tenanglah!. Bibi Taeyon ada di ruang UGD dan sekarang dokter sedang menanganinya." Yoona mengelus kepala Taeyong, namun Taeyong justru menghentikan usapan Yoona dikeningnya dan membawa tangan itu kembali ke genggamannya.

"Yongie mohon bunda. Yongie ingin bertemu Bibi Taeyon." Taeyong memohon, manik yang tadinya berkaca - kaca itu kini telah menetes dan membasahi pipi pucatnya.

"Tapi sekarang kau harus istirahat sayang!." Yoona kembali membujuk Taeyong agar bocah manis itu mendengarkan ucapannya. Tapi bukannya mengerti, Taeyong justru malah semakin menangis dengan sejadi - jadinya.

"Bunda tidak mengerti, bagaimana Yongie bisa istirahat dengan tenang sedangkan Bibi saat ini Bibi Taeyon sedang berjuang. Taeyong ingat benar bun, bagaimana Bibi Taeyon terkapar dan berlumuran darah. Dia menjadi seperti itu hanya karena ingin menyelamatkan ku." Taeyong semakin terisak hingga Yoona yang melihatnya pun ikut meneteskan air mata. Ia dapat merasakan kesedihan yang dirasakan oleh putranya.

Yoona membawa Taeyong ke dalam pelukannya, memberikan ketenangan hingga tak lama kemudian isakan itu pun mereda. "Baiklah bunda akan membawa mu bertemu dengan Bibi Taeyon, tapi jangan menangis bunda mohon!."

Taeyong segera mengusap air mata di pipinya dan turun dari ranjang dengan dibantu oleh Yoona. Langkah demi langkah Taeyong ambil dengan begitu tergesa melupakan rasa sakit di kakinya agar ia bisa segera bertemu dengan bibi Taeyon-nya.

Langkah Taeyong terhenti ketika melihat seoarang lelaki seusia ayahnya sedang terduduk di kursi tunggu sambil menenangkan bocah laki - laki yang menangis di pelukannya. Itu adalah Siwon suami dari Taeyon dan bocah laki - laki itu adalah putra mereka.

"Ayo!." Taeyong tersentak ketika bahunya ditepuk oleh Yoona. Ia kembali melangkahkan kakinya menuju tempat Siwon berada.

"Paman maafkan Yongie yang telah membuat Bibi Taeyon menjadi seperti ini." Ucap Taeyong penuh sesal dengan air mata yang kembali mengalir dari mata bulatnya.

Distance (Markyong) // On HoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang