XVIII - DELAPAN BELAS

103 29 2
                                    

Sejeong melajukan sepedanya dengan santai. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya. Ia berusaha mempercepat laju sepedanya ketika melewati tenda makan pinggir jalan yang membawa kenangan buruk untuknya, sebelum ekor matanya menangkap sesosok laki-laki.

Buru-buru Sejeong menekan rem sepeda. Ia memundurkan sepedanya dan mengintip lewat pintu masuk tenda. Seorang laki-laki yang kepalanya mengangguk-angguk karena mabuk tertangkap dalam ekor mata Sejeong.

Gadis itu mendecak. "Aish!"

Sejeong kemudian turun dari sepeda dan memarkirkan sepeda di samping tenda oranye itu. Awalnya, ia merasa sedikit ragu dan mencoba mengintip lagi untuk memastikan ke sekeliling bahwa orang-orang mabuk yang tempo hari mengejarnya tidak ada di sana.

Setelah merasa aman, ia masuk ke dalam tenda dan langsung mendatangi meja kakaknya.

"Oppa! Kamu mabuk lagi!"

Mendengar suara itu, orang yang dipanggil 'oppa' mendongak dan menemukan wajah adik kesayangannya. Senyumnya tersungging, tetapi ia terlihat seperti lelaki hidung belang.

"Sejeong-ah, adikku ... yang manis! Kamu ... ke sini untuk ... menjemput Oppa, kan? Uhhh ... kamu memang kesayanganku."

Sejeong mengibaskan tangan ke depan wajahnya. "Uh, bau alkoholmu sangat kuat." Ia kemudian mengedarkan pandangan ke atas meja. Terdapat tujuh botol soju kosong di sana. Melihat itu, ia spontan menggelengkan kepala. "Oppa pasti sangat bersenang-senang hari ini, kan?" Sejeong menyunggingkan senyum dibuat-buat kemudian menendang kaki meja hingga mengeluarkan bunyi yang keras.

Brak!

Kakak laki-lakinya terlonjak kaget.

"Ya! Daripada Oppa mabuk-mabukkan hampir setiap hari di sini, lebih baik Oppa pulang dan temani ibu di rumah! Aish, jinjja!"

Setelah mengatakannya, Sejeong melengang pergi dari meja. Kakaknya terdiam sejenak, sebelum kemudian berdiri dan mengikuti Sejeong sambil tersenyum. Ia berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang sempoyongan.

"Sejeong-ah! Ah, kamu tetap manis ... walaupun sedang marah."

Kakaknya berhasil menggapai Sejeong sebelum gadis itu mencapai pintu tenda. Sejeong langsung mengenyahkan tangan kakaknya dari bahunya, tetapi ia justru kehilangan fokus dan tersandung. Tubuhnya terjatuh di luar tenda.

"Kyaa!" teriaknya ketika tubuhnya menghantap aspal dengan keras. Ia mengerang sebentar sembari melihat siku blazernya.

"Sejeong-ah! Gwaenchanha?" Kakaknya mengulurkan tangan untuk membantu, tetapi Sejeong menepisnya.

Gadis itu berdiri dan melangkah menuju sepedanya. Kakaknya masih mengikuti di belakangnya sembari menatap adik kesayangannya dengan khawatir. Ia terus bertanya apakah adiknya itu baik-baik saja walaupun tidak digubris oleh Sejeong.

"Sejeong-ah ... jangan begitu ..." Kakaknya memegang tangannya, tapi lagi-lagi Sejeong menepisnya.

Ia kesal karena kakaknya sering menghabiskan uang untuk mabuk-mabukan di tempat itu. Padahal selain uangnya bisa dipakai untuk kebutuhan lainnya, ia berpikir bahwa kakaknya bisa pulang ke rumah lebih awal dan menemani ibunya yang sendirian di rumah.

Ia masih berusaha tidak memedulikan kakaknya, tetapi seseorang tiba-tiba datang dan mendorong kakaknya ke aspal.

Sejeong menarik napas terkejut. "Apa yang kamu lakukan?" Sejeong memandangi kakaknya yang tergeletak di aspal, lalu menoleh pada orang yang melakukannya. "Huh? Oh Sehun? Lagi-lagi kamu?"

***

"Kamu ini jangan-jangan hantu, ya?" tanya Sejeong.

Merasa pertanyaan itu diarahkan padanya, Sehun membalasnya dengan dengkusan.

Vanila - SejeongxSehun [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang