Keping 55 : Semua Karena Allah 'kan Bang?

3.3K 326 64
                                    

(Cinta Sejati)

Aku tak pernah pergi

Selalu ada di hatimu

Kau tak pernah jauh

Selalu ada di dalam hatiku

.

Sukma ku berteriak

Menegaskan kucinta padamu

Terima kasih pada Maha Cinta

Menyatukan kita

.

-uma terlalu tenggelam saat ngetik chap ini, nggak tau teman gimana pas bacanya nanti-

-sebenarnya B aja sih, mungkin karena uma lagi baper aja kali ya (curcol aing)-

-semoga ada kebaikan yang didapat-

-semoga teman suka-

-semoga teman tak bosan-

-salam hangat dari SanuLora buat teman semua, salam kasih penuh cinta, salam persahabatan dan tawa-

-siap ramaikan chap ini?-

.

Happy reading

..................

Ikhsan yang masih menggenggam erat tangan istrinya berjalan masuk ke dalam rumah seolah menyeret paksa sang istri. Tak peduli apakah kaki Lora bisa menyeimbangi langkahnya atau tidak.

Mata Ikhsan membara, terlihat segaris cahaya terlintas menyeberangi pupilnya. Memandang tajam seperti tak punya rasa kasihan.

Deru napas Ikhsan membahana, mendengus kasar tanpa bisa disembunyikan, seolah tengah menahan ledakan besar dalam perutnya.

Agaknya Gus Ganteng sedang kesal. Atau tepatnya kesal yang sebenar-benarnya kesal. Entahlah, kesal atau pun benar-benar kesal, yang jelas keduanya tak ada yang baik untuk Lora bukan?

"Lepas Bang! Tangan Lora sakit. Bang Sanul megangnya kekencengan." Lora membuka suara untuk pertama kalinya saat tubuhnya telah berhasil Ikhsan bawa hingga ke ruang tengah.

Lora baru berani bicara karena baru bisa memulihkan kagetnya pasca dikecup sang suami dengan aura singa pemburu. Mana kata-kata Ikhsan menggetarkan jiwa lagi, mari kita selesaikan sampai akhir apa yang barusan saya mulai ... apa-apaan itu? Sesuatu seperti apa yang harus diselesaikan jika diawali dengan kecupan bibir ha? Lora merinding tak kira-kira, tak mau membayangkan apa pun juga dalam benaknya kini.

Tapi Ikhsan, demi mendengar suara sang istri yang minta dilepaskan langsung membalik tubuhnya dan patuh melepaskan pegangannya, lalu bertanya dingin, "tanganmu sakit?"

Lora mengangguk cepat. Pipi sang dara masih basah karena ia belum benar-benar mengelap sampai kering air matanya yang tadi sempat berderaian.

"Sakit mana dibanding rasa saya padamu yang terus-terusan kamu ragukan Lora? Sakit mana dibanding rasa saya yang tidak mau kamu percaya ha?" Ikhsan akhirnya lepas kendali, mengeluarkan apa yang sedari tadi ditampungnya dalam dada. Habis sudah kuota si tampan untuk memaklumi pikiran liar istrinya.

Jleb! Lora meremang seketika atas perkataan Ikhsan.

"Kemarin-kemarin dan tadi, saya sudah coba meyakinkan kamu, mengatakan padamu kalau kamu yang Allah kirim sebagai penyempurna agama saya, bukan wanita lain." Ikhsan berbicara sambil mendekatkan jaraknya pada sang istri, tak peduli dengan wajah kaku gadis itu. "Sekarang kamu ulangi pemikiran kelirumu itu lagi. Takut kalau saya meninggalkanmu, takut kalau ada yang lebih baik darimu saya akan memilih dia dan tak lagi di sisimu, takut tak jelas setiap kali ada hal-hal yang berhubungan dengan Arini. Nanti jika saya yakinkan kamu, besok-besok mungkin kamu akan ulang lagi pandangan meragumu itu. Saya yakinkan lagi, kamu pasti ulang lagi. Mau sampai kapan terus begini Lora?"

SanuLoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang