Bali, 4 and a half years ago.
"Oh my sumpah seneng banget guys akhirnya kita bisa travelling bareng!" jerit James, "Mana kita akhirnya kesampaian booking stay di resort sekeren ini!!"
"Heh jangan norak bisa enggak sih! Malu tau diliatin," Desis Harry setengah melotot.
"Ya kalau bukan karena Alden punya temen yang kerja disini, enggak mungkin kita bisa dapet harga se-ok itu buat stay disini, makanya lu tuh bisa behave sedikit supaya enggak malu-maluin bisa enggak sih??" lanjut Irina sambil mencubit lengan James, yang langsung mengaduh sambil mengelus-ngelus tangannya.
Aku hanya bisa tergelak melihat kelakuan teman-temanku ini. Liburan ini memang just what I need, apalagi setelah akhirnya menuntaskan salah satu proyek yang buatku lumayan besar dan tentunya menguras waktu dan energiku. Kami berlima akhirnya menemukan common holiday time setelah mengatur jadwal cuti kami masing-masing. Tidak tanggung-tanggung, kami memilih berlibur seminggu di Bali. Bisa stay di hotel resort sekelas ini selama seminggu dengan full price tentu saja akan menguras budget kami sepenuhnya. Untung Alden memiliki kenalan di hotel ini, tentu saja kami tidak mungkin bisa menikmati liburan kami disini.
Alden yang baru beres mengurus proses check-in menghampiri kami, "James, lu tuh ya! Noraknya kambuh mulu. Kedengeran sampe check-in desk! Gue malu tau enggak," ledeknya.
"Iya, iya... kalian tuh ya santai lah, ini holiday guys!" Gerutu James.
"Ya udah, ayo kita masukkin barang ke kamar sekarang!" Ajak Alden sambil tersenyum ke arahku.
"Yuk!" Jawabku antusias, sambil berusaha terlihat normal, menutupi kalau jantungku berdebar-debar seperti aku habis berlari 100 meter.
***
Hari itu, Harry, James, dan Irina memutuskan untuk pergi belanja oleh-oleh. Aku yang memang tidak begitu suka keramaian memilih untuk menikmati kamar hotel daripada pergi untuk berdesak-desakan dengan orang-orang lain. Alden entah ada dimana. Yang kutahu, dari pagi dia memang hangout dengan kenalan hotelnya itu. Kami berlima pun sepakat untuk berkumpul lagi saat makan malam.
Selesai breakfast, aku memuaskan hatiku mengexplore hotel. Sudah lama rasanya sejak aku bisa berjalan santai di pinggir pantai, not to mention private beach as beautiful as the one in this hotel. Setelah selesai menikmati bubble bathku, aku memilih duduk di pinggir kolam renang yang bisa kuakses dari kamar. Sambil membuka e-book terakhir yang sudah kudownload, aku terhanyut dalam dunia novelku, sampai-sampai aku tidak menyadari adanya seseorang yang dengan cepat mencipratkan air ke arahku.
"Alden!!" Pekikku keras.
Sambil tergelak, Alden mendekatiku, "Serius amat sih! Lagi baca apa sampe gue liatin dari tadi enggak sadar?"
"Dih, lu tuh ya, iseng banget sih! Take a picture, it will last longer."
Alden tersenyum dan duduk disampingku, "Kok lu sendirian? Yang lain mana?"
"Lagi belanja oleh-oleh."
"Pantesan, lu kan paling enggak suka keramaian."
"Lu sendiri, kok tau-tau udah muncul lagi berenang aja? Temen lu yang orang hotel itu kemana?" Jawabku sambil memberikan handuk yang ada disampingku.
"Ya udah harus balik kerja lah. Lagian gue cuma janjian breakfast aja kok sama dia."
"Ooo gitu."
Kami berdua terdiam.
Sebenarnya, sejak aku pulang ke Australia, kami masih sering mengobrol di group chat dan juga privately. Percakapan kami rasanya mengalir begitu saja. Tapi entah mengapa, rasanya canggung sekali untuk berduaan dengan Alden in person.
YOU ARE READING
Monologue
RomanceHow do you know whether you truly have moved on? Pertanyaan ini yang selalu ada di benak Larissa. Dulu, Larissa dengan segala logikanya memutuskan untuk mengubur perasaannya untuk Alden dalam-dalam. Tapi, apakah itu adalah keputusan yang salah? Nyat...