01.

7 1 0
                                    

Selalu begini, aku muak.- Seylanita Angrraini.

Tepat pada pukul 06.30 Seyla baru menghabiskan sarapannya.

“Seyla berangkat,” pamit Seyla pada dua orang yang juga sedang menikmati sarapannya dimeja makan, tak lain adalah kedua orang tua nya sendiri. Kedua nya sama-sama diam, tanpa ada sepatah katapun yang terucap. Bahkan selama sarapan pun, tidak ada yang berbicara untuk sekedar mengobrol ataupun menyapa. Hanya suara dentingan sendok yang mengalun pada acara sarapan mereka.

Selama beberapa detik tak mendapat tanggapan, Seyla pun mengurungkan niat nya untuk mencium tangan dan memberi salam pada orang tuanya.

Tak ada pelukan hangat ataupun sekedar ucapan semangat. Orang tua Seyla tetap bersikap acuh dan terus menyantap makanan mereka.

Seyla menghela napas pelan. Tanpa semangat, Seyla melangkahkan kaki nya ke dapur yang berada tak jauh dari meja makan. Setelah mencuci piring kotor yang ia gunakan untuk sarapan, Seyla pun berpamitan pada Bi Atun, asisten rumah tangga dan juga pengasuhnya sedari kecil.

“Bi, Seyla berangkat dulu ya,” ucap Seyla sambil mencium tangan Bi Atun.

“Iya, Non. Hati-hati ya, sekolah yang bener biar pinter,” ujar Bi Atun menasehati dan mengelus kepala Seyla sayang. Seyla membalas dengan senyum manisnya, hatinya menghangat.

“Iya, Bi.”

Setelahnya Seyla berangkat diantarkan oleh Pak Maman, sopir pribadi keluarga. Sebenarnya Seyla lebih suka berangkat sendiri naik bus, namun saat ini jam nya mepet, ia kesiangan. Menunggu bus pun akan memakan waktu.

“Pak, agak ngebut ya, 15 meit lagi bel masuk soalnya,” kata Seyla yang baru memasuki mobil.

“Siap, Non!”

Lalu Pak Maman segera melajukan mobilnya menuju tempat Seyla belajar menuntut ilmu, SMA GELORA.

Namun saat setengah perjalanan, jalanan sangat macet karna ini juga jam untuk berangkat kerja.

“Pak masih macet banget ya? Duh Seyla bisa telat nih Pak, gimana dong,” ucap Seyla dengan wajah cemas dan melihat jam pada pergelangan tangan kiri nya.

“Iya nih, Non. Macet banget soalnya,” jawab Pak Maman dengan raut wajah ikut khawatir melihat nona mudanya yang gelisah.

“Yaudah Seyla lari aja deh, Pak. Dadah Pak Maman.”

Tanpa menunggu balasan dari Pak Maman, akhirnya Seyla memutuskan untuk berlari menuju sekolahnya.

Agak jauh memang, namun jika terus menunggu macet akan memakan waktu lebih lama lagi.

Saat gerbang sekolahnya yang kokoh tinggi menjulang sudah di depan mata, hanya tinggal menyabrang dan ia akan memasuki tempat ia menuntut ilmu. Tempat dimana ia akan membuktikkan mimpinya, saat orang tua nya tersenyum bangga melihat anaknya lulus dan menjadi anak baik selama bersekolah di SMA GELORA.

Tetapi bayangan buruk semalam membuatnya tidak tenang. Seyla takut, takut mimpinya tidak dapat terwujud. Takut semua mimpi yang ia susun rapi hanyalah mimpi semata.

Karna Seyla kurang fokus, ia tak memperhatikan jalan sekitar.

Brukk !!

“Akhhh.”

***

Tepat kurang 3 menit bel masuk berbunyi, Seyla berlari agak tertatih menuju gerbang yang sudah tertutup setengah, ditutup oleh satpam.

“Pak! Tunggu!” teriak Seyla membuat satpam berhenti sejenak untuk menutup gerbang dan mengalihkan pandangannya pada salah satu murid emas di sekolah ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

STORIES SEYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang