Part 2 { Kekasih Tercintaku }

45 4 0
                                    

Setelah lama berkendara akhirnya sampai juga di depan gerbang sekolah, dengan kecepatan rendah ban mobil mengarah menuju ke parkiran mobil yang berada tepat di teras sekolah. Dari balik pintu aku melihat Rena tengah berjalan menuju anak tangga untuk segera masuk ke dalam ruangannya. Tangan kanan menekan clarkson sembari memberi kode padanya untuk melihat ke arahku.

Ten....
Ten....

Aku membuka kaca pintu mobil dan melihat ke arah Rena, dia sepertinya telah memahami akan kehadiranku yang masih menaiki kendaraan. Sontak badannya berhenti dan menoleh ke arahku, senyum manis yang dia lemparkan membuat keringatku bercucuran. Serasa bagai tengah terkena serangan cinta seseorang yang sedang kasmaran.

Setelah sampai diparkiran mobil, aku berjalan dengan cepat menuju ruang kelas untuk segera mengikuti pelajaran tanpa terlambat masuk kelas. Langkah lebar sambil berlari membawa kedua kaki ini menaiki tangga darurat untuk segera sampai ke tempat. Banyak pasang mata melirik ke arahku yang berpenampilan sedikit berbeda.

"Hai... kalian sedang apa menggosip di sini?" tanyaku kepada sahabat terbaikku di sekolah.

"Eh, elu Ren, tiba-tiba datang mengagetkan saja," balas dari ucapan Riko.

"Masuk yuk Bro, sebentar lagi bel berbunyi tuh," ucapku lagi sembari mengajak kedua sahabatku untuk segera memasuki ruangan kelas.

Kami melangkah masuk ke dalam ruangan kelas, aku yang duduk sendirian dibelakang kursi membuat diri ini merasa kesepian.

Kring....
Kring....

Belpun berbunyi, menandakan bahwa jam pelajaran fisika agar segera di mulai. Bapak guru tengah masuk pelajaran yang dibawakan olehnya, materi fisika yang membuat pusing kepalaku. Lama sekali rasanya jika sebuah pelajaran yang tak kita sukai sedang berlangsung. Huh... kapan ya pelajaran ini berakhir, ingin sekali rasanya keluar ruangan untuk membeli makanan di kantin.

Lemparan segumpal kertas mengenai wajahku yang tengah melamun, sontak mengejutkan diri ini dan mencari siapa pelaku dari pembuat onar tersebut. Brengs*k sekali yang melemparku berulang kali, mata menoleh kanan dan kiri tetapi, tak ada satupun yang menatap ke arahku. Mereka berfokus pada materi guru di papan tulis.

"Sayang... lihat sini."

'Seperti ada suara yang tengah memanggilku deh, tapi dimana orangnya ya?' tanyaku dalam hati. Setelah menoleh ke arah jendela rupanya Rena sedang berada di sana dengan menatap ke tempat dudukku. Ada apa dia di situ, bukannya masuk ke dalam kelas malah keluyuran segala. 'Ucap batin ini.'

Setelah rasa penasaran ini terus menghujaniku membuat kaki ini ingin keluar dan hendak menemuinya. Aku berjalan dan memanggil Bapak guru sembari permisi untuk keluar sebentar,

"Maaf, Pak, saya permisi keluar sebentar."

"Mau kemana Reno, bukankah kita baru masuk dan memulai pelajaran."

"Keluar, Pak. Ada yang ingin meminjam buku," ucapku berbohong pada guru dan hendak menemui Rena yang ada di luar ruangan kelas.

"Oke, cepat kembali," ucap dari Bapak guru lagi.

Aku segera berlari dan keluar ruangan untuk menemui Rena yang sudah berpindah tempat menuju anak tangga di lantai tiga sekolah. Kedua mata ini nanar dengan pemandangan yang saat itu kulihat, Rena sedang duduk manis di anak tangga sekolah. Kedua tanganku menyentuh pundaknya dari belakang sembari ingin mengejutkan Rena.

Dor!

"Astaga! Sayang apaan sih, buat kaget aku aja deh," ucap Rena kesal dan menatap wajahku tajam.

"Sorry... sorry," gumamku sambil duduk di sampingnya.

Aku menatap kedua matanya yang tengah berkaca-kaca, sepertinya ia tengah bersedih akan sebuah peristiwa yang dia alami. Nada suara lirih terucap dari mulutku yang penasaran dengan gelagatnya yang sangat membuat hati tidak tenang saja.

Aku bertanya sembari menyentuh pipi Rena yang kelihatan sedang bersedih. "Kok sedih sayang, ada apa," ucapku sembari ikut terhanyut dalam suasana yang sangat mengundang kepedihan.

"Tidak yank, ini hanya terkena abu saja tadi," balas Rena dan menyembunyikan segala kesedihannya.

"Aku tahu akan apa yang kamu rasakan, cobalah untuk lebih terbuka."

Jawabanku kali ini tidak mendapatkan sebuah balasan apa-apa darinya, tatapan kedua mata berpindah menuju tembok sembari menatap dedaunan yang terbang terbawa angin pagi. Untuk saat ini mungkin aku tak akan banyak pertanyaan padanya, ketakutan akan membuat dia tambah marah padaku dan emosi dengan segala masalah-masalah yang telah ia hadapi sendirian.

"Sayang masuk gih ke kelas, nanti dimarah sama Bu guru." Suruhku pada Rena untuk segera masuk kelas lagi.

"Yank, aku pergi dulu ya. Nanti selepas pulang sekolah jangan temui aku untuk saat ini, mungkin setelah redah semua masalah baru aku akan menemuimu lagi," ucap Rena yang membuat hati ini menjadi bingung dan sedih.

Rena berdiri sembari melangkah turun tangga meninggalkan diriku yang masih bertanya-tanya akan gelagatnya yang sangat membuat penasaran. Kesedihan di pagi ini membawa luka yang begitu menyiksa, masalah demi masalah terus hinggap dalam hubungan percintaanku yang tak pernah ada hentinya.

Karena aku telah berlama berada di luar ruangan kelas membuat diri ini segera beranjak untuk pergi meninggalkan anak tangga dan mengikuti pelajaran kembali. Setelah masuk dalam kelas kedua mata dan tatapan wajah hanya merunduk ke lantai sekolah, perasaan gelisah membuat diri ini sangat tersiksa. Belum lagi kelar untuk masalah pertama muncul masalah kedua dan ketiga.

Setelah sampai di kursi belakang, aku duduk dan menatap pena yang tengah kupegang sembari menyentuh kertas putih tanpa tulisan sama sekali, materi fisika tak lagi dapat masuk ke dalam isi otakku. Yang ada dalam ingatan adalah Rena dan Rena saja. Waktu terus bergulir membuat kaki tak ingin beranjak dari kursi untuk keluar jam istirahat pertama.

Tak terasa air mata menetes begitu saja membasahi lembaran kertas putih tanpa coretan di atas mejaku. Ketangguhan ini dan kekuatan tubuh yang seperti preman tak mencerminkan pria yang kuat juga untuk menahan perasaan. Lemahnya hati membuat diri ini gampang untuk mengeluarkan air mata. Tak pernah aku merasa sepedih ini sebelumnya, hanya karena wanita hidup terasa diperbudak oleh cinta.

Sudah seperti adegan drama pada sinetron televisi, tanpa terasa pundak ini sangat terkejut karena ada yang tengah menyentuh lembut,

"Ren, kamu tidak apa-apa," Ucap Lestari sahabat dari Rena.

"Ah, enggak. Aku tidak apa-apa Tar."

"Reno... sudahlah jangan pikirkan masalah Rena, tadi dia berpesan di kantin untuk memberitahumu agar tidak terlalu memikirkannya lagi."

"Bagaimana aku bisa tenang Tar, melihat Rena berubah begitu sifatnya," gumamku seolah merasa patah hati.

"Ren, mungkin dia ada masalah deh, sama keluarganya. Makanya dia bersikap dingin padamu, jangan bawa perasaan terlalu dalam untuk urusan keluarga Rena. Menyiksa dirimu sendiri nantinya." Jawab Tari lagi.

Aku menghapus air mata yang tengah mengalir deras di pipiku, dan menarik nafas panjang berulang kali untuk meredahkan segala pertanyaan-pertanyaan seputar dari sifat Rena. Mungkin Tari benar, bahwa kekasihku saat ini sedang ada masalah dengan keluarganya. Yang membuat dia bersikap dingin padaku, aku tak ingin terlalu ikut campur akan masalah pribadinya hati wanita sangat sensitif dan masalah akan menjadi besar jika diriku terlalu masuk dalam kehidupan yang merupakan itu adalah aib dari keluarganya.

Dengan menepis segala pemikiran negatif ini, aku mencoba untuk berdiam dan menunggu hingga Rena benar-benar siap untuk kembali menemani hari-hariku seperti sedia kala tanpa ada rasa saling menjauhi lagi.

Bersambung...

DIKUBUR DI HARI ACARA SESERAHAN (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang