suara sendok dan piring beradu nyaring di meja makan keluarga hari ini. yang duduk manis sebenarnya hanya bunda, ayah dan aku, tapi suasana sangat canggung tercipta diantara kami bagai tiga orang asing tidak saling kenal.
sebenarnya aku jarang sekali duduk dan makan bersama di meja makan, aku pasti menunggu orangtuaku pergi atau bekerja, merasa tidak tenang jika satu meja makan dengan dua orang alasan patah semangatku selama hidup.
"hasil bayaran, sebulan ini berapa, yah?"
pertanyaan itu terlontar dari mulut ibu untuk ayahku yang kini sedang makan dengan tenang, seperti biasa topik pembicaraan saat makan malam keluarga selalu membicarakan pekerjaan mereka yang menghasilkan banyak uang.
"tujuh puluh juta, bun." bunda mengangguk-nganggukkan kepala mendengar nominal harga yang di ucapkan ayah, sambil terus berbicara tentang liburan yang akan datang. itu adalah gaji perbulan yang dihasilkan ayah saat menjabat sebagai ketua dprd bandung.
begitulah mereka, disaat rakyat dan mahasiswa bergejolak membela negeri ini, kuping dibungkam tuli aspirasi sambil tertawa haha hihi.
"aluna, kamu harus bisa contoh kakakmu itu, bentar lagi dia diangkat jadi anggota dpr, masa depannya terjamin. atau kalau kamu gabisa kaya kakakmu seenggaknya kamu harus banggain ayah bunda dengan nilaimu. kerjaanmu main piano aja terus, buang-buang waktu." bunda berbicara kearahku sambil mengambil dua sendok sayur sup udang yang disajikan sebagai hidangan utama pada malam itu. aku menunduk sembari menelan makan dengan susah payah.
seperti biasa, sesi makan malam akan selalu ditutup dengan ucapan bunda yang kian gencar membandingkan diriku dan kakakku. "kenapa harus banget jadi dpr sih?! nggak semua orang sukses kerjanya jadi dpr, bun."
°°°
alunawa brienalin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eloquence
Teen Fictionbersusah payah mewujudkan tuntutan orang tuanya. tertunduk diam ketika suatu perbandingan menjadi perbedaan. lowercase. a teenfiction by butterflyist.