●●●
jeffrose_'s present
●●●
HARI berlalu lambat. Orang yang berbicara melalui pengeras suara masih mengumumkan permohonan maaf dengan rajin tanpa diminta. Kali ini permohonan maafnya didasarkan kebijakan baru penutupan total geladak terbuka seluruh lantai. Keadaan laut makin mengganas, tapi kapal terus melaju sedikit demi sedikit. Afrika Selatan hampir di depan mata. Meskipun waktunya melar dari jadwal asli, Dejun tetap mensyukurinya. Ia sudah merindukan daratan.
Makan siangnya diantar ke kamar seperti makan malam, tapi keramahan pelayanannya jauh dari yang kemarin. Dejun mendapatkan pramusaji berwajah semuram awan di langit siang itu. Ia hanya menghadiahinya sedikit sekali tip dan mengacungkan jari tengah ketika gadis itu pergi usai menatap nyalang padanya.
Dejun tidak mau kemuraman pramusaji itu semakin memengaruhi suasana hatinya yang sejak awal sudah hancur. Ia menuangkan bourbon ke cangkir yang sebetulnya diperuntukkan untuk teh dan menyesapnya di ambang jendela balkon. Dengan lesu ia memandangi ombak laut yang sesekali menciprat kaca di depan matanya.
Seandainya situasi yang merekaㅡia dan Henderyㅡalami berbeda, seandainya mereka bertemu dalam keadaan bahagia dan normal, maka tidak akan ada rasa dilema yang canggung diantara keduanya.
Jika saja dulu Dejun memang hanya berlibur di Maria Russel sebagai pelipur lara setelah kematian Addie, dan jika saja Hendery memang hanya sekretaris seorang ningrat yang hendak pergi ke Afrika Selatanㅡtanpa ada beban di pundak mereka, tanpa perlu ada rasa curiga.
Dejun menghela nafas. Tempurung bagian belakang kepalanya ia benturkan ke kosen. Ia memang menginginkan sosok nyata Hendery, tapi ia tidak menginginkan kenyataan bahwa Hendery adalah sosok yang tidak bisa dipercayai.
Diliriknya sarung pistol yang dibungkus plastik seadanya itu di meja.
Sama seperti sarung tangan dan kertas sigaret di tempat sampah, semua orang pasti berpikir bahwa Hendery-lah yang membuang sarung pistol itu di geladak 6. Laki-laki itu mungkin mengikutinya, berbicara omong kosong dengannya, dan pergi setelah barang yang ia buang dirasa cukup aman tersembunyi.
Dan hal yang paling menyakitkan adalah; mungkin Hendery juga sama-sama menjadikan Dejun sebagai saksi baik di peristiwa penembakan maupun pembuangan sarung pistol itu.
Dejun tidak pernah merasa dirinya bodoh. Dalam kemiskinannya selama ini, ia berhasil menamatkan setiap jenjang pendidikan hanya menggunakan otaknya karena ia kesulitan membayar apapun. Tapi setelah Kim Doyoung memberi tahu bahwa nama asli Addie adalah Carlone Deer, Dejun jadi meragukan kepintarannya, apalagi setelah menaruh rasa percaya pada seseorang.
Dejun tak bisa berbohong. Ia amat menyayangi Addie. Ketika merasa dikhianati seperti ini, tanpa sadar hati Dejun selalu memanggil nama Addieㅡwalaupun ia sendiri tak yakin memanggil nama yang benar.
Ketika badan kapal limbung ke kiri, pintu kamarnya diketuk. Alis Dejun bertaut heran. Siapa pula yang mau bertamu ketika badai seperti ini? Ia pun meletakkan cangkir bourbon-nya di meja dan membukakan pintu tanpa mengintip terlebih dahulu.
"Selamat siㅡ"
Dejun hampir menghempaskan daun pintu itu tepat di depan wajah Hendery bila saja Hendery tidak menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
High By The Beach ● HenXiao ●
Fanfic[Completed] Lights, camera, acción Xiao Dejun bingung. Ia selama ini yakin telah menikah dengan wanita baik-baik ㅡmeskipun ia tahu istrinya sama sekali tidak mencintainya, tapi itu bukan masalah, ia pun menikahi wanita berusia 40 itu semata-mata kar...