5. Terpisah Dari Badannya

4 1 0
                                    

Varlega mulai merasa heran karena sebuah benda tajam yang tertancap di pintu kamarnya sudah lenyap dengan begitu saja padahal dia tidak mencabut atau bahkan menggerakan pintu.

Salah satu alis Varlega naik saat menangkap suatu hal janggal hadir di atas keramik yang sudah menghadirkan seekor kecoa dengan badan terpotong dari kepalanya serta sebuah pisau berada diatas badan kecoa tersebut.

"Pisau ini udah membunuh Kecoa," gumam Varlega sambil berjongkok di hadapan pisau tersebut.

Varlega menganggukan kepalanya karena telah paham bahwa pisau tersebut pasti jatuh dan tidak sengaja memotong badan seekor kecoa yang sedang lewat.

Varlega masih tidak tahu harus berbuat apa? Dia cukup merasa bingung dan lebih memilih untuk diam bagaikan patung yang sedang memperhatikan kematian si kecoa.

Deg!

Degh!

Jantungnya mendadak berdetak kencang dan dia sangat menikmati detik-detik kematian seekor kecoa di hadapannya.

Melihat kepala kecoa itu telah putus dari badanya seakan membuat hati Varlega menjadi begitu sumringah.

Beberapa lama kemudian, Varlega merasa sesak di bagian dada. Varlega memukul-mukul dadanya karena merasa butuh oksigen untuk dihirup.

"Ookh ... To-tolong!" pinta Varlega dengan begitu lirih.

Nada serak kembali keluar karena pada saat itu, Varlega benar-benar merasa sangat sesak. Namun, tidak seorang pun yang mendengar teriakannya di kamar dengan alat peredam suara ini. Semua tetangganya pasti tidak bisa mendengar ucapan Varlega.

Hati kecil Varlega berkata bahwa nyawanya sedang ingin dicabut oleh benda tajam dari malaikat Izroil.

"Akh, Mo-Momyy!" teriak Varlega sambil terus memegangi bagian dada yang sesak.

Tunggu! Varlega tidak boleh mati dan juga tidak akan membiarkan orang-orang yang menyiksanya hidup tenang tanpa merasa tersiksa sedikitpun.

Yah, Varlega pun mulai merasa yakin bahwa dia terlalu kuat untuk bisa mati. Ada beberapa undangan maut yang harus diantarnya menuju orang-orang tertentu.

Sesak nafas tersebut mendadak berhenti, Varlega mengambil nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan.

"Hufff...."

Kedua mata Varlega langsung tertuju pada kecoa bak tengah memeriksa keadaan serangga tersebut. Apakah kecoa itu masih bisa hidup? Tentu sangat tidak mungkin karena badannya telah terpisah dari kepala.

"Kecoa ini masih hidup?" gumam Varlega sambil mengangkat badan kecoa tersebut tanpa merasa jijik.

Takh!

Varlega malah tidak sengaja mematahkan kaki kecoa tersebut, dia merasa cukup terkejut ketika mendengar suara patahan dari kaki kecoa.

Sebuah senyuman nakal mendadak Varlega lebarkan, dia membuat suasana menjadi bertambah seru karena tangannya langsung mencengkeram badan kecoa tersebut hingga menjadi tidak lagi berbentuk.

Krak!

Krak!

Varlega memunculkan sebuah senyum menyeramkan, membuat siapa pun yang melihatnya jadi tidak percaya kemudian akan berpikir, "Kenapa bisa seorang anak secantik Varlega berbuat demikian?"

Dari sana, Varlega merasakan sebuah sensasi berbeda. Baru kali ini Varlega terlihat begitu bahagia serta merasa tenang ketika berhasil menghancurkan badan dan kepala seekor kecoa.

Kekehan Varlega membuat dirinya tampak begitu menikmati proses penghancuran badan kecoa apalagi kala mendengar suara patahan dari badan serta kepala kecoa yang hancur karena rasa geram di tangannya.

Pada saat tangannya masih mengenggam kecoa hancur, tubuh Varlega langsung berdiri. Kakinya berjalan dengan cepat menghampiri blender dapur dan langsung melempar kecoa itu di dalamnya.

Blender itu kini sudah terisi dengan seekor kecoa. Varlega berhenti melakukan sesuatu, dia menatap blender tersebut kemudian melirik kesana-kemari.

Matanya berhenti berputar ketika melihat seekor kecoa lewat dengan begitu perlahan di hadapannya. Varlega terdiam sejenak, dia segera mengambil pisau yang tidak jauh dari punggung kemudian melesatkannya kearah kecoa.

Srat!

Kecoa itu terhempas menjadi dua bagian ketika sebuah pisau berhasil membunuhnya, Varlega melipat kedua tangan dengan begitu bangga.

Tangan kanannya menggesek-gesekan kecoa itu menuju tangan yang lain dan bergumam, "Aku akan membunuhnya."

Kecoa ke-2 kembali dilemparkan menuju blender. Varlega menambahkan air dan juga buah naga berwarna merah keungu-unguan.

Huuuppp!

Varlega menghirup aroma di blender tersebut dalam-dalam, dia merasa kenikmatan dunia hadir di blender tersebut.

Minuman menjijikan tersebut dia taruh pada sebuah gelas kaca, Varlega mencolek ujung minuman tersebut, dia menjilatnya dengan mata tertutup.

"Nikmat apa ini?" gumam Varlega ketika menggigit jari telunjuk yang sudah dibaluti jus menjijikan sambil membuka matanya.

Varlega menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul 04.53 pagi di ruangan tengah, pagi hari ternyata telah tiba seakan menyapanya dan menyadarkannya bahwa Yusi tidak kunjung pulang ke rumah.

"Apa momy sudah mati?" Varlega menaikkan dua pundaknya.

Sudahlah! Ini bukan saat yang tepat untuk memikirkan manusia penyiksa tersebut, Varlega menggelengkan kepala dan berusaha tidak berpikir tentang Yusi.

Tubuh Varlega terduduk santai di atas sofa empuk seperti hari-hari biasa, dia menyalakan televisi dan channel gosip ibu-ibu langsung hadir di layar tv.

Sudah berkali-kali jari telunjuk Varlega mencari channel paling digemari yaitu channel kriminal, tetapi remot yang tengah dia pegang malah tidak berfungsi.

Varlega mulai mengecek batu batrei dalam remotnya, ternyata salah satu batrei sudah menghilang. Feeling kuat dia rasakan bahwa batu baterai remot telah dicuri sang ibu.

"Dasar ibu tiri!" gerutu Varlega sambil mencengkeram baterai itu kuat-kuat.

Praak!

Remot yang Varlega pegang langsung dilempar menuju televisi hingga layar tv tersebut menimbulkan retakan tipis, hampir tidak terlihat bila memperhatikannya dari kejauhan.

Remot yang tadi dilempar seketika hancur menjadi dua bagian, Varlega sadar bahwa dia melemparkan remot itu terlalu kencang dan terlalu emosi. Namun, Varlega tidak memperdulikannya sama sekali.

Tidak lama kemudian, ketukan jendela dekat pintu depan rumah cukup mengagetkan Varlega yang masih berposisi santai tersebut.

"Brisik!" teriak Varlega, tubuhnya malah tenggelam dalam kenikmatan kursi tersebut.

Dor!

Doorr!

Perasaan risih akhirnya dirasakan oleh Varlega, dia bangkit dari posisi nikmat tersebut kemudian berdiri menghadap ke arah jendela.

Matanya terbuka lebar ketika menatap seorang perempuan yang sudah tidak asing dibenaknya sedang menahan emosi terhadap Varlega.

Varlega berlari dengan begitu cepat ke arah pintu depan kemudian membukakan pintu selebar mungkin untuk perempuan tersebut.

Ketika pintu berhasil terbuka lebar, tangan kanan Yusi langsung menampar pipi kanan Varlega dengan begitu keras.

Plaaaks!

Kepala Varlega menatap lantai kiri bagian bawah karena ulah tamparan Yusi. Setelahnya, dia langsung mengusapi pipinya yang telah terluka itu.

Semalam, pipi kanannya telah dilukai oleh om Komin, sekarang luka di pipinya semakin parah akibat tamparan keras oleh Yusi.

"Dasar anak kurang ajar! Lama kali kamu bukain pintunya." Yusi langsung menyerobot masuk sembari membanting tubuh Varlega menuju lantai.

Varlega dengan segenap perasaan kesalnya menatap kepergian Yusi menuju sofa kemudian duduk santai tanpa memperdulikan kekesalan Varlega.

🔪🔪🔪

Jangan lupa Voment guys ;")

Varlega, A Little PsycopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang