Bab 14 : Badai Yang Membawamu Padaku

287 47 17
                                    

Original Story
©  Ashimanur

Happy Reading

Putih lebih mendominasi di hari yang mendung ini, mungkin matahari ikut berkabung atas kepergian Raja yang orang kenal sebagai sosok panutan mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Putih lebih mendominasi di hari yang mendung ini, mungkin matahari ikut berkabung atas kepergian Raja yang orang kenal sebagai sosok panutan mereka. Pria tua yang bahkan jarang mengunjungi rakyatnya, bahkan matipun tidak ada satupun rakyatnya yang datang. Sejak pagi gerimis mengundang sudah menyapa, payung-payung hitam terkembang menutupi angkasa seolah tengah merundung air yang jatuh dari langit.

Pakaian putih yang nampak suci ternodai, Marcus yang berdiri tepat di sebelah peti mati Raja Louis hanya mampu memandang dengan tatapan kosong. Pria tua berkeriput itu harus merasakan sakit yang teramat dengan mati di tangan istrinya sendiri. Marcus melirik ke belakang tepat dimana Xavier yang tengah ditutupi payung oleh pelayan wanitanya. Tanpa air muka, namun jelas matanya berbinar bahagia.

Kepalan tangan itu erat tergenggam di kedua sisi pakaiannya. Dengusan samar dia dengungkan tatkala Xavier mendekat untuk mengecup terakhir kali wajah Raja Louis yang begitu gagah dalam balutan pakaian resmi milik kerajaan. Di luar sana rakyat tengah berduka, namun dia dalam sini rasanya badai sudah hampir tiba.

Xavier merunduk untuk mengecup pipi sang suami. "Selamat tinggal, semoga kita berjumpa di neraka, Suamiku," bisiknya. Menjauh dan mundur tepat di samping Aiden yang tetap berwajah datar.

Peti mati tertutup rapat dan dikunci oleh sang pendeta. Digotonglah peti tersebut memasuki wilayah pemakaman khusus anggota kerajaan. Sebuah pintu hitam besar menjulang tertutup rapat, di sinilah tempat disemayamkannya seluruh para raja terdahulu. Bahkan Ibunda Marcus pun ada di sana, dan rencananya peti mati Raja Louis akan diletakan di sebelah peti milik Ratu Diana. Mereka semua diawetkan, dan ruangan yang letaknya sedikit dibawah itu hanya dimasuki oleh Perdana Menteri, Aiden dan Marcus saja. Ketiganya menatap terakhir kali sebelum akhirnya pendeta berdoa.

Gerimis kian membesar kala pintu hitam tertutup. Sesi pemakaman berakhir. Tangis pelayan masih menderu karena tak menyangka Raja Louis akan pergi secepat ini. Bahkan di luar sana, rakyat mendongak pada langit yang berkabung, selama beberapa hari ke depan akan ditetapkan sebagai hari berduka untuk Eynsworth. Hari ini seluruh rakyat diminta untuk tidak beraktivitas dan tetap di rumah mengiring kepergian Raja yang tidak mereka lihat wajah terakhirnya.

Xavier lepaskan kain tipis yang menutupi kepalanya sepanjang hari, mengeluh dan duduk di kursi kebanggaan Louis dahulu dengan mudah. Menghela lega karena sepanjang hari ini dia terlalu lelah mengikuti seluruh rangkaian pemakaman. Meski sejujurnya dia ogah melakukan ini, namun mengingat takut nanti akan ada kecurigaan di masyarakat mengenai kematian Raja Louis. Alhasil dia harus rela mengikuti semua rangkaiannya, meski malas.

"Anda terlihat sangat pantas duduk di sana, Yang Mulia," ujar Sir Johnsons yang baru tiba seraya tersenyum.

Xavier tergelak. "Kau benar, Menteri Sosial. Ah, rasanya tempat ini memang diciptakan untukku."

[END] Fiction : The Crown Prince and His ServantsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang