Aku mengatur nafasku yang terengah-engah ketika hendak berjalan menuju kantin. Berkali-kali aku mencoba untuk mengatur nafas agar kembali normal seperti sebelumnya. Namun tampaknya itu cukup sulit untuk saat ini. Dalam derap langkah yang teburu-buru, telingaku seakan berdengung, mendengar kembali suara Isaac tentang kelasku. Ritme jantungku kembali mencepat, bayang-bayang cerita Isaac terus memburu dipikiranku seakan sengaja menakutiku.
Aku memang tidak mengetahui kebenaran dari cerita tersebut, tapi ketika Isaac bercerita dengan begitu meyakinkan, aku tak berhenti menahan nafas ketakutan. Setiap cerita yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran yang begitu menakutkan. Isaac tak bisa menepis fakta bila mereka brengsek (Dia terlihat sangat jujur saat menceritakannya bahkan sesekali ia menyelipkan kata "maaf" apabila takut membuatku tersinggung dengan cerita buruk mengenai kelasku) dan dalam kasus yang sama aku menyetujui pikiran itu.
Otot-ototku menengang, aku berjalanan bagai robot yang tak tahu arah. Semakin lama mengingat cerita itu aku merasa nafasku semakin pendek. Seperti ajal akan menjumput atau sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Mungkin hal itu benar 'sesuatu akan terjadi'
Sesuatu akan terjadi... bibirku membisikkan kata-kata itu dan membuatku berhasil bergidik ngeri. Cukup Carley, jangan pikirkan lagi cerita itu. Kau tahu itu membuat dirimu sendiri menjadi takut. Bagian lain diriku terus memperingati. Sementara aku mengangguk menurut sambil melangkah pelan. Hal itu juga tak kunjung menenangkanku. Aku tak bisa begitu saja melupakan cerita-cerita buruk mengenai teman-temanku hingga tindakan yang mereka lakukan. Bahkan aku merasa suara Isaac masih terngiang di telingaku meskipun aku berjalan di koridor yang sangat sepi saat ini. Cerita Isaac seakan sangat nyata hingga membuatku membayangkan bila hal-hal yang diceritakan Isaac terjadi padaku.
Beberapa menit yang lalu bel istirahat berbunyi. Isaac menyarankanku untuk segera pergi ke kantin dan membeli minuman agar membuatku sedikit lebih tenang. Yah, kurasa memang seperti itu seharusnya. aku memang membutuhkan mineral saat ini.
Pikiranku teralihkan ketika aku tak menemukan kantin pada denah yang telah di jelaskan oleh Isaac. Sebelum berpisah di depan UKS, Isaac menjelaskan padaku mana saja tempat yang harus ku lewati serta belokan-belokannya untuk sampai di kantin dan alhasil aku melupakan semua penjelasan Isaac. Sedari tadi fokusku tertuju pada cerita-cerita buruk itu yang membuatku teralihkan dari segalanya. Menghafal suatu tempat memang agak sulit untukku. Entahlah, aku tak tahu ada apa dengan otakku. Kuharap soal-soal kalkulus yang semalam kukerjakan bukanlah alasannya.
Aku melirik sekitarku. Terlihat sepi dan sunyi. Kemana semua orang? Padahal ada banyak kelas di sekitarku tapi tak ada satu pun penghuninya. Kulirik kelas yang paling dekat denganku. Di pintunya tertera tulisan 3-1. Seketika aku teringat jawaban Isaac yang mengatakan bahwa ia berasal dari kelas 3-1. Mungkin saja Isaac ada di dalam kelasnya. Aku bisa bertanya lagi padanya jalan menuju kantin.
Dari jarak yang terterlalu jauh aku melihat dua anak laki-laki yang sedang memperhatikanku. Aku berniat untuk bertanya pada mereka dan menghampiri.
Kedua laki-laki itu terus memperhatikanku. Salah satunya melihatiku dari bawah sampai atas dan membuatku risih, pandangannya terus menilai-nilai mengenaiku. sedangkan lelaki yang satu lagi terlihat sedang berbisik pada temannya yang terus memperhatikanku. Lelaki itu tersenyum merehkan kearahku. Dan temannya yang satunya lagi, memperlihatkan ekspresi sombong. mengapa semua orang di sekolah ini tidak menyukaiku? Kenal saja tidak. Aku tahu kedua lelaki itu berasal dari kelas 3-1 yang kenyataannya adalah kelas unggulan serta kebanggaan sekolah tapi mengapa mereka begitu sombong. Maksudku, Isaac juga berasal dari kelas 3-1 tapi lihatlah dia tidak sombong seperti dua lelaki itu. Bahkan Isaac juga seorang ketua PMR.
Pandangan tajam kedua lelaki itu tak lepas sedetikpun dariku, merasa sangat risih di pandang seperti itu, akhirnya aku memutuskan tak jadi bertanya pada mereka. Aku memutarkan badanku 180 derajat dan melesat pergi dari tempatku berdiri sekarang. Aku berjalan mengikuti jalur koridor yang terlihat sepi ini. Sampai sekarang aku masih tak mengerti, mengapa sekolah ini sepi sekali saat jam istirahat. Bukannya saat jam istirahatlah banyak siswa yang berhambur keluar kelas? Tidak hanya itu. Sepulang sekolah pun, sekolah ini juga sudah sangat sepi. Di sekolahku yang terdahulu sepulang sekolah tak sesepi di sekolah ini. Masih banyak siswa yang sekedar nongkrong ataupun melakukan kegiatan ekstrakulikuler sepulang sekolah. Tempat ini benar-benar aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Between You And Love
Teen FictionCarley Sophia Tompson adalah seorang siswa pindahan dari prancis yang masuk ke sekolah baru di London. tak ada satu pun sambutan baik dari para penghuni kelas tersebut dari anak lelaki maupun perempuan. tapi ada satu pria culun bernama Calvin yang m...