Part 70

348 63 2
                                    

Pada jam istirahat, Brandon langsung menyusul Abigeal kekelasnya. Bahkan, Brandon keluar lebih dulu dari guru yang mengajar dikelas. Tidak peduli dengan itu, dia lebih memilih untuk cepat-cepat keluar saja. Jika nanti harus diomeli, ya itu urusan nanti.

Bersamaan dengan kedatangan Brandon di kelas sebelas IPA-1. Guru yang mengajar di kelas itu juga baru keluar. Brandon langsung menyosor masuk ke dalam kelas itu dan berjalan cepat ke arah Abigeal yang sedang merapikan buku-bukunya.

Dion menoleh ke arah Brandon yang menghampiri meja Abigeal. "Eh, Don. Gue mau bicara sama lo!" ujar Dion berniat untuk menjelaskan kejadian yang menimpanya dengan Abigeal tempo hari.

"Gue ke sini buat nemuin Abigeal, bukan lo!" jawab Brandon ketus, "Geal, ikut gue bentar, ya!" pintanya, kali ini dengan suara yang lebih lembut.

Tentu saja Abigeal tidak mau berpikir panjang lagi dan menuruti permintaan Brandon. Abigeal berjalan perlahan ke arah Brandon yang sudah menjulurkan tangannya untuk membantu Abigeal berjalan. Sedikit ada kekhawatiran dalam diri Abigeal. Karena Brandon yang tiba-tiba berbuat lembut kepadanya.

"Ada apa?" tanya Abigeal diperjalanan.

"Nanti aja ya, bicaranya!" jawab Brandon santai.

Abigeal pun mengangguk, walau masih sangat penasaran dengan apa yang akan disampaikan Brandon kepadanya. Kekhawatiran yang tadinya timbul dalam diri, kini sedikit menghangat. Melihat Brandon yang terlihat sudah tidak marah lagi kepadanya. Mereka berjalan pelan agar Abigeal tidak terlalu susah untuk berjalan.

Seperti biasa, Brandon mengajaknya ke belakang sekolah. Brandon yang terlihat tidak mau berbasa-basi langsung memegangi kedua tangan Abigeal. Untunglah para pekerja bangunan masih libur bekerja untuk hari ini. Dikarenakan bahan yang diperlukan masih belum ada.

"Geal, gue mau kita balikan!" ucapnya langsung.

Abigeal tampak tertegun dan tidak berkedip sama sekali menatap Brandon. Terasa seperti mimpi baginya mendengar ucapan Brandon yang dia rasa tidak masuk akal. Sedangkan memar yang ditimbulkan akibat pukulannya tadi pagi masih berbekas jelas di pipi Brandon. Yang seharusnya Brandon marah soal itu dan bukan membahas soal balikan.

Brandon yang tidak mendapat respon dari Abigeal perlahan melepaskan kedua tangannya. Refleks satu tangannya menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. "Gue sekarang sadar, ternyata ucapan kasar emang lebih nyakitin daripada perbuatan kasar. Terus,gue pikir dalam berpacaran, ciuman itu cuma nafsu sesa--at!" ujar Brandon dan sedikit menggantung ucapannya dibagian akhir. Sebuah kecupan singkat dari Abigeal membuatnya sedikit terperanjat. Entah dari kapan Abigeal sudah berdiri lebih dekat dengan dirinya, bahkan hampir tak berjarak.

"Ge ... Geal---"

Abigeal melilitkan tangannya dileher Brandon dan memeluknya erat. "Sttthh! Gue sekarang juga sadar kalau perbuatan kasar juga sama nyakitinnya dengan perkataan. Gue minta maaf soal pipi lo yang tadi pagi sempat gue tonjok! Jadi tolong jangan bicara dulu untuk sekarang, biarin gue meluk lo!" ujar Abigeal sambil memperbaiki posisi dagunya di atas bahu Brandon.

"Bu--bukan gitu, anu ... kaki gue keinjak ini! Haiiss!" rintih Brandon dan menunjuk-nunjuk kakinya.

Abigeal sontak melepas pelukannya dan sedikit mundur. "Ah, maaf, kirain tadi gue yang udah tambah tinggi! Hehehe!" jawab Abigeal cengengesan.

Melihat Abigeal yang cengengesan seperti itu, Brandon tersenyum puas. Setelah beberapa waktu lalu dia tidak lagi melihat senyuman itu. Sekarang akhirnya dia kembali bisa melihat senyuman yang selalu dirinduinya. Brandon mengacak-acak poni Abigeal karena merasa gemas dengan tingkah gadis itu.

Brandon kemudian memeluk tubuh gadis itu dan langsung mendapat balasan. Mulai saat ini, Brandon berusaha untuk tidak mengedepankan egonya lagi dan berusaha untuk percaya kepada Abigeal untuk kedepannya. Karena dia yakin dengan kunci langgeng itu adalah percaya dan dipercaya.

The Direction (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang