ch. 2

2.9K 309 22
                                    

"Ayo menikah Seokjin. Aku akan tanggungjawab"

Tawaran menikah itu benar-benar membuat Seokjin terkejut luar biasa. Dia melihat Namjoon yang juga tengah menatapnya.

Tatapan Namjoon menunjukkan keseriusan. Namun Seokjin merasa tersulut karena Namjoon mengambil tindakan se sakral itu dalam hidupnya dengan terlalu gampang.

Pernikahan seperti apa yang sekiranya ada dalam pikiran Namjoon?

"Kau gila, Namjoon! Pernikahan tidak hanya tentang tanggung jawab konyol seperti ini"

Rahang Namjoon mengetat. Dia mengangkat alisnya karena tersinggung.
"Hal konyol seperti apa maksudmu Seokjin? Aku tau kau hamil anakku"

Seokjin bungkam. Dia tidak bisa menyangkal bahwa bayi yang ada di dalam perutnya adalah anak dari pria yang bersedia bertanggung jawab ini.

Kembali dalam keterdiaman membuat Namjoon gusar. Dia menghela nafas kasar dan menenangkan dirinya sendiri.

"T-tapi Pernikahan bukan hal yang main-main Namjoon"

Seokjin bergumam kecil dengan wajah gamang setelahnya.

Sungguh rasa mual itu sekarang bukan apa-apa daripada kebingungan dari diri Seokjin sendiri.

Apakah dia harus menikah dengan Namjoon dan membiarkan pria itu bertanggung jawab, atau Seokjin akan menjaga anak ini sendiri? Atau bagaimana ia dapat membesarkan anak ini nanti?

Rasanya Seokjin tidak siap untuk semuanya. Untuk menikah, untuk memiliki anak, Seokjin merasa belum pantas untuk menjadi orang tua.

Seokjin tidak tau pasti apa alasan yang paling tepat kenapa dia menangis. Namun Seokjin merasa ini adalah saat dia sangat tertekan dalam 29 tahun hidupnya.

"Maafkan aku Seokjin, Jangan menangis.. Aku benci kau menangis"

Namjoon memeluknya. Membiarkan Seokjin menangis di dalam pelukan pria itu.

Melihat Seokjin seperti ini membuat Namjoon merasa tidak tega. Semua ini adalah salahnya.

Namun sesuatu yang telah berlalu tidak akan pernah bisa dicegah. Semuanya telah berlalu. Dan mereka hanya bisa memperbaiki semuanya.

Setelah Seokjin berhenti menangis dia masih cukup enggan memperlihatkan wajahnya yang kacau. Dia memilih menyembunyikan wajahnya pada pelukan Namjoon.

"Seokjin dengar, kau perlu memikirkan tawaran ku. Aku sungguh tidak mendesakmu. Tapi tolong mengerti bahwa aku ingin anak kita hidup dalam kasih sayang keluarga yang utuh"

Seokjin memang tidak menjawab, Namun ia tetap memikirkan ucapan Namjoon.

Benar, Seokjin juga tidak ingin anaknya hidup dalam lingkungan keluarga yang kurang. Kekosongan sosok ayah biologis jelas akan membuat seorang anak merasa kesepian entah apakah anak itu mengaku atau memendamnya sendirian.

"A-aku merasa tidak siap untuk menjadi orang tua, Namjoon. Apakah kau pikir aku akan menjadi sosok orang tua yang baik untuk anak ku nanti? "

Pelukan itu meregang. Namjoon membawa wajah Seokjin untuk menatapnya. Mengunci tatapannya dengan mata Seokjin yang sembab.

"Tidak ada yang lebih baik dari dirimu, Seokjin"

Manik mata Seokjin bergetar. Dia memutus kontak matanya dengan Namjoon karena dia takut Namjoon melihatnya menangis lagi.
Perasaan emosional benar-benar meluap dalam dirinya.

Namjoon membaringkan Seokjin dan ikut berbaring di sebelahnya. Menarik Seokjin dalam pelukannya dan membiarkan Seokjin mencari kenyamanan dalam pelukannya. Karena Namjoon tidak punya apapun untuk ditawarkan pada Seokjin yang sedang terluka selain sebuah pelukan dan usapan kecil di rambutnya.

Married by Accident (Namjin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang