Udara sejuk khas beraromakan kayu segar menyusuri setiap jengkal Kabupaten Temanggung. Sebuah wilayah di tengah provinsi Jawa Tengah yang memang terdapat banyak pohon-pohon besar di sana. Pagi yang dingin memang, tapi hal tersebut bukan masalah bagi masyarakat yang sudah terbiasa tinggal di lereng gunung ini. Suasana ramai sekaligus tentram di pagi hari seperti ini memang hanya terdapat di desa-desa yang jauh dari kebisingan kota. Ibu-ibu yang sedang guyon[1] sambil menyapu halaman rumah masing-masing, bapak-bapak yang siap bekerja entah itu ke sawah atau ke kebun, dan anak-anak yang berangkat ke sekolah atau hanya sekedar bermain dengan teman-temannya, menjadi rutinitas suasana pagi di daerah ini. Hari dimana semester baru telah dimulai. Hari di awal tahun dimana setiap individu tentu saja membawa resolusinya masing-masing agar menjadi lebih baik.
“Sniff! Sniff! Heran deh, aromanya ga pernah berubah.” Gadis itu tersenyum sambil berkata lebih kepada dirinya sendiri, tentu saja karena di situ memang tidak ada orang lain selain dirinya. “Selamat pagi dunia! Dan semua yang ada di dalamnya!” Agak sedikit berteriak menirukan gaya bicara salah satu tokoh kartun favoritnya Spongebob Squarepants “Hari ini Aku Siap! Aku Siap! Aku tentu saja selalu siap untuk hari baru!” Sambil menatap kepada sekotak lahan di bawah pohon Kelengkeng di halaman belakang rumahnya yang diberikan oleh orang tuanya. Dia memintanya setahun yang lalu dengan agak merajuk walaupun sepertinya dengan hanya meminta biasa pun orang tuanya akan memberikan apapun yang dia mau. Tentu saja orang tunya memanjakannya bukan karena dia anak tunggal atau apa, tapi karena dia adalah cucu pertama dari keluarga besar ibunya.
Sepetak tanah yang dia tanami dan dia rawat setahun terakhir sudah menghasilkan banyak buah-buahan dan bunga. Buah-buahan itu tentu saja dia makan sendiri karena mana ada orang yang mau makan buah-buahan yang asemnya kelewatan seperti itu. Memang biasanya buah yang kita tanam dan rawat sendiri itu rasanya lebih masam daripada buah yang biasa kita beli di pasaran. Tapi walaupun rasanya yang kelewat asem itu sampe bikin dirinya sendiri mules-mules, dia tetep sumringah-sumringah aja tuh makannya. Sedangkan bunga mawar dan melati yang baru beberapa kali mekar itu, dia kasih ke temennya. Atau terkadang di pajang di kamarnya saja ,karena entah kenapa ga ada satu pun temennya yang mau nerima bunga dari dia, di dalam pot tanah liat made in herself.
“Muti!!” Terdengar dari dalam rumah suara bundanya memanggil. “Tuh, Eka nya udah dateng!” Eka Prasetyo memang selalu menjemputnya setiap pagi. Kebersamaan mereka setiap pagi bukan hanya karena mereka satu sekolah, tetapi juga karena mereka adalah teman semenjak duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. “Muti!!” Teriak bundanya untuk yang kedua kalinya. “Dalem, Bunda..” Dengan santai Muti melangkah menuju ruang tamu dimana Eka dan ibunya sedang menunggunya sambil berbincang-bincang.
“Itu lho udah ditungguin Eka dari tadi, dah sana cepet berangkat.” Muti mendengarkan bundanya sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
“Berangkat dulu Bund, Assalamualaikum.” Muti mencium tangan bundanya dan disusul dengan Eka yang melakukan hal yang sama.
“Iya, ati-ati ya.”
[1] Guyon = bercanda