Hatinya terus mendorong Varlega untuk mengumpat kepada Yusi, tapi raga Varlega tidak dapat berbuat apa-apa. Pikirannya malah diselimuti perasaan takut apalagi ketika melihat tubuh Yusi berjalan sempoyongan menuju sofa.
Varlega yakin bahwa Yusi telah mabuk semalaman suntuk sehingga tidak ingat dengan jam pulang, tidak ingat dengan seorang anak kecil berumur delapan tahun yang sedang menanti belas kasihnya.
Srruuuuppp!
Suara sruputan air dari gelas berhasil mengagetkan Varlega, matanya terbuka lebar ketika melihat jus buah naga hasil racikannya sedang diminum oleh sang ibu dengan begitu lahap.
"Mom," panggil Varlega yang ingin segera memperingati sang ibu bahwa didalam minuman tersebut sudah hadir dua kecoa.
Yusi yang merasa sedang kehausan setelah mabuk semalaman suntuk langsung meminta Varlega untuk berhenti bicara lewat tangannya yang terlentang.
Sebelum dihabiskan, Yusi sempat berhenti meminum jus yang berasal dari atas meja kemudian merasakan sesuatu yang aneh.
"Apa ini?" gumam Yusi sambil menyipitkan matanya dan saat dia menggigit sesuatu dari jus tersebut, suara aneh pun keluar.
Krek!
Krek!
Suara patahan dari mulut Yusi sudah membuat jantung Varlega semakin tidak karuan, tetapi Varlega hanya dapat melebarkan sebuah senyuman nakal.
Tentu saja Varlega tidak akan menghentikan tingkah ceroboh ibunya, dia terlalu menikmati proses penghancuran kepala seekor kecoa yang tidak sempat di blender lewat mulut sang ibu.
"Heh!" panggil Yusi kepada Varlega.
Seorang anak kecil yang dipanggil tanpa nama tersebut langsung menoleh ke arah Yusi. Namun, setelah beberapa detik melihat ekspresi marah Yusi, Varlega langsung menunduk lemas.
Jantung Varlega berdebar kencang, dia tidak ingin menerima siksaan kembali dari sang ibu. Cukuplah kemarin-kemarin saja dia tersiksa, semoga saja hari ini tidak ada tangisan kembali.
"Kenapa ada benda panjang ini?" Yusi mengorek sesuatu dari mulutnya kemudian menunjukan sebuah benda panjang dengan ujung yang runcing.
"Itu teh, Mom," jawab Varlega dengan sedikit bumbu kebohongan walaupun dia tahu bahwa benda tersebut adalah bagian kaki kecoak yang tidak dapat di blender secara halus.
"Kamu memblender teh?" tanya Yusi dengan nada tidak percaya.
Varlega mengangguk polos.
"Dasar idiot!"
Yusi tidak ingin berdebat lebih panjang lagi, hari ini cukup melelahkan untuk seorang wanita PSK sepertinya.
Minuman yang dia pegang langsung, diminum dengan begitu lahap hingga habis tanpa merasa jijik.
Kruuuk!
Perut Varlega mendadak berbunyi dan merasa ingin sekali diberikan asupan gizi, dia memegangi perutnya yang terasa perih karena belum makam dari kemarin siang.
Kenapa Varlega tidak makan? Varlega sendiri tidak tahu, nafsu makannya seakan lenyap ketika harus bermalam dengan seorang predator anak bernama om Komin.
Varlega mulai menghampiri Yusi yang sedang mengigau tidak jelas di samping meja panjang dengan kresek makanan di atasnya.
Varlega menatap kresek tersebut dengan begitu halus, dia mulai menatap Yusi sudah terlelap tidur dan asik mengigau seorang diri.
"Momy," gumam Varlega dengan nada memelas, "Ega laper, Mom."
Wajah Varlega yang memperlihatkan luka-luka itu memberikan perasaan iba tersendiri untuk orang-orang yang melihatnya. Namun, Yusi malah tidak perduli meskipun Varlega sudah tampak begitu memelas.
"Pergi!" Yusi menggaruk rambutnya dengan kasar. "Dasar anak sialan!"
K ata-kata itu membuat Varlega menjadi sangat kesal, batinnya kembali mengumpat dan merasa ingin sekali mencekik leher Yusi.
Diam-diam tangan Varlega mengambil nasi dari dalam kresek dan kakinya di hentak-hentakkan menuju keramik agar suara kresek yang bergerak tidak terdengar jelas oleh telinga Yusi.
Kaki Varlega terus menginjak keramik sekuat tenaga karena tangannya tidak kunjung meraih sebuah bungkusan nasi.
"Berisiiik," gumam Yusi sambil melentangkan kedua tangannya ke atas kepala.
Varlega terkejut bukan main, kakinya langsung berlari menuju kamar ketika berhasil meraih sesuatu. Benda apakah itu? Varlega sama sekali tidak tahu pun tidak perduli.
Pintu kamar Varlega ditutup rapat sehingga tidak memungkinkan seorang pun mengintip ke dalam kamar Varlega.
Mata Varlega terbuka lebar seperti sedang tidak percaya bahwa makanan yang diambilnya merupakan seekor ayam bakar dengan bumbu merah layaknya darah.
Varlega memakan bagian kepala si ayam dengan begitu lahap, dia mencongkel mata ayam bakar tersebut dan dilahapnya kembali.
Semuanya tampak ngeri, apalagi ketika Varlega memakan seluruh bagian kepala ayam bakar itu layaknya seorang monster kecil.
Krek!
Krek!
Bahkan suara tulang-tulang yang retak kemudian patah dari kepala ayam tidak dapat menghentikan kegiatan penuh nafsu tersebut.
Jujur saja bahwa Varlega lebih asik memakan tulang ayam dibandingkan daging maupun kulitnya, semua itu terlihat menyenangkan dan mengundang adrenalin tersendiri untuk Varlega.
Varlega mulai menutup matanya kemudian membayangkan betapa nikmatnya bila sedang menggigit sebuah tulang manusia.
"Aaah ... Serasa nikmat," guman Varlega atas segala halusinasinya.
Suasana yang dibaluti oleh cepatnya detak jantung Varlega berubah menjadi suasana mencekam, tapi suasana tersebut malah dianggap suasana nikmat olehnya.
Yah, Varlega sangat menikmati hancurnya tulang-tulang tersebut melalui gigi serta rahang yang kokoh. Namun, dia harus berhenti berhalusinasi ketika mendengar suara kencang tengah memanggil-manggil namanya.
"EGAA!" teriak seseorang dari ruang tengah.
Varlega mengintip dari balik pintu kamar yang sedikit terbuka kemudian mencermati gerak-gerik menakutkan ibu tirinya.
"Lihatlah, Dinosaurus itu sudah bangun." Varlega berkacak pinggang dan terlihat begitu menggemaskan.
Varlega berdiri sambil mengangkat bungkusan berisi tulang belulang kepala ayam. Dia menyembunyikannya di tempat paling rahasia di kamar tersebut yaitu kolong ranjang.
"Disini aja ya, nanti aku makan lagi," ucap Varlega dengan begitu polos seakan makanannya bisa mendengarkannya.
Kapan lagi Varlega bisa memakan makanan seenak itu?
Setelah ayahnya meninggal, Varlega jarang memakan makanan enak dan sudah terbiasa makan nasi kotak tanpa lauk-pauk yang kemudian ditaburi garam agar memiliki rasa.
Wajah Varlega yang sudah memiliki semangat karena diisi oleh makanan penambah mood mendadak dia rubah menjadi pucat pasi layaknya belum memakan apapun seharian ini.
Varlega terlihat begitu malas keluar kamar, tetapi bila dia tidak keluar maka Yusi akan berteriak lebih kencang lagi dan membuat telinganya menjadi sakit.
"Pasti kamu yang makan daging ayam bakar. Ngaku!" tuduh Yusi dengan wajah penuh emosi.
Jantung Varlega berdetak kencang, dia tidak sepenuhnya ingin menjawab pertanyaan Yusi karena merasa cukup takut dan merasa tertekan.
###
Terimakasih untuk bintangnya....
semangat untuk kalian...
KAMU SEDANG MEMBACA
Varlega, A Little Psycopath
Mistero / ThrillerWARNING! cerita ini mengandung unsur kekerasan dan lain-lain. Harap pandailah dalam membaca. Ketegangan akan hadir dan hanya adadi dalam novel Varlega, A Little Psycopath. Siapkan mental dan keberanian kalian sebelum membacanya. #2 in PSK [5/7/2020]...