Happy reading🤍
Pagi ini seperti pagi-pagi di hari sebelumnya, setiap Rasya berjalan bersisihan dengan Dewa, tatapan seperti inilah yang biasa ia dapatkan.
Bukan, bukan tatapan iri dan sejenisnya, melainkan tatapan merendahkan, tatapan yang seolah mengatakan jika Dewa itu berlian dan Rasya hanya sampah. Atau seperti yang sering telinga Rasya tangkap, Dewa itu buah apel yang masih segar dan menggiurkan, sedangkan Rasya ulat yang diam-diam ada di dalamnya, dianggap menjijikan.
Rasya terlalu sadar akan itu. Mereka memang jauh berbeda. Dewa Agatra. Ketua OSIS SMA Laskar Aksara, siswa berprestasi yang gemar menyabet juara dalam perlombaan yang diikutinya. Ganteng, sudah pasti. Ramah dan murah senyum, jangan ditanya lagi, setiap berpapasan dengan orang sudut bibirnya selalu tertarik ke atas. Tegas dan berwibawa, itulah jiwanya. Ia hampir sempurna tanpa celah jika saja tidak memiliki sahabat seperti dirinya. Dua kata yang biasa orang gunakan untuk mendeskripsikan dirinya, sampah sekolah.
"Pagi Dewa." Tiga gadis remaja seangkatan dengan Rasya dan Dewa menyapa. Lihatlah, bahkan mereka tak mau repot-repot menyapa Rasya yang nyata berada di sebelah Dewa.
Dewa menghentikan langkahnya, pun Rasya. Ia mengangguk dan membalas sapaannya, tak lupa seukir senyum tersungging di bibir.
"Dewa makin hari makin nambah gantengnya."
Ketiga gadis itu tersenyum centil. Rasya hapal betul mereka. Orang-orang yang selalu merasa paling berkuasa, paling cantik, dan paling segalanya karena menjadi anak dari salah satu donatur terbesar di sekolah ini.
Zamora si ketua geng, anggap saja begitu, berdiri di tengah, kuku-kukunya yang panjang macam kuku kuntilanak ia mainkan di depan wajah, sengaja memamerkan kutek warna-warni yang menghiasinya. Di sebelah kanan ada Nara, rambut sebahunya ia warnai seperti pelangi. Sedangkan di sebelah kiri ada Dira, jika dilihat dari atas penampilannya terlihat biasa saja, namun kakinya memakai high heels setinggi 10 cm.
Zamora mengulurkan tangannya untuk menyerahkan undangan berwarna silver dengan hiasan pita hitam di sudut kanannya.
"Datang ke ulang tahun gue ya?" pinta Zamora dengan memasang senyum termanisnya. Namun terlihat berlebihan di mata Rasya. Membuat gadis itu bergidik ngeri.
"Suatu kehormatan kalau lo mau datang ke acara ulang tahunnya Mora." Dira menambahkan.
Kek ngundang pangeran aja, batin Rasya. Ia diam saja, berdiri tak peduli.
Dewa menerima undangan itu. Ia kembali tersenyum. "Akan gue usahakan."
Zamora mengangguk dan setia tersenyum. Tidak ada yang tidak menyukai Dewa. Wajah kalem seperti bayi itu menjadi daya tarik bagi kaum hawa.
"Oh iya." Dewa mengingat sesuatu. "Undangan buat Rasya mana?"
Zamora dan kedua temannya memutar bola mata malas. Haruskah mereka mengundang pengacau seperti Rasya?
KAMU SEDANG MEMBACA
SAHABAT KETUA OSIS (HIATUS)
Novela JuvenilDewa dan Rasya bagaikan buah apel dan ulatnya. Begitulah kata orang lain. Dewa hampir sempurna tanpa celah jika saja tidak memiliki sahabat seperti Rasya Ilusi Bidnaya. Sampah sekolah, itulah sebutan untuknya. Bagi Rasya, Dewa adalah segalanya, pun...