Terlambat

24 10 2
                                    

Ini sudah pukul tujuh pagi, padahal Cheyla harus sudah berada di kampus pukul setengah delapan. Cheyla berlari ke kamar mandi. Cheyla tidak bisa mandi cepat, setengah jam dia baru keluar dari kamar mandi. Astaga! Baju kuliahnya juga belum disetrika. Cheyla bergegas mengambil setrika dan menyetrika bajunya. Tak apalah tak rapi, asal tidak terlalu kusut.

Setelah touch up sebentar, Cheyla memakaikan parfum ke seluruh lekuk tubuhnya. Kakaknya sudah mengirimkan whatssapp, isinya omelan karena Cheyla belum juga siap. Cheyla mengambil roti dari meja makan dan memakannya tanpa topping. Daripada telat dan Kakaknya terus mengomel.

Cheyla keluar, lalu disambut omelan sang Kakak. Cheyla memutar bola matanya malas dan segera naik ke motor sang Kakak. Biasanya Cheyla bangun sangat pagi, tapi tadi malam dia mengerjakan konsep drama yang akan dipentaskan di kampus. Maklum, apapun acaranya, Cheyla-lah ketua panitianya. Jadi anak kreatif tidak selamanya menyenangkan.

"Hei..!!" Cheyla berteriak memanggil teman-temannya saat sudah sampai di kampus. Teman-temannya menoleh dan berjalan menghampiri Cheyla.

"Maaf gue telat," Cheyla nyengir sambil membuka helm-nya. Kakaknya hanya menghembuskan nafas kesal dan berlalu pergi meninggalkan Cheyla.

"Eh, tumben lo telat." kata Tania.

Cheyla tak mendengar ucapan Tania, dia sibuk memperhatikan Leon si famous boy. Leon yang sadar diperhatikan melihat Cheyla juga dengan tatapan jutek.

"HEH!" Tania berteriak.

"Hah?! Apa?!" Cheyla terlonjak kaget.

"Gausah kebanyakan halu lo! Tenggelam rasa nyaman mampus!" Tania tertawa.

"Apaan sih, gue cuma heran aja, kok Leon gapernah senyum sih?" tanya Cheyla penasaran.

"Dia gapunya kotak tersenyum, makanya gapernah senyum." jawab Tania asal.

Cheyla kembali menatap Leon. Lagi-lagi yang dilihatnya hanya wajah tembok, datar. Leon tidak pernah terlihat senang, sedih, marah, atau takut. Semua ekspresi wajahnya sama saja.

"Leo!" Teriak seseorang. Itu sahabatnya, Nino. Mereka sudah dekat sejak kecil, begitulah rumornya.

"Yaudah ayo, gue udah bikin konsep nih buat drama nanti. Kita liatnya di kelas aja." ujar Cheyla pada teman-temannya. Mereka lalu berjalan bersama menuju kelas.

"Kenapa gak di kantin aja sih? Gue belum sarapan..." rengek Tania. "Makan mulu yang lo pikirin, katanya mau diet." sindir Patricia. Teman-temannya yang lain hanya menggelengkan kepala. Sementara Cheyla sibuk mencari soundtrack untuk drama nanti. Dengan rengekan Tania sepanjang jalan, akhirnya mereka sampai di kelas. "Menyebalkan! Kenapa sih kita dikasih kuliah pagi?!" Lagi-lagi Tania mengomel. Omelan Tania disambut kecuekan teman-temannya. Tania memang selalu mengomel. "Aneh, lo gak gerah pake sweater di musim panas gini?" tanya Patricia pada Tania. "Yang penting beda dari yang lain, gue gamau disamain." Patricia hanya menggeleng.

Rio si ketua geng terkenal melewati para gadis. Dia menatap Cheyla sejenak lalu tersenyum. Cheyla tersenyum sebentar lalu memalingkan wajahnya ke dokumen drama lagi. Memang, Rio sangat mengagumi Cheyla, tapi Cheyla sangat penasaran pada Leon. Setampan apapun Rio, tidak pernah lebih tampan dari Leon di matanya. Pokonya Leon paling tampan sedunia!

"Lo nyadar gak sih, Rio tuh kek yang suka sama lo," bisik Patricia.

"Gue? Mau banget gue mah!!" ujar Tania geer.

"Ck bukan lo, Cheyla."

"Ah gamungkin. Rio kan ganteng, famous, kaya. Mana mungkin suka sama gue?" elak Cheyla. Padahal dia juga merasakan hal yang sama dengan Patricia.

"Bloody hell! Lo juga cans banget anj, lo sengaja ngomong gitu biar gue insecure?! Kurang famous apalagi elo? Sampe tiap acara elo ketua panitianya. Lo anak cewek satu-satunya, Bokap lo Arsitek terkenal. Dan lo mau bilang kalo lo miskin? Terus gue disebut apa yang Bokapnya cuma karyawan swasta? Gembel?" omel Tania.

"Ck berisik ah, ngedumel mulu daritadi!" sahut Patricia. "Kira-kira kita butuh anak padus gak buat nyanyiin soundtrack?" tanya Cheyla pada teman-temannya. "Kaset ajalah, gausah pake anak padus segala." ujar Patricia. "Biar...," Cheyla tak melanjutkan ucapannya.

Leon masuk ke kelas dengan santai, lalu menyimpan tas-nya dan tenggelam lagi dalam buku. Selain misterius, Leon juga cerdik. Prestasinya selalu membuat kampus menganga sekaligus bangga. "Kenapa lo liatin gue terus daritadi?" Teguran Leon membuat Cheyla tersadar hingga menunduk malu.

"Eeeh nggak, kebetulan aja kelirik." Cheyla mengelak.

"Drama kampus akan dilaksanakan tanggal 3 Januari nanti." ujar Cheyla. "Terus?" tanya Leon. "Emm hanya memberi tau."

Cheyla menutup wajahnya malu, kenapa dia katro banget sih?! Semua orang juga tau kali kalau drama-nya akan dilaksanakan tanggal 3 Januari. Tapi tak apalah, setidaknya pagi ini dia sudah mendengar suara Leon. Cheyla mengepalkan tangannya dan memukul pahanya sendiri karena malu.

Cheyla menghirup udara segar untuk mendapatkan rasa percaya dirinya lagi. Dia membuang memori kejutekan Leon dan rasa malunya barusan.

Keep smile Cheyla!! Pagi-pagi harus segar. Cheyla lalu memasang senyumnya kembali di hadapan teman-temannya yang sedang menahan tawa.

🌹🌹🌹🌹

Sudah dua jam dosen berada di dalam kelas. Hari ini Cheyla mengambil kelas matematika. Cheyla kuliah jurusan hukum. Sebenarnya matematika tidak terlalu penting baginya. Tapi demi bertemu Leon, kelas apapun akan dia ambil. Anything for everything. Karena Leon everything baginya.

Mereka berdua memang tidak pernah mengobrol, tapi karena sering satu kelas, yaa sekali-dua kali Cheyla bisa mendengar suara Leon. Leon mengambil jurusan kedokteran. Tapi Cheyla sering mengikuti pelajarannya. Teman-temannya sudah bosan menasihati Cheyla. Aneh rasanya, calon hakim bergabung dengan para calon dokter.

Saat Leon melirik sedikit saja ke tempatnya, Cheyla langsung tersenyum. Walaupun balasannya pasti delikan mata dari Leon. Setidaknya Cheyla sudah berusaha. Walau tidak mengerti pelajarannya, tapi Cheyla betah berlama-lama di kelas yang ada Leonnya.

Dosen tiba-tiba bertanya pada Cheyla. "Cheyla? Kenapa kamu ikut kelas para dokter? Kamu kan anak fakultas hukum."

"Emm saya....,"

"Bantuin temennya Pak, eeeh hari ini Fani gamasuk karena sakit. Jadi Cheyla bantu nyatat pelajarannya." jawab Fricilla membantu.

"Oooh baik sekali kamu," sang Dosen tersenyum.

"Loh, bukannya mau ketemu Le....," belum sempat Tania menyelesaikan ucapannya, mulutnya sudah disumpal kertas oleh Cheyla.

"Ketemu siapa?" tanya Dosen.

"Ketemu Bapak, saya udah lama gak ketemu Bapak hehe...." jawab Cheyla.

Krrr krrrr

"Tuh kan perut gue bunyi! Gue belum sarapaaan... Masa udah disuguhi matematika?!! Laper kan jadinyaaa..." ujar Tania sambil menggebrak meja. Semua mata jadi tertuju padanya. Cheyla, Patricia dan Fricilla hanya menepuk jidat. Dasar Tania! Dosen pun ikut tertawa, "Hahaha mahasiswi senior kita lapar? Yasudah, waktunya tinggal tiga menit lagi kok, sudah bubar saja."

Dosen matematika yang satu ini memang idaman semua mahasiswa dan mahasiswi di kampus. Selain baik hati, cara mengajarnya juga asik sehingga kelas tidak membosankan. Tapi tetap membosankan untuk mahasiswa yang malas belajar. Contohnya Rio dan Tania.

Sedingin EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang