Saat terbangun sekujur badanku sakit semua, aku berusaha bangkit, duduk di atas ranjang, aku sudah berada di kamarku sendiri. Ingatan kejadian dini hari tadi mulai berjejalan masuk ke dalam kepala.
Menekuk kedua kaki, kedua tangan ku tumpukan pada lutut, lantas membenamkan wajahku dalam-dalam ke dalam telapak tanganku sendiri. Rasanya ingin menjerit tapi tak bisa.
"Rara, kamu sudah bangun sayang" suara lembut Bibi Arisa bergema.
Aku mendengar langkah kakinya menyebrangi kamar dan duduk di tepian ranjang ku. Aroma kopi menguar memenuhi udara. Mengangkat wajah, Bibi Arisa menyodorkan secangkir gelas berukuran tanggung ke hadapanku.
Lengan kananku terulur, meraih benda tersebut kemudian mendekatkannya ke hidung. Sambil memejamkan mata, aku membiarkan aroma khas biji kopi bercampur susu memenuhi indra penciumanku selama beberapa saat. Lantas membuka netra dan menyesapnya perlahan.
Saat cairan kental berwarna hitam, manis dan terasa pahit di akhir itu menyentuh lidah, seketika semua sel syarafku seperti terbarukan. Mendadak, aku merasa rileks.
"Kepala Polisi sudah memberikan laporan akhir. Ada kabar baik juga buruk, kamu mau yang mana dulu?".
Melihat aku membisu, Bibi Arisa segera melanjutkan kalimatnya. "Baiklah, kalau begitu berita buruk saja dulu. Itu bukan kecelakaan, ada yang sengaja menyabotase kabel listrik di labolatorium pusat hingga terjadi percikan. Dan karena tempat itu dipenuhi oleh bahan kimia berbahaya maka ledakan terjadi, serta api menyebar cepat".
Menelan saliva. Aku kembali menyesap kopi ku.
"Para korban adalah pekerja kita, beruntung semua pasien lokasinya di gedung utama Rumah Sakit, sehingga semua pasien bisa diungsikan dengan selamat".
"Itu buruk dan baik. Pasien selamat tapi tenaga kerja kita tewas. Sungguh ironis" tak bisa mencegah diri sendiri bersakasme.
Bibi Arisa berdeham. "Berita baik lainnya, melalui kotak hitam pada sebuah kendaraan pengawas yang terparkir diluar Rumah Sakit, tim penyidik menemukan bukti kalau ayahmu masih hidup".
Seketika tubuhku menegak. "Sungguh?".
Bibi Arisa mengangguk. "Ya. Dia pergi sekitar tiga jam sebelum ledakan terjadi. Kalau menurut hitungan waktu jarak rusaknya kabel dan ledakan sekitar satu jam sebelum kejadian, ayahmu jelas bukan tersangkanya".
"Hah? Bagaimana bisa Okasan menjadi tersangka?" Sergahku.
Bibi Arisa segera mengangkat tangannya ke atas udara. Mencegahku menginterupsinya lebih lanjut. Merasa malu, aku langsung diam.
"Hal seperti itu biasa terjadi pada kasus investigasi seperti ini. Bisa jadi pelakunya adalah pemilik gedung sendiri, sengaja merusak propertinya demi mendapatkan asuransi serta hal-hal seperti itu".
Daguku seketika terjatuh mendengar penjelasan Bibi Arisa.
"Itu tidak penting yang jelas ayahmu bukan pelakunya. Sebab Kepolisian menemukan bukti lain yang lebih mengejutkan melalui kotak hitam tersebut. Rara, ayahmu tidak masuk ke dalam mobilnya, kendaraannya ditemukan terbakar di tebing dekat Rumah Sakit" Bibi Arisa menarik kedua tanganku, membawanya ke atas pangkuannya dan menatapku iba.
Oh tidak...tidak...apapun yang akan dia ucapkan selanjutnya pasti hal buruk.
"Rara...maaf aku harus mengatakannya. Ayahmu dibawa masuk ke dalam sebuah minivan hitam oleh beberapa orang bercadar serta berbaju serba merah. Ayahmu, dia diculik. Dan bukan oleh penculik biasa. Mereka Shinobi, para Oniwabansu merah".
Oh jangan....
Ayahku diculik.
Dan dari semua orang, harus para Ninja pembelot pembunuh legendaris yang telah menculiknya.
Kalau ini mimpi, tolong segera bangunkan aku.
##########
Maaf ya partnya pendek2 . Karena saya harus edit segitu banyak di tengah2 kerja huhuhu. Namun berusaha up setiap hari. Terima kasih atas dukungan kalian. Warm and Regards.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] CONTRAMANDE FIGHT! :#03.CONTRAMANDE SERIES(BRYAN STORY)
RomanceBryan Contramande (28) si seksi nan tampan, pria cerdas pewaris grup Contramande sekaligus seorang perayu ulung sejati pada akhirnya menemukan lawan terberatnya. Bryan jatuh cinta pada Kyurara Aragaki (24) seorang cellist, sahabat baik sepupu iparn...