Mendengar suara yang sangat mirip dengan Mas Adi. Aku bergegas lari membuka pintu. Harapanku besar itu dia.
Namun, orang yang berdiri bukanlah Mas Adi. Aku sedikit kecewa. Bagaimana bisa aku lupa jika mempunyai anak laki-laki yang perawakan serta suaranya sangat mirip dengan bapaknya.
"Ada apa Nak, berteriak seperti itu. Mama sangka tadi itu Bapakmu yang datang, lalu memanggil Mama," aku tersenyum kecut pada Idar anak lelakiku satu-satunya.
Mendengar perkataanku barusan. Idar justru tertawa. Ia lalu berucap "Maaf jika mengecewakan Mama, Idar lupa jika suara Idar mirip dengan bapak."
Aku tersenyum tulus kali ini. Itu bukan salahnya, jika aku kecewa. Justru aku sekarang bersyukur, jika ada anak yang mirip dengan bapaknya.
Aku dan Idar, duduk di teras rumah. Teras yang terbuat dari belahan bambu yang disusun rapi.
"Kabar anak istrimu gimana Nak?" Aku menyakan kabar menantu serta cucuku. Sudah dua bulan ini. Tidak bertemu dengan mereka. Bukan hanya Anak dan istri Idar. Dengan cucu yang lain pun demikian.
"Alhamdulillah sehat semua Ma, mereka khawatir dengan keadaan Mama, yang tinggal sendirian seperti ini" jawabnya, dengan sorot matanya memperhatikan bangunan reot pondok kecil kediaman mamanya ini.
"Maafin kami ya Ma, tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Mama, mencari keberadaan Bapak. Jangankan untuk mencari. Mengajak Mama tinggal bersama saja kami tidak bisa." Ucapnya sendu dengan senyuman yang benar-benar mengiris hatiku yang melihatnya.
"Ngomong apa toh kamu ini. Mau tinggal dimana pun, Mama senang Nak. Yang penting kita semua selalu sehat. Sekarang yang Mama harapin adalah kepulangan Bapak kalian. Setiap memikirkannya, Mama tidak bisa tidur nyenyak. Bagaimana keadaan Bapak di luar sana, Nak. Mama takut Bapak kenapa-napa." Aku menangis lagi. Setiap mengingat Mas Adi aku selalu menangis.
Melihatku yang menangis, Idar langsung memeluk menenangkanku, agar aku berhenti menangis.
"Sabar Ma, Idar yakin Bapak baik-baik saja dimanapun beliau sekarang. Semoga Bapak juga selalu ingat dengan Mama, seperti Mama yang selalu mengingat beliau," ucapnya sendu, yang segera kuaminkan dalam hati.
Lama menangis, akhirnya aku bisa tenang. Aku menanyakan maksud kedatangannya menemuiku. Karna, jika ada anak-anak datang mendadak seperti ini, pasti ada sesuatu yang penting yang akan mereka kabarkan.
"Jadi, ada kabar apa, sehingga kamu sampai datang jauh-jauh menemui Mama?"
"Tidak ada apa-apa Ma, hanya ingin bertemu dengan Mama saja, memastikan keadaan Mama baik-baik saja," ucapnya. Aku yang mendengar kembali menangis.
Namun kali ini aku menangis karena terharu. Ternyata anak-anakku masih peduli pada tubuh renta yang semakin menua ini.
Setelah memastikan keadaanku, Idar lalu pamit pulang. Maklum, semua anakku tidak ada yang mempunyai kendaraan. Jadi, kemanapun kita semua selalu berjalan kaki.
Malam telah larut. Namun mata ini seakan tidak ingin terpejam. Di dalam kelambu. Aku kembali mengingat sosok Mas Adi. Tiada hari tanpa memikirkannya. Bohong jika aku bilang tidak apa-apa.
Aku memikirkan lagi, awal sikap Mas Adi berubah. Setelah aku mempersilahkan ia beristri lagi dengan nada membentak. Setelah itu ia tidak pernah bertanya lagi.
Terakhir saat ia ijin pergi kerumah Ida. Katanya ia kangen dengan cucunya. Sehingga, hari itu ia pergi sendirian. Namun, kenyataannya dia tidak pernah mendatangi cucu-cucunya.
Sakit rasanya, otak tuaku ini dibawa berpikir keras. Entah kenapa perasaanku tidak enak semenjak tau kalau Mas Adi tidak mendatangi rumah anak-anak kami.
"Ya Tuhan, semoga Mas Adi selamat dimanapun dia berada sekarang," doa selalu kupanjatkan untuk kebaikan dan keselamatannya.
Entah, apa yang terjadi padanya, sehingga sudah tiga bulan ia tak ada kabar dan tidak ada yang mengetahui ia pergi kemana. Termasuk aku istrinya.
Pernah terbesit pikiran jika Mas Adi benar-benar beristri lagi, lalu dia meninggalkanku. Namun pikiran itu segera kutepis. Bagaimana mungkin. Uang serupiah pun ia tidak punya. Bagaimana mau dapat istri. Untuk makannya saja, aku takut. Makan kah ia di luar sana. Memikirkan itu membuat kembali didera pusing. Lelah pikiran maupun badan, membuat mataku berkedip berat lalu tak lama lena dalam lelap.
Perasaan saat ini aku tengah tidur, tapi kenapa kok rasanya panas dan pengap.
Untuk bernafas juga begitu sesak. Merasa aneh,lantas aku membuka mata. Saat aku tersadar. Betapa kagetnya. Aku langsung berteriak.
"Mas Adi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MADU DIKALA SENJA
Ficción GeneralSesakit itu rasanya... namun, Aku tetap tersenyum ....