Bismillah,
Pluk
Alfi tersentak ketika sebuah pulpen mendarat di mejanya. Dia menoleh dan melihat Danil mengikik seru. Alfi berdecak, dia tahu Danil pasti menertawainya karena dia melamun. Melamun menatap foto Ifa dan beberapa kali mengetikkan kalimat untuk menyapa di aplikasi whatsap. Tapi segera menghapusnya lagi. Memang hal berbau cinta bukan keahlian Alfi.
"Belum jadi duda ngelamun, udah duda frekuensi melamunnya semakin parah, Alfi, Alfi, ngenes banget jadi orang," ledek Danil sambil terbahak lagi.
Alfi melempar pulpen itu kembali, tepat mengenai hidung Danil. Lelaki berlesung pipit itu langsung berhenti tertawa.
"Busyet, udah galak, suka ngelamun lagi," cibir Danil. Tapi tak urung kakinya melangkah mendekati Alfi.
Danil memindai Alfi dengan cepat, sahabatnya ini kelihatan lebih macho. Rambutnya yang dicat warna auburn brown dan kulitnya yang menjadi lebih gelap setelah dia pulang dari Bali, membuat Alfi terlihat lebih keren. Tapi ada satu hal lagi, ekspresi wajah Alfi yang muram sudah banyak berkurang. Itu terjadi khususnya ketika lelaki itu sedang menatap ponselnya.
"Al, sebenernya yang ada di hape kamu itu apaan sih? Gambar porno ya?!"
"Kampret, sialan. Jangan sembarangan nuduh," kelit Alfi.
"Trus apaan kalo bukan gambar begituan? Masalahnya nih ya, udah 3 hari ini aku liat wajah kamu keliatan lebih fresh kalo ngeliatin hape."
"Nggak usah kepo, Nil, ntar kalo udah waktunya aku kasi tau," kata Alfi, tangannya mulai memasukkan ponsel ke dalam tas laptop. Tapi Danil dengan sigap merebut ponselnya, lalu detik berikutnya foto Ifa dengan Fatih yang dijadikan background layar langsung menyala terang.
Danil melongo, lalu terbahak keras. Alfi sampai berdiri dan menutup mulut Danil untuk meredam suara tawanya. Dia takut Mbak Tuti mendengar dan bertanya-tanya. Tangan lelaki itu langsung merebut ponselnya.
"Astaga, Al, kamu mau move on aja pake malu-malu. Move on, ya move on aja kali, dodol."
Danil masih belum berhenti tertawa, sedangkan Alfi mendelik menyembunyikan rasa malunya.
"Itu Ifa kan? Kalo mau pdkt sama Ifa kenapa nggak bilang sama aku sih?! Dia kan rutin meriksain Fatih tiap dua minggu. Nih ya, dia dateng tiap jumat sore, ke klinik Hermina. Kalo mau nemuin tunggu aja di sono, ck, nggak cerdas banget sih."
Alfi diam, mengacak-acak rambutnya. Terlihat ragu untuk berbicara. "Kalo aku say hi gitu gimana ya, Nil?"
"Ya tinggal ketik aja 'hi' terus send, beres."
"Trus bilang apa lagi, itu yang aku pusing, Nil."
Danil menutup wajahnya dengan telapak tangan. Dia merasa Alfi memang jadi agak bodoh karena kebanyakan belajar. Ada puluhan artikel tentang kesehatan anak di jurnal internasional dengan nama Alfi Haidarrahman, lelaki itu memang berotak encer. Tapi giliran urusan romantis, dia benar-benar bodoh.
"Gitu ngaku duda, mau ngerayu cewek aja nggak bisa, ck apaan."
"Jangan ngeledek, kasih saran lah, kamu rela aku galau terus gara-gara nggak tau mau wa apa sama Ifa?!"
"Tinggal ketik aja, apa kabar, trus tanya kabar Fatih, trus ajak keluar," cerocos Danil.
"Kalo dia nolak gimana, Nil?" ragu Alfi.
"Ya elah, Al, coba lagi lah. Jangan kalah sama Mbok Sri di kantin, tiap kali gesek tutup teh gelas dan dapat 'belum beruntung' dia beli lagi teh gelas selusin."
Alfi terbahak mendengar itu. Danil memang penghibur kelas wahid. Alfi jadi heran apa sahabatnya itu pernah stress, karena seingatnya wajah Danil tidak pernah terlihat muram. Alfi berdiri dan menepuk pundak Danil. Dia berdehem, kemudian mendekati Danil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Untukmu
RomanceKetika Alfi mulai mencintai Nai, wanita itu memilih untuk menjauh. Spin off 'Orang Tua Sempurna'. Note: sebagaian besar kejadian dalam cerita ini tidak persis sama dengan 'Orang Tua Sempurna'. Hal ini ditujukan sebagai improvisasi untuk membuat ceri...