[5]. Tukang Dusta

9 0 0
                                    

  Satu minggu sejak kunjungan terakhir, Lio menolak kehadiran Charis di ruang rawatnya. Semua tingkahnya menyebalkan, dan membuat Charis frustrasi.

  Key, Lya, dan Raty yang melihatnya ikut merasa sedih. Lya pun tidak habis pikir dengan kakaknya yang mendorong jauh kehadiran Charis di sisinya setelah insiden menyedihkan tersebut.

  Frustasi dengan keputusan sepihak Lio, Charis memutuskan mendatangi pria itu meski apapun yang terjadi.

  Ketika bahkan matahari belum menyapa gulitanya langit. Dan suhu di luar begitu menusuk tiap-tiap jengkal pori-pori kulit, Charis dengan kaus tipis dan celana jeans hitam selututnya melaju membelah jalanan kota di atas motor yang rasanya sudah begitu lama ia tinggalkan teronggok di garasi rumahnya.

  Begitu sampai, ia langsung melangkah begitu saja ke ruangan tempat Lio di rawat. Ia mampu merasakan perasaan jengkel di tiap-tiap langkah berat yang ia ambil saat ini.

  Ia berjanji akan benar-benar memukul kepala pria yang mendadak bodoh itu. Charis rasa dokter tidak memeriksa kepala Lio dengan benar. Siapa yang tahu jika ada satu atau dua benturan di kepalanya yang menyebabkan pria itu se-idiot sekarang.

  Namun ketika langkahnya menjejak di depab ruang rawat inap pria goblok yang membuat nya jengkel setengah hidup itu, tubuhnya melemas. Seolah seluruh oksigen di sekitarnya di sita habis. Dunianya berhenti. Ntahlah, rasanya seperti dunia akan berakhir beberapa detik lagi bagi Charis.

  Ruang itu kosong. Keberadaan pria-nya lenyap. Hanya tersisa seorang suster yang sedang membersihkan ranjang bekas pria-nya berbaring biasanya.

  Hatinya terguncang. Menarik nafas dalam, berusaha tenang sebaik yang dia mampu. Dengan suara lirih ia bertanya pada suster.

  "Permisi, pasien disini kemana ya Sus?"

  "Oh, keluarga pasien bilang akan dipindahkan kerumah sakit lain,Mbak. Cuma dimana tempat persisnya saya kurang tau"

  Charis terduduk lunglai di  lantai rumah sakit. Bersandar pada dinding dingin ruang rawat yang kini telah kosong.

  Air matanya mengalir deras isi kepalanya kosong. Ia benci jadi tolol. Namun kepergian Lio tak hanya membuatnya kehilangan tiap tiap sel kecerdasan di otak, namun juga sisa kewarasan yang susah payah ia pertahankan.

  Ia tidak menggubris kalimat macam apapun dari suster yang tampak panik menanyakan keadaannya. Charis tidak peduli lagi. Lio meninggalkan nya. Sama seperti Chara, Lio mengingkari janjinya. Di dunia dimana Lio tak bersamanya. Charis tidak ingin hidup lagi.

_GLADIOLA_

Beberapa tahun yang lalu..

  "Kak, gue capek. Hidup ini brengsek banget. Gue mau mati aja," ujar gadis berseragam putih biru lecek yang basah kuyup di guyur hujan deras bulan Januari di hadapan seorang laki-laki berseragam SMA yang mentapnya khawatir.

  Pria itu menarik lengan mungil gadis yang kelihatan rapuh itu dan mendudukannya di kursi kecil Betamart. Tangannya menyodorkan segelas Teh Tarik hangat yang tak disambut oleh gadis itu. Merasa pasrah, laki-laki itu pun meletakkan segelas minuman hangat tersebut di meja kecil yang berada di antara mereka.

  "Kamu itu masih kecil. Kenapa pikirannya mati terus sih? Memang kamu ga punya cita-cita yang pengen diraih? Ga mau jadi orang kaya gitu?," pria itu mengelus kepala gadis yang tubuhnya sedikit demi sedikit mulai bergetar menahan tangis. Mata gadis itu memerah, namun tangisnya tak kunjung pecah.

  "Buat apa? Buat apa gue kaya? Orang yang berharga buat gue udah mati! Hidup gue udah gaada gunanya lagi! Kenapa gue ga boleh pengen mati? Kenapa?!"

  Laki-laki itu tertegun sejenak, kemudian menyesali apa yang sudah keluar dari mulutnya beberapa menit yang lalu. Ia memang tidak terlalu mengetahui latar belakang gadis ini, tidak seharusnya dia lancang berkomentar. Ia hanya mengenali gadis ini sebagai teman akrab adiknya. Jadi, saat tadi ia membawa gadis yang membiarkan dirinya di guyur hujan deras itu ke depan Betamart ini, ia hanya berusaha menjadi Kakak yang baik. Ia kira gadis ini menangis karena masalah sepele, namun ternyata Ia salah.

  "Shh..shhh.. maafin Kakak ya. Kakak salah udah ngomong gitu. Kamu boleh nangis yang banyak gapapa, nangis aja."

  Tangan laki-laki itu dengan ragu mengelus puncak kepala gadis yang kini menangis sesegukan di hadapannya. Telapak tangannya dapat merasakan betapa kasar dan keringnya rambut gadis ini. Gadis ini terlihat sangat lusuh dan tidak terawat untuk ukuran anak dari orang yang berada. Apa yang sebenarnya terjadi pada gadis ini?

  Ketika Ia merasakan tangis gadis itu mulai mereda, Ia  kemudia kembali menyodorkan Teh Tarik yang sudah tidak terlalu hangat itu kepada gadis menyedihkan dihadapannya. Ia elus-elus puncak kepala gadis itu perlahan dengan maksud membuatnya merasa nyaman.

  "Lya pasti beruntung banget punya kakak kayak lo. Gue.. dulu juga punya Kakak. Tapi gue tetep iri sama Lya karena Kakanya masih bisa tumbuh bareng dia." Gadis itu menatap ke arahnya dengan tatapan yang ntah apa artinya.

  "Bahasa yang kamu pake terlalu berat buat kamu, Dasar Anak Kecil!," ucap laki-laki tu sambil dengan gemas mengusak kepala gadis kecil dihadapannya "Lagian, aku kan Kakaknya Lia. Sedangkan kamu itu sahabatnya Lya. Otomatis, aku juga jadi Kakak kamu. Jadi jangan sedih sedih lagi ya. Apalagi sendirian dibawah pohon gitu, kamu malah mirip penampakan. Kalo sedih cerita ke Kak Lio aja ya, Manis?"

  Charis memalingkan wajahnya malu. Sudah lama sekali sejak terakhir kali seseorang memintanya untuk berbagi. Tidak ada lagi setelah Peri Cantik-nya pergi.

  "Tapi kalo jadi Kakak gue, itu artinya lo ga boleh ninggalin gue. Apalagi tanpa pamit. Lo sanggup?," ucap gadis itu sambil mendongak menatap ke arah Lio seolah menodongnya dengan janji.

  Lio terkekeh gemas "Kamu tenang aja. Kakak ga akan ninggalin kamu kok. Kakak ga mau kamu menjelma jadi penampakan anak gadis di bawah pohon kayak tadi lagi. Meresahkan warga, tau?"

  Gadis itu memukul bahu laki-laki di hadapannya sambil berseru gemas "Sialan!"

  "Mulutnya!"

_GLADIOLA_

  Seorang gadis dengan baju kaus tipis dan rambut berantakannya kini terduduk di pelataran mini market sambil membiarkan air matanya jatuh mengalir membasahi kedua belah pipinya. Ia remas kaleng kopi instan berwarna hijau itu di tangannya, hingga tanpa sadar kaleng itu melukainya.

  Darah menetes dari telapak tangannya. Ia bisa dengan jelas merasakan denyut pedih dari luka terbuka itu "Brengsek! Bajingan tukang tipu!"

  Gadis itu berseru murka sambil memandangi derasnya rintik hujan yang turun membasahi bumi yang sedang tertidur. Beberapa orang di sekitarnya sontak melihat ke arahnya dengan sorot penasaran. Tapi gadis itu acuh.

  Hujan sudah mulai mereda setelah hampir 1 jam mengguyur muka bumi ini dengan derasnya. Namun, gadis itu tak kunjung beranjak. Ia hanya menatap kosong pada lalu lalang kendaraan di jalan raya. Mungkin saja, mungkin.. satu dari kendaraan itu tengah membawa sosok yang tengah Ia cari keberadaanya.

  Gadis itu tetap duduk disana hingga kendaraan yang berlalu lalang pun semakin menyepi. Namun gelagatnya tak memperlihatkan gesture ingin beranjak. Tanpa Ia sadar, selama Ia memandangi tiap tiap kendaraan yang berlalu, sepasang mata setia memandanginya sambil meremas se-botol anti-septic dan kasa pembalut.

  "Kenapa tingkah lo harus semenyedihkan ini sih, Ris?," ucap pria itu sambil meremas benda di tangannya.

_GLADIOLA_

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GLADIOLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang