"Selamat pagi ayah!" Hamin datang dengan pakaian sekolahnya. Diikuti Yura di belakang, gadis itu masih setengah bersiap.
Hueningkai tersenyum, "selamat pagi Hamin. Sarapan yuk!"
Hamin mengangguk, kemudian menaiki kursi. Mendudukkan dirinya di sebelah Yura. Sementara Yura mengikat rambutnya, sesekali menguap. Ia tidak bisa tidur semalam.
"Kau masih mengantuk? Apa kemarin tidur mu nyenyak?" Yura menatap Hueningkai, mengambil roti dan selai.
Yura mengangguk, "karena tidak bisa tidur, aku belajar sampai pagi. Jadi, aku tidak tidur semalam."
Hamin berhenti menggigit rotinya dan menoleh. "Kak Yura tidak tidur?" Tanyanya.
Yura tersenyum, "iya, kak Yura tidak bisa tidur semalam. Mungkin karena kemarin masih memikirkan wajah Ayah yang terkena salju." Ucapnya lalu tertawa lepas.
Hueningkai cemberut, kemarin, ia terus saja mendapat lemparan tepat di wajahnya. "Itu karena kau,"
"Tidak-tidak, itu karena kau yang tidak pintar mengelak dari lemparan ku."
Hamin ikut tertawa, Hueningkai semakin memanyunkan bibirnya. "Benar, ayah bodoh karena tidak bisa menjauh. Ayah jadi kena terus,"
Yura dan Hamin tetap tertawa. Meski Hueningkai kesal, dalam hati ia senang. Yura tertawa walau gadis itu terlihat kecapean.
"Pagi ini ayah dan kak Yura yang mengantar," sahut Hueningkai. Yura berhenti tertawa.
"Kita?"
Hueningkai mengangguk, "iya, kau ingin hanya aku saja yang pergi? Hamin pasti juga ingin diantar olehmu. Benar kan, Hamin?"
Hamin menyetujui ucapan Hueningkai. Lalu menatap Yura disebelahnya, "Hamin harus pamer pada teman ku bahwa Hamin punya orangtua yang baik."
"EH?! Uhuk.. uhuk..." Yura tersedak roti, ia tidak pernah berpikir bahwa Hamin akan berbicara sampai kesana.
Orangtua? Astaga, kami masih muda– tidak, kami masih sekolah.
"Hahaha, Hamin hanya bercanda. Dia memang suka seperti itu," kini Hueningkai tertawa. "Lagipula siapa yang percaya bahwa kita adalah orangtua Hamin? Memakai seragam sekolah? Yang benar saja,"
"A-aku hanya terkejut!"
"Iya-iya, kau terkejut karena menganggap perkataan Hamin serius."
Yura cemberut, gantian. Hueningkai sekarang menertawakannya. "Sudah-sudah, cepat habiskan, kita tidak boleh telat."
-мy ғιancé-
"Lihat! Itu wakil ketua OSIS,"
Yura menoleh, beberapa murid mendekatinya dengan setangkai bunga di tangan mereka.
"Eh? Ada apa ini?" Yura bertanya. Hueningkai yang tidak jauh darinya menatap sekumpulan murid yang bergerombolan mendekati Yura. Hueningkai berjauhan dengan Yura karena tidak ingin membuat gadis itu tidak nyaman jika mereka bersama-sama di lingkungan sekolah.
"Kakak baik-baik saja?"
"Kami dengar beberapa hari yang lalu kakak sakit, kami khawatir."
"Iya kak, kami khawatir."
"Iya, benar,"
Yura tersenyum, "kalian khawatir?" Semua mengangguk serempak. Yura terkekeh melihatnya. Ia mengambil semua sepucuk bunga mawar di tangan mereka. "Aku akan mengambilnya, terima kasih."
Semuanya pun mulai pergi. Yura akhirnya bisa bernapas karena merasa sesak tadi.
Ting!
Hueningkai
Kau baik-baik saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
мy ғιancée | Hueningkai
Fanfic[END] "Your my only, my fiance." Note : kalau pun ceritanya sudah selesai, upayakan vote dan comment ya 😉😘 © Leyaaa7246, 2021