Jihan dan Julian kembali ke rumah sakit. Tentu saja mereka sudah berganti pakaian dengan pakaian yang lebih santai dan mereka memasuki kamar rawat Arya dengan tangan yang penuh menenteng belanjaan.
Julio menoleh saat mendengar pintu terbuka. Terlihat sepasang suami istri yang sedang akur, karena biasanya mereka selalu bertengkar dengan hal apapun, bahkan hal sepele sekalipun.
"Wih jalan-jalan menikmati Ngawi?" celetuknya saat Jihan dan Julian baru saja meletakkan belanjaannya di meja dekat sofa yang di duduki olehnya.
"Mana sempat jalan-jalan disaat situasi gini," jawab Jihan. "Gue sama Julian cuma belanja pakaian aja."
"Emang lo mau selama disini pake seragam sekolah?" sahut Julian dengan nada sedikit sarkas.
"Ya nggaklah."
"Nah yaudah," cibir Jihan sambil masih menata belanjaannya.
"Eh terus kalian nggak lupa kan beliin gue juga?"
"Lupa!" jawab Julian sedikit ketus yang membuat Julio melotot akan jawabannya. "Serius nggak dibeliin? Kalian lupa ma gue? Ya allah tega banget."
"Nggak usah mulai gilanya." Jihan menyodorkan 4 papperbag ke arah Julio. "Tuh baju lo."
Julio menerimanya dengan senang hati. Mereka tak melupakan dirinya dan tetap membelikannya pakaian selama mereka berada disini. "Makasih kakak ipar."
"Gue nggak nganggap dia istri," sambar Julian menanggapi. Sedangkan Jihan memberikan senyuman tipisnya saja tanpa memberikan komentar apapun pada Julio yang memujinya ataupun pada Julian yang lagi-lagi menindasnya walaupun secara verbal.
"Yayaya serah lo, Yan," ucap Julio menengahi.
"Oh iya, urusan sekolah gimana?" tanya Jihan menginterupsi.
"Gue udah kabari Papa sama Mama soal ini, dan mereka bilang mau urus semuanya," jawab Julian sambil mendaratkan pantatnya disebelah Julio.
Jihan hanya membulatkan mulutnya saja sebagai tanggapan dan mengangguk-anggukan kepalanya. "Terus kita tidurnya gimana?"
"Gue udah pesen 3 kamar hotel. Hotelnya nggak jauh dari sini, mungkin sekitar 15 menitan lah." Lagi-lagi cowok itu menjawab pertanyaannya, tapi kali ini dengan mata yang terpejam. Sepertinya lelah karena perjalanan.
Dan lagi-lagi juga Jihan hanya membulatkan mulutnya dan mengangguk-anggukan kepalanya.
Julio mendekatkan bibirnya pada telinga Jihan. "Suami lo tanggap banget," bisiknya.
"Iyalah, dia mah tenang-tenang juga mikirin. Nggak kayak lo, grusa-grusu," jawab gadis itu tak kalah berbisik juga.
"Yeeee, gue kan panik. Daripada lo, cengeng." Jihan hanya berdecih sebagai tanggapannya. Setelah itu tak ada lagi pembicaraan diantara mereka. Keadaan hening dengan Julian yang memejamkan matanya dipojok sofa, Julio yang bermain dengan ponselnya yang seharian ini belum ia sentuh, dan Jihan yang memainkan tali tasnya.
"Gue laper," celetuk Julio yang membuat Julian membuka matanya kembali dan Jihan yang menoleh padanya.
"Ya tinggal beli lah," jawab acuh Julian.
"Kalian berdua temenin gue makan yuk." Julio melirik kearah Julian lalu setelah kearah Jihan seolah tengah mengajak.
"Males, lo beli sendiri sana. Terus ntar lo bungkusin gue." Julian menegakkan tubuhnya terus menoleh kearah Julio. "Jangan ajak Jihan, udah malem." Setelah mengatakan itu, Julian langsung beranjak dari duduknya menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar rawat itu.
Sementara itu, Jihan masih terbengong-bengong dengan sikap Julian. Itu tadi dia perhatian ke gue? batinnya. Tapi buru-buru ia tepis. Mungkin ia mengatakan itu hanya karena sebuah tanggung jawab karena disana hanya cowok itu yang dituakan. Jadi ia beranggapan ia memiliki tanggung jawab melindungi Jihan dan Julio.
"Itu tadi Julian khawatirin lo? Dia udah suka ma lo?" tanya Julio tak percaya.
"Mana mungkin, itu mustahil." Jihan menepis segala pemikiran yang dan menepis dugaan yang dilontarkan Julio. "Udah sono beli, gue laper." Ia mendorong pelan punggung cowok itu agar segera beranjak dari duduknya dan pergi dari sana untuk membelikan mereka makanan.
Setelah cowok itu beranjak dari duduknya, Jihan langsung memposisikan dirinya untuk direbahkan pada sofa. "Yehhhh, lo minta gue buru-buru buat bangun ternyata mau rebahan," cibir Julio setelah tau alasan dari gadis itu mengusirnya.
"Salah satunya." Jihan mengibas-ngibaskan tangannya seolah tengah mengusir. "Udah sono beli, gue laper ngantuk juga sih."
"Dih labil," gerutu Julio sambil berlalu dari sana untuk membeli makanan.
***
Julio berjalan di trotoar sambil berpikir, apa yang harus ia beli untuk makan malam mereka kali ini? Ia harus beli makanan di restoran mahal, kafe, atau warung makan biasa? Ia dan Jihan mungkin bisa memakan makanan apapun itu dan dimanapun itu belinya. Tapi untuk Julian, cowok itu begitu pemilih. Jaim, begitu pikirnya.
Ia menoleh ke kiri. Kebetulan sekali disana ada sebuah kafe. Lebih baik ia membeli disana saja daripada harus berpikir dan mencari makanan lain.
Julio membeli 2 porsi kentang goreng, 3 milkshake cokelat, dan 3 porsi nasi ayam goreng saus nanas. Setelah itu ia membayarnya dengan kartu kredit yang selalu berada di dompetmya, karena saat ini ia tak membawa banyak uang cash.
Dan detik berikutnya ia keluar dari kafe itu untuk kembali ke rumah sakit untuk memberikan pesenan makanan mereka ini, yang sebenarnya adalah usulnya.
***
Julio membuka ruang rawat Arya. Yang pertama ia lihat adalah pemandangan Julian sedang memangku kaki Jihan yang sedang terlelap di sofa dengan kepala disisi satunya. Cowok itu juga tengah asik dengan ponselnya yang sepertinya sedang bermain game online.
"Kenapa yang lo pangku kakinya bukan kepalanya?" tanya Julio sambil mendekat. Nampak sekali Julian tak merasakan terkejut sama sekali atas kehadiran dirinya.
"Gue cuma niat buat duduk, nggak niat mau pangku kepala dia di paha gue buat jadi bantal," jawabnya acuh tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel miliknya.
"Yaudah terserah lo," putus Julio menengahi. Setelah itu Julio menaruh kresek yang berisi makanan itu diatas nakas. Ia juga tak mengambil satu sterofoam dari sana yang langsung ia bawa dan duduk di dekat ranjang Arya.
"Lo nggak ambilin gue sekalian?" pinta Julian yang sudah memasukan ponselnya kedalam kantong.
"Lo punya kaki dan tangan sehat. Jadi ambil sendiri," jawab Julio enteng yang setelahnya memasukan satu sendok nasi kedalam mulutnya.
Julian memutar bola matanya malas. Ia mengangkat kaki Jihan sebentar lalu ia beranjak dari duduknya untuk mengambil makanan yang ada diatas nakas itu. Setelah mengambil makanan, ia kembali memangku kaki Jihan yang masih terlelap tidur.
"Lo nggak mau bangunin Jihan buat makan gitu?" bujuk Julio yang membuat Julian mendongak. "Lo aja sono yang bangunin."
"Kan sekalian lo aja, lo yang deket."
"Males. Biarin aja tidur, kalo laper kan bangun sendiri." Julio hanya menghela nafas pasrah saja dan membiarkan keputusan cowok itu. Setelah itu keadaan kembali hening, mereka hanya fokus dengan makanan yang ada dihadapan mereka.
***
Fairahmadanti1211
KAMU SEDANG MEMBACA
Julian Untuk Jihan [COMPLETED]
Novela JuvenilRank #8 julio [2 September 2020] Rank #6 julio [11 September 2020] Rank #5 julio [14 September 2020] Rank #10 takdianggap [19 Oktober 2020] Rank #9 takdianggap [2 November 2020] Rank #4 julio [22 November 2020] Rank #7 takdianggap [1 Januari 2021] R...