Part 68

323 59 2
                                    

Abigeal yang terdorong ke dalam sumur, kakinya tepat mendarat di sebuah batu runcing sebesar dua jari. Akibatnya batu itu menusuk kaki Abigeal. Untung saja tidak menembus kaki Abigeal sampai ke punggung kaki. Abigeal pun meringis kesakitan karena jatuh terlalu tinggi. Darah yang mengucur deras dari kaki membuatnya semakin meringis.

Segera Abigeal melepas sepatunya dengan paksa. Tentu sepatu itu juga sudah berlubang gara-gara itu. Mendarat dari ketinggian lebih dari tiga meter tidaklah mudah. Ditambah lagi mendaratnya tepat dibebatuan runcing. Siapa pun yang mengalami hal demikian pasti akan mengalami hal serupa dengan Abigeal. Kesadarannya hanya setengah, wajahnya memucat karena hawanya juga cukup dingin. Kalau saja Abigeal tahu akan seperti ini, mungkin Abigeal sudah menyiapkan parasut agar nanti mendarat dengan selamat.

Dari awal Abigeal memang sudah sedikit curiga terhadap Ires yang tiba-tiba meminta bantuan kepadanya. Namun, mengingat dirinya dulu berteman, Abigeal malah mau-mau saja membantunya. Di luar dugaan, Ires yang pendiam dan penakut itu ternyata berani juga membuatnya celaka begini. Entah dendam apa yang dimiliki gadis itu terhadapnya.

Bel masuk pelajaran akhirnya berbunyi. Adrian, Ranggel, dan Dion mulai merasa sedikit risih karena Abigeal belum juga kembali dari tadi. Bahkan, suaranya saja tidak terdengar oleh mereka dari tadi. Memang sih, mereka sebelumnya tidak barengan dengan Abigeal karena tidak mau ikutan memalak. Dion waktu itu juga sedang ke toilet dan Abigeal tidak berada dalam pengawasannya.

Guru mata pelajaran pun sudah masuk, sedangkan Abigeal belum juga balik. Awalnya tidak ada pikiran apa-apa tentang Abigeal karena sikapnya yang berubah drastis. Mereka berpikir mungkin saja Abigeal sengaja terlambat masuk. Karena yang mengajar untuk jam selanjutnya adalah wali kelas.

Namun, di jam pelajaran selanjutnya, Abigeal juga tak kunjung kembali. Mereka bertiga mulai resah dan kebingungan. Mau mencarinya, tapi tidak bisa karena masih dalam proses belajar. Mereka kelihatan tidak fokus saat belajar. Terutama Dion yang sesekali melirik ke luar jendela, sampai-sampai mendapat teguran.

Begitu juga sampai akhirnya jam pelajaran usai, Abigeal tidak kunjung kembali. Kalaupun Abigeal bolos, pastinya dia akan datang untuk menjemput tasnya. Namun, Abigeal tidak datang dan tidak ada tanda-tanda akan kemunculannya sama sekali.

"Abigeal mana, sih?" gerutu Dion lalu menggigit bibir bawahnya bingung.

"Pasti ada apa-apanya sama Abigeal, nih!" ujar Adrian.

"Ah, jangan bikin gue panik gini, dong!" sahut Ranggel dan mengambil tas Abigeal untuk membawanya keluar.

"Daripada berpikiran yang enggak-enggak, mending sekarang kita cari Abigeal." Dion bergegas berjalan duluan keluar kelas, perasaannya mulai berkecamuk.

Adrian dan Ranggel pun mengikuti dan menanyai setiap orang yang ditemui. Namun, sayangnya tidak ada satu orang pun yang melihat keberadaan Abigeal saat ini. Kekhawatiran dan kebingungan pun menyertai mereka bertiga.

Sudah hampir setiap kelas mereka datangi untuk menanyai apakah ada orang yang melihat Abigeal. Namun, tidak ada yang bisa memberi jawaban pasti.

Brandon yang sedari tadi mendengar mereka mencari Abigeal, awalnya tidak peduli. Bahkan, tidak mau tahu karena dia sempat berpikir kalau Abigeal sengaja menghilang. Melihat perbuatannya belakangan ini yang terlihat kurang baik. Walaupun Brandon mati-matian berpura-pura tidak peduli pada Abigeal, tapi nyatanya Brandon sering mengawasi Abigeal diam-diam. Bagaimanapun juga dia masih mencintai Abigeal.

"Gimana lagi sekarang? Apa lapor guru?" tanya Adrian kepada Ranggel yang mencari bersama. Sedangkan Dion sudah pergi sendiri karena sangat khawatir.

"Ya, jangan lah! Nanti masalahnya makin runyam kalau guru tau!" jawab Ranggel.

The Direction (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang