Part 6 { Sebuah Rahasia dibalik Peristiwa }

23 4 0
                                    

***
Jam telah menunjukkan pukul 10:00 WIB dengan perkataan lirih aku mengingatkan kekasihku yang kala itu asyik dengan handphone-nya. Meski malam ini sedikit mendapatkan konflik tetapi hati terasa lega dengan sikap dewasa yang Reno miliki untuk menenangkanku dari pandangan hidup ke depan dengan berpikir telah jauh sekali, padahal kami belum memulai apa-apa untuk menjalin kehidupan sendiri tanpa orangtua.

"Sayang, sudah malam nih, kita pulang yuk. Takut kemalaman sampai rumah, besok kita juga musti sekolah," ucapku 'sambil tangan kiri menyentuh jemari kekasihku.'

"Ya sudah, habisin dahulu minumnya." jawab Reno sembari mematikan permainan di handphone miliknya.

Dengan bergandengan tangan kami keluar cafe dan menuju ke arah mobil merah milik Reno yang sudah tersusun rapi di parkiran mobil. Kami berdua kembali menuju rumah dan Reno mengantarkan aku sampai depan halaman saja, aku takut ketika ayahku melihat kedatangan Reno akan murka dan marah besar.

Setelah lama berkendara akhirnya kami sampai juga di depan rumahku, tangan kiri membuka pintu mobil untuk melangkah keluar mobil dengan segera mungkin. 'Semoga saja ayah belum pulang dari rumah temannya, dan aku tidak dimarahi nantinya' celotehku dalam hati.

"Sayang hati-hati nyetir mobilnya, jangan ngebut-ngebut. Ingat! Ini pesan dariku."

"Beres Sayangku, pasti semua pesan-pesan dari orang tercinta akan terpatri dalam ingatan," jawab Reno dengan nada sedikit mengejekku.

Aku yang kala itu berdiri di depan mobilnya melambaikan tangan kanan untuk mengakhiri perjumpaan malam ini.

"Da... " ucapku lagi sambil melempar senyuman manja padanya.

Tanpa jawaban apa-apa aku melanjutkan langkah kakiku dengan lebih cepat menuju rumah, aku pun mengendap-endap sambil menoleh kanan kiri untuk melihat suasana yang sunyi tanpa ada orang yang terlihat. Huh... aman, 'ternyata ayah tidak ada dirumah' batin ini berkata sendiri.

Kini aku telah berada di depan pintu kamar sembari membuka pintu untuk segera masuk,

Krak....

"Rena dari mana kamu? jam segini baru pulang," tanya Ayahku yang rupanya telah duduk di kursi sofa ruang tamu.

"Emm... Ren—a habis dari rumah teman, iya dari rumah teman Yah," jawabku sembari merundukkan kepala ke lantai.

"Oh, ya sudah masuk kamar dan tidur," suruh Ayahku yang tak biasa bersikap baik dengan berkata lembut padaku.

Dengan langkah lebar kaki ini membawa tubuh untuk menuju kamar dengan debaran dada yang sangat mengguncang jantung, aku mengira bahwa akan kena marah oleh Ayahku ternyata tidak. 'Coba saja ayah selalu bersikap seperti itu, pasti aku betah banget di rumah' batinku kembali berkata-kata.

Pov Reno

***
'Perasan ini mengapa terus mengguncang jiwa yang sangat membuatku lelah akan sebuah problem kehidupan' sambil menyetir aku berdialog dengan batin yang merupakan tempat imajinasi untuk berkata meski tanpa jawaban.

Mobil yang aku naiki membawa diri untuk menuju rumah dengan harapan esok membuat hidupku lebih indah, tertata tanpa ada masalah lagi. Kaki menginjak gas mobil untuk melesat kencang agar tidak terlalu larut ketika sampai di rumah. Setelah lama berkendara akhirnya aku sampai di pintu gerbang halaman rumahku, dengan pintu gerbang yang sudah terbuka lebar membawaku untuk masuk ke dalam garasi mobil. Tepatnya di samping rumah.

Dengan segera aku membuka pintu mobil dan bergerak untuk keluar menuju rumah, tampak tengah ada Bibi yang duduk di kursi depan teras rumah. Kala itu aku menghentikan langkah kaki dan segera menemui Bibi yang sedang duduk sendiri menatap langit dengan taburan bintang-bintang yang sangat indah menghiasi luasnya alam semesta.

Karena penasaran akan keadaan Bibi yang tak biasa duduk di luar rumah sampai malam dengan dingin yang telah menyergap, tanganku menyentuh pundanya lembut.

"Bi... kok tidak masuk ke rumah, sudah malam loh, ini," rayuku dan memeluk Bibi dari belakang kursi.

"Ah, Aden sudah pulang ternyata. Darimana saja Den?" tanya Bibi penasaran padaku.

"Dari cafe tadi Bi, sambil mengajak Rena jalan-jalan," balasku sembari menatap langit dan bintang juga.

Tak biasa aku melihat suasana seperti ini, biasa kalau sudah jam segini Bibi tidur lebih awal. Akan tetapi kini malah duduk termenung sendirian di teras rumah.

"Bibi belum tidur?" tanyaku 'sambil berharap ada jawaban yang pasti dari Bibi.'

"Bibi kangen anak bibi yang di luar kota akibat masa  lalu bibi yang mengharuskanmu jauh dari adik-adikmu."

Sontak aku terdiam dengan kata-kata dari Bibi yang mengatakan "akibat masa lalu Bibi yang mengharuskan aku jauh dari adik-adikku" dengan perkataan Bibi barusan aku tak mengerti apa yang sudah terjadi dahulu.

Mulut ini bertanya lagi pada Bibi sembari mencari apa yang sedang terjadi dahulu "maksud Bibi apa ya, membuat aden harus pisah? dan kita berbicara tentang anak-anak Bibi bukan?"

"Hemmm... maksud bibi tadi ... ah, sudahlah Den. Jangan dibahas lagi masalah itu," jawab Bi Ira.

Dari perkataan Bi Ira membuatku bertambah penasaran dengan sebuah peristiwa besar yang telah ia sembunyikan dariku, pikiranku terus bertanya sendiri dan ingin mengetahui apa yang sudah terjadi sehingga kehidupan ini menjadi tambah rumit akibat sebuah rahasia.

Untuk kali ini aku tidak akan memaksa Bibi untuk berbicara lebih jauh, perlahan-lahan akan aku ungkap apa yang telah terjadi dan mengapa ada rahasia dibalik rahasia. Huh! Ingin rasanya segera mengetahui alur cerita hidupku dari awal aku dilahirkan sampai saat ini, agar aku dapat memahami mengapa semua terjadi.

Kala itu aku berpindah posisi dan duduk di depan Bi Ira sambil menatap tajam wajahnya yang penuh ketulusan, tangan Bi Ira menelus rambutku dan membuatku untuk mengeluarkan sikap manjaku terhadapnya. Aku segera memeluk kakinya yang tergantung karena setengah tubunya duduk di atas kursi. Ketika aku memeluk Bi Ira rasanya seperti memeluk ibu kandungku, tetapi sampai saat ini aku tak pernah tau siapa ibu kandungku.

***
Pagi telah tiba, suara kicauan burung-burung menemani hariku yang sangat penuh kegembiraan. Angin yang masuk melalui horden jendela kamar membawa kupu-kupu masuk melalui fentilasi jendela. Dedaunan yang gugur tampak jelas dari balik kaca yang tembus pandang menuju taman yang sangat hijau, senandung dalam nyanyian kulantunkan untuk menemani dalam kamar mandi.

Kasur yang masih rusak dan amburadul membuat ruang kamar ini selalu tiada rapi, tetapi dengan pulangnya aku dari sekolah kamar sudah rapi lagi dengan bantuan dari Bibi yang tak pernah lelah mengurusku. 'Apa jadinya aku tanpa Bibi' celotehku sambil menatap cermin kamar mandi. Setelah selesai mandi aku segera keluar dan memakai pakaian seragam sekolahku.

Hari ini adalah merupakan hari pertama ujian Try Out untuk melatih kemampuan kami sembari sebelum melaksanakan ujuan Nasional nantinya, perlengkapan alat tulis belum juga aku siapkan. Semua sudah terlupakan tanpa ada teringat sama sekali sedari semalam.

Bingung melandaku karena tak sempat membeli alat tulis untuk ujian, setelah memakai sepatu aku keluar kamar menuju meja makan. Sontak mata ini nanar setelah melihat seperangkat alat tulis standart Nasional telah tersedia di atas meja makan, dengan memegang alat tulis aku berpikir sendirian. 'Siapa ya yang membeli ini? Kok tiba-tiba ada di sini,' tanyaku dalam hati.

"Kok dilihati pensilnya, Den," ucap Bibi yang datang tiba-tiba.

"Ih, Bibi bikin aden terkejut saja," jawabku sembari menatap tajam Bi Ira.

"Itu bibi yang beli semalam, karena bibi semalam bertemu teman kamu di warung dan dia mengatakan hendak ujian besok. Makanya bibi beli juga untuk Aden."

Dengan mendengar ucapan Bibi aku mencium pipi Bi Ira.

"Terima kasih Bi," ucapku sambil berpamitan pergi sekolah.

"Aden pergi dulu, Bi. Asaalammualaikum."

"Waalaikumsalam."

Bersambung...

DIKUBUR DI HARI ACARA SESERAHAN (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang