Author POV
Maybe ini ada plus minusnya (╥ω╥')
Malam pertama yang seharusnya menjadi malam yang berkesan bagi pengantin baru, terutama sang pengantin pria. Tapi hal ini tidak berlaku untuk Edmund. Pasalnya, Herminia, istrinya itu, sedang kedatangan tamu dan mau tidak mau Edmund menahan diri.
Seminggu telah berlalu. Hari berjalan seperti biasa. Di mana Herminia sibuk dengan tugasnya sebagai kapten kapal dan Edmund yang sibuk dengan pekerjaannya sebagai pengusaha. Tak jarang ibu dan ibu mertua Edmund menelponnya hanya sekedar bertanya kapan cucu mereka lahir. Edmund hanya bisa mendengus kesal.
"Dasar ibu-ibu."
Malam telah tiba. Herminia sedang berkutik dengan alat masak dapur. Sedangkan Edmund baru saja selesai mandi.
"Sayang, aku lapar." Ucap Edmund sambil memeluk istrinya dari belakang.
"Pakai bajumu dulu, Ed. Nanti kau masuk angin." Herminia berbalik menatap Edmund yang hanya bertelanjang dada di depannya. Herminia mengerjapkan matanya dan salah tingkah, membuat Edmund terkekeh melihatnya.
"Aku lapar. Aku mau makan." Rengek Edmund.
"Iya, Ed. Makanannya sebentar lagi jadi kok." Ucap Herminia sambil mengusap pelan kepala Edmund.
"Aku tidak ingin makan yang seperti itu." Edmund menatap lekat wajah Herminia dengan senyum smirk. "Aku ingin memakanmu."
"Ha?" Herminia tampak berpikir. "Jangan mesum, Ed." Ucapnya ketika sekian lama berpikir.
"Apa salahnya? Aku kan suamimu."
Herminia tampak terdiam. "T-tapii---"
Edmund mengecup singkat bibir Herminia. Herminia menggulum bibirnya dan menatap Edmund.
"Tamu mu sudah pergi kan?" Tanya Edmund. Herminia mengangguk.
"Bagus."
Edmund mematikan kompor yang berada di belakang Herminia. Setelah itu Edmund menatapnya dengan senyum jahil.
"Mau melakukannya di sini atau di kamar?"
Herminia dengan pelan mencubit perut Edmund yang hanya tertawa.
"Sudahlah, ayo, aku sudah tidak sabar membuat little Pevensie." Ucap Edmund sambil menggendong Herminia ala bridal style ke kamar.
Sesampainya di kamar, Edmund langsung merebahkan Herminia dan menindihnya di ranjang. Tanpa aba-aba, Edmund menuangkan rasa yang lama dia pendam lama Herminia lewat ciuman yang awalnya lembut menjadi sedikit kasar, namun Herminia menikmatinya.
Anggota tubuh Edmund lainnya tidak tinggal diam. Tangannya sudah gatal membuka kancing piyama Herminia dan menyentuh benda yang selalu ingin dia sentuh.
"Mmm--" Herminia mengalungkan tangannya pada leher Edmund, memperdalam ciuman mereka. Edmund yang benar-benar agresif, dengan tidak sabaran melepas semua pakaian Herminia, begitu juga dengan Herminia yang melakukan hal yang sama pada Edmund.
Edmund memindahkan ciumannya ke leher Herminia dan membuat beberapa kissmark di sana.
"Your mine." Bisik Edmund dengan senyum smirknya. Herminia hanya bisa tersipu malu, membiarkan Edmund melakukan apa yang dia mau.
Edmund kembali mencium bibir mungil Herminia. Tangannya kini dengan lembut meraba perut Herminia dan kembali meremas buah dadanya. Setelah puas melakukan pemanasan, Tangan Edmund meraba paha mulus Herminia sambil menatap Herminia yang terengah-engah.
"Aku tak akan menahan diri lagi." Ucap Edmund yang kini telah menyentuh aset berharga istrinya. Herminia hanya tersenyum dan membiarkan suaminya itu mendapatkan apa yang menjadi haknya.
Au ah ga kuat w ngetik ginian:'v
Dua tahun berlalu, Herminia sedang asyik menikmati pemandangan pelabuhan yang selalu sibuk dari hari ke hari. Sebuah tangan mungil dengan pelan menepuk wajah Herminia, membuat Herminia terkekeh pelan.
"Kenapa denganmu? Lapar?" Tanya Herminia pada anak lelakinya yang kini genap berusia satu tahun.
"Di sini rupanya." Edmund datang menghampiri Herminia dan anaknya. "Ayo pulang, dad merengek ingin menggendong Hansen."
Sesampainya di rumah, ayah Herminia menyambut dengan hangat, terlebih lagi tangannya sudah direntangkan terlebih dahulu, tidak sabar menggendong cucunya.
Di ruangan itu, terdapat Martin dan Susan. Ya, Martin menikah dengan Susan dua bulan yang lalu.
"Herminia, aku punya kabar gembira untukmu." Ucap Martin.
"Oh ya? Apa itu?" Tanya Hermini antusias.
"Aku akan menjadi seorang ayah." Martin menepuk dadanya pelan, membuat Herminia tertawa kecil yang tanpa Herminia sadari seseorang sedang diselimuti oleh api.
Herminia tertawa sambil memikirkan ucapan Martin. Hingga--
"Apa?! Susan?! Kau hamil?" Teriak Herminia yang membuat semua orang yang berada di ruangan itu terkejut. Bahkan Hansen pun menangis karena teriakan ibunya.
"Ya ampun, nak. Jangan teriak-teriak." Ucap ibu Herminia sambil menenangkan Hansen yang berada di pangkuan ayah Herminia.
Herminia berencana menginap di rumah irang tuanya selama beberapa hari. Hitung-hitung melepaskan rindu.
Makan malam telah usai, semua orang kembali sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Terlebih lagi sang ayah yang tampak tak bosan-bosannya bermain dengan cucunya.
"Hansen tidur bersama kakek saja ya?" Ucap ayah Herminia pada Hansen. Hansen hanya tertawa menanggapinya.
"No, dad. Hansen akan merepotkan kalian." Ucap Herminia.
"Siapa bilang Hansen ini merepotkan?" Tanya sang ayah tanpa mengalihkan perhatiannya.
"Sudahlah, biarkan saja Hansen tidur bersama dad dan mom. Hansen anak yang baik, sama seperti ayahnya." Ucap Edmund yang tiba-tiba menarik Herminia ke kamar.
"Kau mau apa, Ed." Herminia menyilangkan kedua tangannya. Edmund tidak mengindakan pertanyaan Herminia, tanpa basa-basi lagi, Edmund menyerang bibir Herminia. Herminia merasakan ada yang tidak beres dengan suaminya itu.
"Ed-- kau ini kenapa?" Herminia mendorong badan Edmund.
"Jangan dekat dengan yang lain." Ucap Edmund yang kembali menyerang Herminia.
Herminia yang langsung peka dengan perkataan Edmund pun hanya tersenyum dan membalas serangan Edmund.
Posesif sekali, batin Herminia.
lanjut?
au ah, w ngantuk, mau tidur, byee 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Explore Your Heart【Edmund Pevensie】
FantasiHerminia Geraldine, gadis yang bercita-cita menjadi seorang penjelajah lautan hebat namun dia harus memendam cita-citanya karena di tentang oleh sang ayah yang merupakan kapten kapal terkenal di Inggris. Hingga dia tidak sengaja bertemu dengan sahab...