Gelap yang menyapa ketika ketiganya menginjakkan kaki di apartemen Yoongi. Lampu enggan menyala kendati sang pemilik ruangan telah menekan sakelarnya beberapa kali. Televisi juga tidak bisa menyala. Ada pemadaman listrik, begitu pikir mereka.
Tapi setelah Yoongi membaca berita yang kebetulan muncul pada notifikasi ponsel, barulah mereka tahu, kalau gardu induk yang berada tidak jauh dari bangunan apartemen ini rusak, meledak beberapa saat yang lalu.
Terpaksa, untuk malam ini lampu senter menjadi alat penerangan seadanya.
.
Padamnya listrik yang mereka kira hanya di malam hari, ternyata berkelanjutan hingga pagi. Gardu induk belum diperbaiki, dan kemungkinan besar tidak akan diperbaiki, mengingat keadaan sudah begitu kacau.
Padamnya listrik, berarti juga tidak ada berita dan arahan yang disiarkan melalui televisi. Karena itulah, pagi ini Yoongi menyibukkan diri dengan ponsel dan jack 3.5 mm yang berasal dari headset Jungkook untuk mencari siaran radio yang tepat.
"Bagaimana, Yoon?"
Pertanyaan Jimin dibalas dengan gelengan lelah. Selama Yoongi berkutat dengan radio di ponsel, hanya suara dengungan yang terdengar. Bukan suara penyiar radio seperti yang biasa ibunya dengar ketika membersihkan rumah.
"Tidak tahu. Hanya berdengung sedari tadi," balasnya.
"Sini, biar kucoba." Setelah berkata demikian, Jimin memapak diri di samping pemilik rumah, lantas duduk berselonjor dengan ponsel yang ada di dalam genggaman. Raut wajahnya nampak serius sekali. Memindah dari stasiun satu ke yang lain dan berakhir dengan dengusan sebal.
"Tidak terdengar apapun. Sinyal telepon juga menghilang," tuturnya pada Yoongi yang menatap penuh harap.
"Kurasa kita akan habis di sini," Jungkook mencicit. Melangkah menuju balkon dan menengok keluar, di mana kekacauan terlihat jelas. Tidak sengaja dirinya melihat drone yang diterbangkan meninggi. Seketika benda itu menjadi fokusnya. Maniknya terus mengikuti hingga drone tadi merendah, dan berhenti pada kamar apartemen bangunan seberang.
Jungkook terus mengawasi hingga seorang lelaki muncul dari balik tirai balkon untuk membawa masuk drone dan menutup pintu kaca juga tirainya dengan rapat.
Diam-diam anak itu tersenyum kecil.
Ada orang selain mereka di tempat ini. Jungkook menarik kata-katanya. Ia masih memiliki harapan.
.
20.00
Malamnya, Jungkook kembali ke balkon dengan laser milik Yoongi dalam genggaman. Matanya menyipit mengamati salah satu kamar di apartemen seberang, juga untuk memastikan bahwa targetnya tidak salah.
Setelah yakin hitungannya benar, dihidupkannya laser yang mengarah pada pintu kaca balkon. Memutarnya melingkar tak beraturan untuk mengusik lelaki yang ia tebak adalah pemilik drone siang tadi.
"Kook, sedang apa?" Pertanyaan Jimin dibalas dengan tunjukan menggunakan dagu. Segera saja lelaki itu mengikuti arah tunjukan Jungkook. Maniknya terfokus pada sinar merah dari laser yang bergerak acak di pintu kaca balkon.
Tak lama setelahnya, tirai balkon disibak. Samar-samar, Jimin dapat melihat presensi lelaki yang melambaikan tangan dengan semangat.
"Aneh," cibirnya, walau ada rasa lega dalam hati. Menyadari bahwa ada orang selain mereka bertiga yang masih hidup, dalam artian hidup benar-benar sebagai manusia.
.
Pagi harinya, pukul delapan ketika Yoongi baru saja bangun dan pergi ke balkon untuk mengamati situasi luar, dirinya tidak sengaja menemukan drone beserta kantong belanja yang tergantung.
Dahinya mengernyit. Ada ragu untuk mengambil kantong belanja yang terikat di kaki drone, atau membiarkannya tetap pada posisi awal. Cukup lama berpikir, dan Yoongi memutuskan untuk tidak menyentuhnya barang satu jari. Sampai ketika Jimin datang dengan lenguhan bangun tidur, mata sipit lelaki Park itu melebar. Secepat mungkin ia mengambil kantong yang dikaitkan pada drone, dan mendapati sebuah protofon juga sepucuk surat.
Pandangannya beralih pada bangunan seberang.
Apa mungkin orang semalam? Jimin berucap dalam hati. Ia menghampiri Jungkook yang masih pulas terlelap.
"Jung, bangun." Kakinya menendang pelan punggung remaja yang masih pulas. Tak butuh waktu lama rupanya. Karena segera setelahnya Jungkook bergegas bangun.
"Ada apa?"
"Ini," Jimin berujar. Tangannya mengulurkan dua barang yang masih belum diketahui pemiliknya.
"Dari siapa?" Jimin menggeleng. "Tidak tahu."
"Ada drone juga di balkon. Sepertinya dikirim dengan drone," Yoongi menjawab. Jimin mengangguk membenarkan.
"Apa mungkin orang yang semalam, Kook?" celetuknya. Jungkook bergumam pelan. Mengambil surat di tangan Jimin lalu membacanya.
'Orang dengan laser, 'kan? Aku Lee Changgu dari bangunan seberang. Nyalakan protofonnya, dan ayo berbicara.'
"Iya, orang bangunan seberang," Jungkook menjawab. Anak itu mengulurkan suratnya agar dua yang lain bisa membaca, dan bergegas menyalakan protofon.
"Halo?"
"Oh, astaga! Kau menjawab! Kupikir sudah mati dimakan zombie!"
Yoongi mengernyit tidak suka. Apa-apaan kalimat itu.
"Ini aku, Lee Changgu. Keluarlah, aku ada di balkon."
Ketiganya bergegas keluar, dan benar saja. Ada lelaki di bangunan seberang yang melambaikan tangan dengan protofon di tangannya.
"Kau tidak sendiri?" Lee Changgu bertanya.
"Kami bertiga."
Oh ....
Gumaman pelan Jungkook dapatkan. Cukup lama ketiganya bersenda gurau. Bertanya keadaan masing-masing dan bercerita cukup banyak, sampai lelaki seberang berucap malu-malu,
"M-maaf, tapi bolehkah aku meminta beberapa makanan? Persediaanku sudah habis sejak kemarin malam."
Jungkook dan Jimin tertawa puas. Lantas mengangguk dan mengisi kantong belanja yang terkait pada kaki drone dengan beberapa makanan untuk diberikan pada Changgu. Lain dengan Jungkook dan Jimin yang nampak bersemangat, Yoongi terdiam. Menatap lelaki di bangunan seberang dengan alis menukik.
Di saat seperti ini, bukankah terlalu cepat bagi mereka untuk mempercayai orang lain?
To Be Continue
Yeo Changgu alias Lee Changgu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare ✔
ФанфикDisclaimer: fanfiction | Action, zombie - Completed Wabah misterius yang memicu punahnya umat manusia menyebar! Seperti bertentangan dengan hukum alam, matahari nampak seperti terbit dari ufuk barat. Kota itu hancur, kacau balau hanya dalam waktu sa...