Yang aku harapkan terwujud, hujan turun tak lama setelah acara main game selesai. Teman-teman laki-laki yang awalnya kukuh masih ingin tetap di tenda berlarian karena hujan semakin deras.
Aku dan Kak Shita memilih memanggang sosis dan jagung menggunakan kompor sosis yang memang sengaja Kak Shita bawa. Laras pergi entah kemana, mungkin ke kamar. Nila juga sendiri, tanpa Sadam.
"Heh, lo banyak banget ngambilnya? Buat siapa?" tanya Kak Shita yang melihatku mengambil 3 tusuk sosis serta 1 jagung.
"Buat gue. Gak cukup lah Kak satu mah."
Kak Shita mencubit tanganku. "Jangan maruk, yang lain nanti gak kebagian, Dek," peringat Kak Shita.
Rudi datang menghampiriku dan Kak Shita, mengambil sosis yang aku panggang. "Ih, punya gue. Main comot aja."
"Banyak gini punya lo semua?"
"Iya lah."
"Rakus banget lo!" Setelah itu Rudi mengambil lagi satu sosisku dan ia berikan pada Arun.
"Makasih ya cinta, sosisnya enak," kata Arun. Aku bergidik ngeri.
Rudi kembali lagi dan hendak mengambil jagung yang aku panggang. Dengan cepat aku cekal tangannya. "Punya gue, bakar sendiri sana ah."
"Buat Arun, lo kan udah dipanggil cinta sama dia."
"Enggak ada, temen lo aja gila," tukasku.
"Run, lo dibilang gila sama Haura," adu Rudi pada Arun.
"Gak apa-apa, gue emang tergila-gila sama dia," jawab Arun.
Aku hampiri Arun yang tengah merokok. Anak ini memang perokok, tapi katanya dia merokok karena punya uang sendiri, jadi gak minta orang tua. Aku duduk di sampingnya dan menatapnya lekat sambil tersenyum. "Lo ganteng juga ternyata, lo tergila-gila sama gue?"
"Gue emang ganteng dari orok, kata emak gue aja gue mirip Anjasmara waktu muda," katanya percaya diri, "kalau gue emang tergila-gila sama lo gimana?"
Aku tersenyum, memegang pipi Arun dan mengusapnya pelan. "Aww," teriak Arun. Aku tarik jambangnya yang panjang itu.
"Lo yang gue bikin gila. Asap rokok lo boleh mengepul, tapi asap dukun gue lebih mantul. Gue guna-guna sampai gila tahu rasa lo," ucapku bercanda. Ah, ya kali hari gini masih main dukun. Jaman sekarang tuh gaet cowok aja cuma butuh modal efek kamera yang bagus. Kalau cowok ya cuma butuh duit yang banyak. Ganteng aja kalau gak punya duit buat apa? Katanya, kalau aku sih yang penting baik dan mau jadi orang bener, karena mau apa pun profesinya, kalau dia bukan orang bener ya buat apa? Ambil contoh para koruptor deh, bukankah profesi mereka bagus? Tapi mereka bukan orang bener, kan? Ya, seperti setan berwujud manusia.
Tapi mereka begitu karena ada kesempatan!
Memang! Tapi kalau orang bener gak bakal ikutin nafsu, yang ujungnya merugikan banyak orang hanya demi kesenangannya semata. Iya gak sih?
Mending jadi orang bener, yang keuangannya pas-pasan juga gak apa-apa, pas buat makan, pas untuk beli rumah, pas buat beli mobil, pas buat jalan-jalan, ya pokoknya pas.
Contoh kebiasaan yang sering orang tua katakan, "sekolah yang pinter ya, Nak, biar sukses," ucap seorang Ibu ketika anaknya berangkat sekolah.
Padahal menurutku baiknya bukan seperti itu, sama saja mereka menuntut anaknya untuk jadi orang pinter, tapi melupakan hal yang penting. Harusnya seorang Ibu berkata, "sekolah yang bener ya, Nak. Biar pinter dan jadi anak yang baik dan berguna." Ucapan itu doa, ucapan seorang ibu itu harapan yang besar untuk anaknya. Maka, ketika seorang ibu berkata demikian, bukan hanya pintar yang didapat, juga doa lain yang tersampaikan. Pintar dan sukses doang buat apa kalau bukan orang bener dan gak berguna buat orang lain, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kecil Ngomongin Cinta?
Ficção AdolescenteTAK KENAL MAKA TEMENAN! ADA BAIKNYA FOLLOW SEBELUM BACA HIHI BERTEMAN ITU INDAH KAWAN, BOLEH CHAT AKU JIKA MAU NGOBROL-NGOBROL ATAU KENALAN (siape elu, ngapa gua harus kenalan sama elu? Sok akrab bet dah ngajak ngobrol wkwk) Beri dukungan dengan vot...