Tap... Tap.... Tap....
Bunyi sepatu yang beradu dengan lantai keramik, terdengar di penjuru ruangan. Seorang lelaki berjas hitam dengan dalaman baju turtle neck memandangi lukisan di depannya dengan kepala sedikit miring ke kanan. Lelaki itu mencoba menerawang lukisan yang didominasi warna biru. Sudah 1 jam lamanya ia berdiri di depan lukisan berjudul, "Childhood." Pikirannya dibawa melayang ke tempat di mana ia mendapatkan inspirasi. Melihat lukisan itu, masa lalu pun mulai memenuhi imajinasinya. Anak lelaki dengan kaki tanpa alas berlarian di atas pasir putih diiringi gelak tawa. Setiap langkahnya meninggalkan jejak, begitu juga dengan kenangan akan ombak menari-nari di pinggir pantai. Ia merindukan masa itu.
"Berapa lama lagi kau akan melihat lukisan ini?"
Pria itu akhirnya berhasil mengalihkan pandanganya pada seorang lelaki yang lebih pendek darinya, berdiri dengan segelas kopi di tangan kanannya. Park Jimin, bunyi dari name tag yang terpasang pada kartu pengenal yang melingkar di lehernya.
"Entahlah, aku terlalu menyukainya."
"Aku sarankan kau untuk pulang sehabis pameran ini. Kau butuh istirahat, Jungkook."
Pria bernama Jungkook itu mengeluarkan suara mendengus, tidak setuju dengan saran sahabatnya. Dirinya tidak bisa pulang begitu saja, masih banyak hal yang harus diselesaikan. Pulang ke rumah bukanlah sesuatu yang bisa ia lakukan ditengah kesibukannya. Bukan pilihan pertama yang pasti.
"Terlalu jauh, aku tidak punya waktu. Aku terlalu sibuk untuk itu."
"Baiklah, terserah dirimu. Aku tidak akan menerima keluhan jika kau letih," sahut Jimin sembari menyeruput gelas berlabel starbucks.
"Kapan aku pernah mengeluh, Jimin. Kaulah yang mengeluh bagaimana sibuknya dirimu mengurusi semua acaraku karena kau tidak bisa berpacaran dengan kekasihmu." Balasnya sembari menyunggingkan senyum mengejek. Park Jimin, teman Jungkook sewaktu di perkuliahan, memutuskan untuk menerima tawaran menjadi kordinator pameran Jungkook kali ini.
"Benar sekali. Arin memarahiku karena membatalkan janji, untunglah tiket gratis pameran ini bisa membuatnya berhenti,"
Jungkook tertawa mendengar celotehan Jimin yang sudah biasa ia dengar semenjak hari-hari terakhir pameran. Ya, dia mengerti bahwa mempersiapkan pameran ini tidak mudah. Banyak halangan yang harus dituntaskan. Memiliki pameran tunggal di usia yang belia tidaklah sama dengan bermitra dengan pelukis lain. Jungkook telah menempuh jalan yang terjal untuk menjadi seorang pelukis. Ketika mendapatkan kabar bahwa ia bisa menyelenggarakan pameran di salah satu museum terkenal di Korea, ia tak mampu menahan rasa bahagianya. Andai saja kedua orang tuanya ada di sini sekarang.
"Aku akan mengurusi tamu-tamu dulu, berkelilinglah sebelum melayani wartawan nanti."
Jimin berlalu meninggalkan Jungkook di depan mahakarnyanya. Pameran ini mendapat banyak perhatian dari penjuru Korea, sebab tak jungkook dianggap seorang pelukis jenius. Usia yang diimbangi dengan bakat luar biasa sukses menarik minat pelukis senior ataupun pengamat untuk berkunjung. Tak ayal, ia banyak menerima pujian atas pencapaian mengaggumkan ini.
Memalingkan wajahnya, bola matanya berhenti pada lelaki di dekatnya yang sedang mematung. Lelaki itu mengenakan kemeja putih dibalut knit vest bewarna biru muda. Anehnya, ia menggunakan kacamata hitam di sebuah ruangan. Siapa yang menggunakan kaca mata hitam di ruangan seterang ini? Apa lampunya terlalu silau ? atau dia seorang selebriti yang sedang menyamar? Sekarang, pria itu membungkuk sambil mendekatkan wajahnya pada lukisan. Jujur saja, gerak gerik pria ini mulai mencurigakan. Sepertinya pria ini tidak sadar bahwa setiap gerakannya telah diperhatikan Jungkook. Seoblivious itukah? Sedetik kemudian rupanya pria berkacamata hitam itu mengacungkan jari untuk menyentuh lukisan Jungkook. Sontak, si pelukis berteriak untuk menghentikan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Eyes Tell.
RomanceMusim semi tampaknya cocok untuk membuka pameran lukisan bagi Jungkook yang merupakan pelukis muda ternama. Namun, bukannya merasa senang Jungkook marah besar karena salah satu pengunjung berusaha untuk menyentuh karyanya.