000

1.8K 181 32
                                    

“Kau gadis yang bisa diandalkan, Lisa! Masa depanmu cemerlang! Semua orang bangga padamu.” Ia tersenyum tulus—suatu hal yang aku sukai belakangan ini, namun tidak lama senyuman itu berubah ganjil ketika ia teringat sesuatu.

“Ada apa?” tanyaku, hati-hati bercampur ragu. Pandanganku menyelidik ke dalam lingkaran cokelat bolamatanya. “Kau tidak akan ke mana-mana, bukan?”

Ia terdiam beberapa saat—membuat lubang enigma yang memaksaku masuk ke dalamnya—sampai aku dapat merasakan senyuman itu memudar serta bagaimana gambaran kehidupanku kelak.

“Aku akan pulang.”

Pundakku jatuh perlahan. Mendadak tenggorokanku terasa kesat. Tidak. Aku benci ini. Aku benci merasa rapuh di depan seseorang yang hanyalah orang asing.

“Pulang ke mana? Ini rumahmu.”

“Ini memang rumahku, tapi aku punya rumah lain yang harus kutinggali.”

“Kau akan di sini saja! Bukankah kau yang mengatakan kalau kau akan menemaniku tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik dan pintar?”

Ia kembali mengulas senyum, maju satu langkah dan meraih kedua pundakku.

“Aku harus pulang, Lisa,” ia memandangku persuasif. "Hanya sebentar, besok kita akan bertemu lagi."

Pandanganku mengawasi sorot matanya—mencari kebohongan. Sampai akhirnya aku menemukan satu keyakinan untuk berani mengangkat kelingkingku. “Janji?”

Dia menatapku untuk beberapa waktu, seolah sedang berunding; merenungkan jawabannya. Kemudian ia menyambut jariku dengan senang hati, “Aku berjanji, Lisa.”

***


Still working on my masterpice.

With luv,

adhellinkook

Painted; Her || LizkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang