Part 30. pergi

362 17 1
                                    

"Untukmu yang mencintaiku, aku juga mencintaimu. Love you,"

        ♡♡ Bara Adi Cahyana♡♡

Menyapu halaman dengan sapu lidi, Bara duduk di teras menghempas lelah. Dari subuh dia tidak berhenti bekerja, apalagi hari ini Ayessa tidak menyisakan makanan untuknya. Hanya ada sepotong roti, itu pun dari tempat sampah yang ada di dekat Bara, dia mengambil roti itu dan memandangnya sekejap. Mau tidak mau, Bara harus memakan roti itu setelah dia bersihkan dengan air atau nanti dia akan lemas saat lanjut bekerja. Dari dalam, Ayessa datang melempari Bara baju-baju bersih. Kemaren lupa tidak menyetrika, apalagi bajunya mau di pakai nanti jadi Bara harus mengerjakan itu sekarang juga dan meninggalkan roti yang hendak dia lahap di lantai teras.

Melihat itu, Ayessa berdecak pelan. Dia menendang roti itu dengan kakinya tepat masuk ke dalam tempat sampah lagi lalu menggulirkan kursi rodanya ke dalam membuntuti Bara.  Menyalakan setrika lalu menata baju-baju yang di lemparkan Ayessa, Bara mulai menyetrika satu persatu baju itu lalu menggantungnya di almari Ayessa. Tak lupa baju Rocky juga ada di situ, karena rencananya Ayessa dan Rocky akan pergi berdua siang ini. Selesai itu, Bara berniat kembali ke teras untuk makan tapi mengetahui rotinya kembali masuk ke tempat sampah, dia mengurungkan niatnya lalu masuk ke dalam rumah. Saat melewati pintu depan, dengan tidak sengaja Bara menyenggol pot besar yang di jadikan pajangan hingga pecah.

"Krimpying!" Suara guci terguling pecah.

Mendengar itu, Ayessa bergegas menggulirkan kursi rodanya ke luar rumah melihat apa yang terjadi. Mengetahui gucinya yang mahal pecah, tanpa pikir panjang dia menarik tangan Bara kasar ke garasi. Membuka pintu dan melemparkan Bara ke dalam mobil, Bara membenarkan posisi duduknya di jok depan mobil. Di rasa situasi sudah aman, Ayessa mulai berdiri lalu melipat kursi rodanya dan bergegas masuk ke dalam mobil. Mereka berdua pergi tak tentu arah, Ayessa sedari tadi diam saja tidak memberitau mau kemana. Hingga Akhirnya Bara membuka suara agar tidak salah jalan.

"Tante, kita mau kemana?" Tanya Bara lirih tapi masih terdengar di telinga Ayessa.

"Berhenti!" Sambar Ayessa tegas.

Mobil yang mulanya jalan itu mendadak berhenti di pinggir jalan, di mana dulunya Bara pernah di turunkan di situ saat dia pingsan dari siang sampai sore. Ayessa dan Bara turun di pinggir jalan itu, Bara di suruh berbalik badan ke belakang. Tanpa berpikir Ayessa akan mencelakainya, Bara langsung berbalik badan ke belakang menunjukkan punggungnya yang terbalik hoddie. Ayessa mengambil balon ukuran jumbo yang sudah di tiup oleh Pino tadi, dia bawa balon itu tepat di belakang Bara lalu dengan gunting. Dia meletuskan balon membuat jantung Bara tersentak terlalu dalam, Bara mematung beberapa saat di tempatnya.

Mengetahui itu, Ayessa bergegas pergi meninggalkan Bara sendiri di pinggir jalan. Bara terkulai di tanah sambil kejang-kejang, dari kejauhan Cahaya yang selesai joging berhenti sejenak ketika melihat orang kejang-kejang, awalnya dia tidak tau kalo itu Bara tapi dari hoddie dan masker tak asing baginya.Kejangnya berhenti membuat Cahaya mendadak panik, dia berlari kencang menghampiri orang itu. Dan  langsung memeriksa denyut nadi ketika tau yang kejang-kejang sedari tadi adalah Bara. Cahaya kaget ketika tau denyut nadi Bara sudah berhenti, dia lalu mendekatkan telinga di dada bidang milik Bara mendengarkan detak jantung. Berharap Bara bisa tertolong tapi Tuhan berkata lain, detak jantungnya tidak terdengar lagi.

Setitik air mata di sudut mata Cahaya  meluncur, dia menangis deras melihat orang yang dia suka sudah tidak ada. Cahaya tersungkur lemas seakan terambil salah satu bagian tubunya, saat ada sekumpulan bapak-bapak lewat. Cahaya langsung berdiri membersihkan air matanya dan meminta bantuan pada bapak-bapak itu untuk membawa jenazah Bara ke rumahnya, Cahaya akan mengurusi semua kebutuhan Bara mulai dari pemakaman hajatan dan sebagainya, dia juga akan melonggarkan waktu untuk mengabari Dina adiknya Bara supaya dia bisa mengunjungi kakaknya sewaktu-waktu. Sampai di rumah, mama dan papa kaget ada jenazah di bawa ke rumah di buntuti Cahaya  dari belakang. Mereka meminta penjelasan akan ini semua.

Cahaya hanya bilang bahwa ini cara yang terbaik untuk memuliakan orang yang dia cintai terakhir kalinya. Orang tuanya mengangguk pertanda mengerti, mereka ikut andil dalam mengurusi jenazah Bara. Prosesi pemakaman selesai sore hari, di mana senja masih berseri-seri di ujung sana. Cahaya dan mama papanya masih setia menunggui di makam Bara meski warga yang ikut menguburkan jenazah sudah 0ulang dari tadi, isak tangis sesekali terdengar dari mulut Cahaya yang tidak bisa merelakan Bara begitu saja. Dia sangat mencintai Bara dan sampai kapanpun akan terus begitu, mama dan papanya membujuk Cahaya agar mau di ajak pulang, mereka menyuruh Cahaya untuk mengikhlaskan kekasih hatinya itu.

Anggukan kecil pertanda setuju nampak di kepala Cahaya, dia mencium nissan yang bertuliskan Bara Adi Cahyana bin Ahsan lalu berdiri bergabung dengan mama dan papanya yang sudah menunggui sedari tadi. Mereka bertiga berjalan kaki kembali pulang ke rumah dengan sisa-sisa kesedihan yang ada pada dirinya masing-masing. Sampai rumah, Cahaya mengurung dirinya di dalam kamar meratapi kepergian Bara yang baru terjadi di depan matanya. Harusnya dia saat menculik Bara kala itu sekalian membawanya ke rumah dan merawatnya dengan baik, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Dia menghapus air matanya yang setiap kali meluncur dengan tissue.

Kamar yang setiap hari bersih itu hari ini berantakan, tissue kotor di mana-mana. Bau yang selalunya harum mengisi ruangan itu menjadi pengap karena Cahaya terlalu lama menangis, dia mengacak-acak rambut, membuang bantal, guling sembarangan membuat kamar itu seperti sarang hewan. Seprei yang semulanya melekat dengan kasur kini sudah terpisah dengan kasurnya. Dia merasa bodoh tidak mengambil tindakan ketika tau Bara sakit kala itu. Ibunya Cahaya mengetuk pintu dari luar membawa nampan berisi makan siang dan susu hangat. Namun Cahaya tidak kunjung membukakan pintu, ibunya tidak henti memintanya untuk membukakan pintu tapi sama sekali tidak di gubris oleh Cahaya. Hingga setelah beberapa saat hingga dirinya sedikit tenang, baru dia membuka pintu kamarnya.

Di suapi sambil di nasehati hal-hal yang positif menambah ketenangan di hati Cahaya, ibunya bilang kalo dia boleh melakukan apapun semaunya asalkan hal itu bisa membuatnya tenang. Sesekali melontarkan candaan agar Cahaya bisa mengulurkan senyum seperti sedia kala, kadang tetap terdiam kadang juga berhasil ketawa saat ibunya melontarkan candaan padanya.

                     TAMAT



Bara [END] OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang