"Sayang, kita sudah berpacaran berapa lama ya? Aku lupa," tanya Rena kepada kekasihnya—Reno.
"Hmmm ... aku lupa sayang." Cengirku sambil membuang tawa menuju senja di sore hari, begitu indah menemani kisah indah kami di bawah matahari yang sebentar lagi akan tenggelam.
"Apaan sih, sayang. Masa lupa sama hari jadian kita." Jawab Rena sembari merajuk dengan raut wajah yang sangat imut.
"Heleh ... begitu saja sudah marah," ucapku sembari tangan kiri mencubit pipinya yang tengah kesal.
Sore hari ini adalah hari yang sangat indah untukku juga untuk Rena, dimana hari ini adalah merupakan genap tiga tahun hubungan percintaan ini telah terjalin indah. Setelah sekian lama kami memupuk rasa cinta dengan berjuta masalah namun, semua tak membuat goyah hubungan percintaan ini.
Aku, Reno Pujakesuma. Anak pertama dari tiga bersaudara, ayahku adalah pemilik perusahaan yang sangat sukses tajir melintir. Ibuku adalah seorang malaikat di bumi ini yang tampak jelas di mataku. Ibu sangat mengerti akan keluh kesah hidup ini, dan ibu adalah wanita terhebat sepanjang aku hidup.
Kami hidup tanpa ayah dirumah, karena ayah adalah pria yang berbisnis dan bekerja keluar negeri, demi memenuhi segala nafkah untuk kami hidup. Kepulangannya yang tak tentu arah membuat hidup ini terbiasa sendiri, bisa dibilang tantangan dariku sebagai seorang anak pertama dalam keluarga sebagaimana tumpuan dari adik-adikku yang meniru perbuatan sang kakak.
Memiliki kekasih bernama Rena membuatku betah berlama-lama untuk berada di sampingnya. Wanita idaman hati sejak SMP menjalin hubungan asmara, segala sesuatunya kami hadapi berdua. Entah itu masalah percintaan, keuangan, bahkan masalah soal-soal pelajaran.
He...he...he...
Rena adalah gadis pintar dari jurusan IPA, dan merupakan juara umum setiap tahunnya. Dengan bisa memiliki Rena adalah sebuah anugerah terindah yang pernah kudapatkan. Rena adalah gadis sederhana, dengan latar belakang dari keluarga yang sederhana juga dan tak pernah mengeluh untuk masalah-masalah meterial dunia.
Namaku sangat terkenal di sekolah, bukan karena sebuah prestasiku yang sangat menonjol. Akan tetapi karena paras wajahku yang sangat tampan, membuat wanita-wanita terpesona dengan tatapan wajah ini. Hidupku yang serba mewah membuat para wanita tergila-gila dengan gelimangan harta.
Maka dari itu, aku tak ingin mencintai wanita yang gila harta dan hanya mencintai uang-uangku saja. Kini aku duduk di bangku SMA tepatnya di kelas XII IPS. Dengan standart kepintaran yang pas-pasan membawaku untuk duduk di kelas yang paling akhir.
Seleksi sekolah sangatlah ketat, dimana sekolah sangat menginginkan anak yang benar-benar pintar untuk dapat duduk diruang favorite. Ditemani dengan mobil berwarna merah, membawa perjalananku untuk menuju ke sekolah setiap harinya.
***
Pagi telah tiba, badan terasa sangat malas untuk bangun lebih awal. Alaram sudah berdering berulang kali disamping tempat tidurku, suara yang sangat mengganggu membuat mata tak mampu menambah episode mimpi sebagai seorang raja dengan cinta dari permaisuri yang sangat cantik jelita.Hoammm..."jam berapa ini." tangaku mengambil jam yang saat itu menari bersama suara yang sangat berisik.
"Rupanya masih jam 6, ah...malas sekali aku untuk pergi ke sekolah hari ini." Ucapku sendirian didalam kamar tidur.
Tok!
Tok!
Tok!Suara terdengar dari balik pintu kamarku namun, aku masih malas untuk membukanya. Sudah pasti itu adalah Bibi yang ingin membangunkanku pagi ini, sudahlah biarkan saja si Bibi. Huh! Badanku, sakit sekali rasanya dikarenakan semalam bermain futsal dan jalan-jalan menatap senja bersama Rena.
"Den, bangun Den. Sudah pagi nih nanti telat pergi ke sekolahnya," Ucapan Bibi begitu pasih sekali ditelinga dan bergema dalam ruang kamarku.
"Iya Bi, Aden sudah bangun kok. Sebentar lagi Aden mandi," ucapku sembari menjawab dari panggilan Bi Ira.
Drettt...
Drettt...Handphoneku bergetar di atas meja, dengan notifikasi yang muncul di atas layar membuatku segera membuka BBM dari pujaan hatiku. Rayuannya yang sangat romantis membuatku tertawa sendiri di dalam kamar, kata-kata indah sangat puitis dengan tambahan emoticon love yang tengah kulihat.
Penyemangat telah menungguku di sekolah rupanya, membuat diri ini melangkah cepat menuju kamar mandi untuk segera berpenampilan cowo kece nan tampan pujaan para wanita. Dengan tergesah-gesah aku memakai celana dan baju abu-abu sembari menatap cermin, kumelihat bahwa kumis telah panjang menggelintir di atas bibir.
Menambah ketampanan dalam lukisan wajahku, parpum yang kusemprotkan seakan menemani penampilan kece ini, inilah tempilan pria zaman sekarang dengan potongan rambut yang menyerupai artis Korea POP. Setelah selesai berdandan aku menuju ruang tengah untuk meneguk segelas susu putih yang kala itu telah tersedia.
Takutnya nanti mubajir jika aku tak menyempatkan sebentar untuk meminum susu buatan Bi Ira. Setelah semua siap aku melangkah dengan tapak kaki yang sedikit menyeret lantai, tampak dari balik kaca mobil merahku telah siap untuk membawa diri ini pergi ke sekolah.
"Den, ganteng sekali kamu pagi ini," ucap Bi Ira dan membolak-balikkan badanku seperti patung dalam butik saja.
"Ah Bibi bisa saja, bukannya Aden memang ganteng ya Bi." Sahutku sembari menatap wajah Bi Ira tajam.
"Sudah gih pergi, nanti terlambat sampai sekolahnya."
"Asiaaapppp." Ledekku pada Bi Ira.
Bi Ira menggelengkan kepala dengan sikapku ini, Bi Ira adalah pembantu kami di rumah. Perhatiannya dan kasih sayangnya melebihi seorang ibu kandung, sementara untuk ibu kandung aku tak memiliki ibu sejak dilahirkan di dunia ini. Yang kulihat dari dulu hingga sekarang adalah wajah dari Bi Ira. Sehingga yang aku maksud sebagai malaikat yang terlihat adalah Bi Ira.
Adik-adikku juga tak pernah kulihat, kata ayah mereka ikut bersama saudara di luar kota. Ayahku adalah pria yang sangat menjengkelkan, dengan berganti-ganti istri sesuka hatinya saja. Terkadang aku malu dengan tetangga sekitar yang selalu menggosipkan akan perbuatan ayah sebagai pria tak lazim pada umumnya.
Ucapan dan kata-kata tetangga sangat membuat telinga panas dan sangat tidak betah berlama-lama di rumah, rasanya ingin pergi jauh untuk terhindar dari segala gosip-gosip tersebut. Dengan membuka pintu mobil, aku masuk sembari menyetir dengan kecepatan rendah. Daerah kompleks rumah adalah tempat dan biangnya para penggosip, sehingga kudu berhati-hati ketika melakukan sesuatu agar terhindar dari ucapan-ucapan yang tak enak nantinya.
Setelah keluar dari gang kompleks kaki menginjak gas mobil dengan kencang dan segera tancap menuju sekolah. Detik demi detik tengah mengarah pukul 07:00 Wib, itu pertanda bahwa hanya ada sekitar lima belas menit lagi untuk segera sampai di sekolah. Tanpa menoleh kanan dan kiri kedua mata hanya menatap arah depan saja, sembari waspada akan rambu-rambu lalu lintas serta laka lantas yang menjadi pertaruhan nyawa.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
DIKUBUR DI HARI ACARA SESERAHAN (TELAH TERBIT)
Action( Telah terbit sebagian part sudah dihapus ) Telah dipandang dari sudut kacamata paling buram akan sebuah kebahagiaan yang terpenting dalam sebuah kehidupan. Harta menjadikan tolak ukur dari setiap pandangan seseorang yang hanya mendikte Tuhan denga...