Diya memarkir motor nya di depan rumah, bagi orang lain motor Diya adalah motor butut tapi bagi Diya motor ini sangat lah berharga.
Motor ini adalah motor bekas yang di beli abangnya, untuk Diya gunakan pulang pergi bekerja.
"Sudah pulang nak?, Gimana kerjaan nya?" Sambut ibu.
"Lumayan lah bu, untuk tiga bulan kedepan training dulu" jawab Diya sambil menjangkau gelas, mengisinya dengan air putih lalu meneguknya.
"Iya gak apa nak, yang betah saja ya. Semoga nanti abang sama ayah ada rejeki, biar kamu bisa kuliah juga seperti Desty dan yang lain nya".
Diya tersenyum pada ibu, ada getir yang sulit dia jelas.
"Gak apa bu, Diya gak usah kuliah juga gak apa-apa" jawab nya.
"Diya ke kamar ya bu, mau salin baju!" Pamit Diya.
Ibu tersenyum dan mengangguk.
Diya merebahkan badan nya di kasur, mata Merawang menatap langit-langit kamarnya yang sederhana.
Di hembuskan nya nafas panjang, mata Diya melirik pada pigura yang tergantung di dinding kamar.
Diya bangkit, dijangkau nya pigura itu.
Dalam pigura tampak Diya tersenyum bahagia diapit oleh lima orang teman nya yang berparas tampan dan gagah, Diya membelai wajah-wajah dalam pigura bibirnya mengukir senyum "kalian sekarang pasti juga sibuk seperti ku" bisik nya.
Sudah lebih satu tahun sejak kelulusan nya dari SMA Nusantara, Diya disibukkan dengan rutinitas mencari kerja.
Kerja apa saja dia lakoni, dia pernah menjadi cleaning servis di sebuah perusahaan.
Cuma bertahan enam bulan, bukan karena Diya tidak betah tapi karena memang dia menggantikan posisi orang sementara.
Saat itu tetangga nya yang mau cuti melahirkan menawarkan Diya untuk mengganti kan dia sampai cutinya selesai, setelah masa cuti melahirkan selesai maka Diya pun harus stop menggantikan posisi si tetangga.Dua minggu yang lalu Diya mendapat informasi kalau salah satu toko ayam goreng membuka lowongan kerja, maka Diya pun berjubel dengan puluhan bahkan ratusan para pencari kerja lain nya.
Bersyukur Diya salah satu yang di terima dan sekarang dia sedang menjalani masa training sebelum nanti tanda tangan kontrak untuk menjadi karyawan.
*****Ditempat lain..
"Mau kamu tu apa Desty?" Tanya mama dengan nada suara sedikit ditinggikan.
Rasanya kesabaran mama mulai terkuras menghadapi anak gadis semata wayangnya itu.
Desty tak bergeming, matanya menatap layar ponsel sementara mulutnya sibuk menggigiti jari telunjuk tangan kanannya.
Mama tau Desty mendengarnya, namun sikap tak bergeming yang ditunjuk oleh si gadis memaksanya bangkit dari sofa dan berjalan menghampiri anak semata wayang yang lagi terduduk di kursi balkon.
"Desty, jawab mama!" Ucap mama berusaha membuat nada suaranya sedatar mungkin.
"Aku mau pulang ke indonesia!" Jawab Desty tampa balas menatap wanita yang dipanggilnya mama itu.
"Kuliahmu bagaimana?" Tanya mama lagi, ingin sekali dia berteriak, tapi ditahan agar tidak lagi terjadi pertengkaran dengan si anak.
"Aku kuliah di indonesia saja!" Jawab Desty masih dengan posisi yang sama.
"Desty...."
"Ma, apa bedanya sich kuliah di jepang sama indonesia!".
"Kamu itu gak faham juga mama bilangin, di indonesia kamu sendirian Desty, mama sama papa lebih banyak waktu disini!".
"Kapan sich kalian punya banyak waktu dengan ku?, Disini sama di indonesia sama saja ma. Disini mama sama papa juga sibuk, aku juga sendiri!.".
Desty bangkit dari duduknya, dan melangkah meninggalkan wanita yang tampak masih sepadan untuk menjadi kakaknya dari pada mamanya.
"Desty tunggu!, Mama belum selesai. Desty..."
Desty terus melangkah tak menghiraukan panggilan mama.
Dibukanya laptop sembari menyandarkan punggungnya pada kepala dipan, panggilan nya pada nomor Arya tersambung.
"Ngapain lu, gila ya?" Tanya Arya dengan mata masih sedikit terpicing.
"Elu udah kerjain yang gue suruh kemarin?" Tanya Desty.
"Udah semua beres, tinggal elu nya kapan balik!" Jawab Arya.
"Elu ada ketemu Diya gak?"
"Enggak ada!".
"Elu gak cari info tentang Diya?" Todong Desty.
"Hadoh Des, gue ngantuk. Lagian buat apa sich?".
"Yah buat gue lah!".
"Elu balik kesini, elu datengin rumah nya, pasti elu ketemu dia. Sesimple itu. Kenapa gue harus jadi detektif,nyariin info tentang Diya segala!" Omel Arya.
"Ya udah deh, payah lu!" Rutuk Desty sembari memutuskan sambungan telepon.
Desty termenung, pikiran nya melayang.
Sejak dia lulus SMA dan di boyong ke Jepang oleh mama dan papa sejak itu lah komunikasinya dengan Diya terputus, Desti membuka laci meja dijangkau nya benda kecil berwarna putih.Sebuah hp lipat kecil dibelainya, "kenapa elu gak gue kasih ke Diya aja? Kalau saja elu sama Diya pasti sekarang gue bisa mendengar celotehnya meski itu gak bermutu!". Bisik nya.
*******
"Bagaimana Desty?" Lelaki 40tahunan itu menjangkau gelas berisi air putih yang disodorkan istrinya."Tetap keukeh mau pulang ke indonesia!" Jawab istrinya.
"Ya sudah, lepaskan saja dari pada ditahan nanti dia stres kuliahnya berantakan!".
"Tapi pa...."
"Biar saja dia kuliah di indonesia, seusia dia masih mencari jati diri. Yang terpenting kuliahnya tetap jalan!" Tegas papa.
"Pa, mama tau apa yang dia cari di indonesia!" Sanggah mama.
"Apa?" Tanya papa dengan tampang bodoh.
"Diya!"
"Apa itu?"
"Kok apa itu sich, Diya itu nama orang pa!" Mama geram.
"Oh, memang siapa Diya?"
"Teman sekelas Desty pas masih SMA!"
"Laki-laki?"
"Hhhh!" Mama menarik nafas kesal.
"Ya perempuan lah!, Namanya saja Diya!".
"Yah sudah, apa salahnya?" Tanya papa masih dengan ketidak mengertiannya.
"Yah salah lah pa, anak cewek kok ya ngejar-ngejar cewek juga, itu apa tidak salah?".
"Ma, jangan berprasangka terlalu jauh sama anak sendiri!".
"Pa, mama merasa sudah salah dengan Desty. Desty tumbuh sendiri tampa pendampingan dari mama, mama tau Desty rindu kasih sayang dan belaian seorang ibu. Tapi mama terlambat pa, dia terlanjur nyaman dengan sesama gender nya!"
"Ma, Desty masih remaja. Dia masih dalam tahap pencarian jati diri!. Kami hanya terlalu khawatir!" Papa merangkul pinggang mama berusaha memberi tenang pada istrinya.
"Mama takut pa, mama takut Desty hanyut dengan kenyamanan itu".
"Biarkan Desti pulang, jika benar apa yang mama takutkan itu Jepang justru lebih berbahaya bagi Desty, mama tidak ingin kan kalau tiba-tiba Desti pulang dengan dada yang sudah rata oleh pisau operasi dokter!" Bisik papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diya
Teen FictionTerkadang kehadiran seseorang kita anggap biasa saja, namun kita baru sadar betapa kehadiran nya begitu sangat beharga setelah orang itu pergi. Coba lihat di sekitarmu, adakah seseorang yang seama ini selalu ada namun kehadirannya tidak kau anggap p...